Pertama Menggegerkan Ngawi! Memahami Tempus dan Locus Pembunuhan Mutilasi Perempuan Cantik Asal Blitar

oleh -2708 Dilihat
ASMARA KOPER MERAH

KabarBaik.co- Ibarat sebuah drama pilu, kasus pembunuhan sadistis dengan korban Uswatun Khasanah, 29, kini mendekati babak-babak akhir. Yang belum tuntas adalah kepastian tersangka lain. Adakah yang turut serta membantu Rachmad Tri Hartanto alias Antok, 32, dalam melaksanakan aksi kejinya itu. Kepastiannya, masih menunggu pendalaman polisi.

Drama perkara pembunuhan kali pertama gempar di wilayah Kabupaten Ngawi pada Kamis (23/1). Saat warga menemukan sebuah koper merah. Begitu dibuka, sungguh mengagetkan. Betapa tidak, ternyata di dalam koper itu berisi potongan tubuh manusia. Tanpa kepala dan tanpa kaki. Potongan tubuh itu terbungkus rapih seperti sebuah paketan.

Polisi bergerak. Mengungkap misteri mayat dalam koper merah itu. Siapakah perempuan termutilasi itu? Apakah benar jenazah ini korban pembunuhan dan siapa pelakunya? Hingga di mana potongan kepala dan dua kakinya berada? Jika benar korban pembunuhan, di mana dan kapan pelaku melakukan aksi biadabnya itu? Apa motif dan seterusnya.

Beruntung, polisi tidak butuh waktu lama. Korban cepat teridentifikasi. Meski ditemukan tanpa kepala dan kaki, namun polisi sudah bisa memastikan bahwa potongan tubuh itu adalah Uswatun Khasanah. Salah satunya buah bantuan Mobile Automated Multi-Biometric Identification System (MAMBIS). Dengan teknologi ini hanya dalam hitungan detik, data-data pribadi korban langsung terkuak.

Penggunaan MAMBIS cukup sederhana. Berbasis sidik jari dan iris. Selama pemilik sidik jari sudah pernah melakukan perekaman data e-KTP, maka data dirinya sudah terekam. Sebab, MAMBIS terhubung dengan database administrasi kependudukan Kementerian Dalam Negeri. Selain sidik jari, perangkat canggih itu juga dapat memindai retina mata.

Untuk kepentingan identifikasi, Polri juga telah memiliki teknologi AK23. Aplikasi ini digunakan untuk mencari jejak sidik jari yang sudah direkam serta mencari identitas orang yang tidak dikenal melalui nama, Nomor Induk Kependudukan (NIK), sidik jari maupun foto.

Dalam perkara Uswatun Khasanah tersebut, beruntung jenazah cepat ditemukan. Hanya berselang beberapa hari setelah korban dibunuhi pada 19 Januari. Di beberapa kasus, petugas tidak mudah dan butuh waktu lama melakukan identifikasi. Misalnya, ketika jenazah sudah dalam keadaan membusuk atau sudah rusak. Biasanya, melalui tes DNA.

Begitu korban cepat teridentifikasi, polisi pun dapat cepat menguak tabir gelap yang meliputinya. Demikian pula dalam perkara Uswatun Khasanah. Betul, pada Minggu (26/1) dini hari, terduga pelaku sudah berhasil dibekuk. Ia adalah Antok. Kabarnya, jejak pemuda asal Tulungagung itu sudah dikuntit sejak Jumat (24/1) atau hanya berselang sehari setelah mayat korban ditemukan. Termasuk memantau pergerakannya melalui ponselnya.

Antok pun mengaku sudah menyadari bakal masuk daftar pencarian orang (DPO). Sebab, dia mengetahui bahwa jenazah Uswatun Khasanah sudah ditemukan itu dari Facebook. ‘’Saya sudah tahu Ndan, malam itu saya sedang ada di dalam rumah (Tulungagung, Red),’’ jawab Antok saat diinterogasi penyidik Jatantras Polda Jatim.

Dari hasil penangkapan Antok, bak bermain puzzle, kasus pembunuhan sadis itupun menjadi tersambung. Ternyata, aksi kejam pelaku dilakukan di sebuah hotel di Kota Kediri. Bukan di wilayah Ngawi. Lalu, potongan kepala ditemukan di wilayah Trenggalek, dan dua kaki di wilayah Ponorogo. Motif Antok nekat melakukan tindakan keji itu juga tersibak. Dari pengakuannya, seputar masalah asmara, cemburu dan sakit hati.

Konsep Tempus dan Locus Delicti

Perkara pembunuhan mutilasi ini melibatkan banyak tempat kejadian perkara (TKP). Korban Uswatun Khasanah berasal dari Blitar, pelaku Antok ‘’Si Koper Merah’’ lahir dan tinggal di Tulungagung, pembunuhan dilakukan di hotel wilayah Kediri, kemudian pembuangan potongan tubuh di Ngawi, Trenggalek, dan Ponorogo.

Lantas, di mana tempat Antok bakal menjalani persidangan? Bagi mereka yang awam mungkin saja bingung. Nah, di sinilah pentingnya pemahaman tentang konsep tempus dan locus dalam sebuah perkara tindak pidana. Tempus dan locus adalah dua konsep penting yang saling berkaitan, namun memiliki perbedaan mendasar.

Memahami perbedaan keduanya sangat krusial untuk menentukan berlakunya hukum, kewenangan pengadilan, dan aspek-aspek lain dalam proses peradilan pidana. Tempus delicti adalah waktu ketika suatu tindak pidana dilakukan. Ini merupakan titik waktu yang sangat penting dalam hukum pidana.

Dari keterangan pelaku dan bukti-bukti yang dikumpulkan polisi, pembunuhan mutilasi itu terjadi pada Minggu, 19 Januari, di sebuah hotel di Kediri. Ini adalah tempus delicti untuk tindak pidana pembunuhan. Adapun tindakan mutilasi dilakukan pada Senin dini hari, 20 Januari, setelah pembunuhan terjadi. Ini adalah waktu tindakan memutilasi korban.

Lantas, pembuangan potongan tubuh korban dilakukan mulai Selasa, 21 Januari. Dimulai dari membuang potongan badan korban di Ngawi, kemudian kepala di Trenggalek, dan potongan kaki di Ponorogo. Sehari sebelumnya, jenazah korban yang sudah dikemas dalam koper dan bungkusan platik itu sempat diinapkan di Tulungagung, rumah kosong milik nenek pelaku.

Nah, pentingnya tempus delicti dalam kasus pembunuhan mutilasi tersebut, pertama, penerapan hukum. Hukum yang akan diterapkan kepada pelaku adalah hukum yang berlaku pada saat tindak pidana dilakukan, yakni pada tanggal 19-20 Januari 2025, ketika Antok melakukan pembunuhan dengan cara mencekik dan membentukan ke lantai hingga tewas, kemudian memutilasi jasad korban.

Seperti diketahui, dalam hal ini pemerintah telah merevisi KUHP. Namun, UU baru tentang KUHP itu baru akan berlaku pada 2026 mendatang. Karena tempus delicti pembunuhan terjadi pada 19-20 Januari 2025, maka jerat hukuman terhadap Antok masih menggunakan KUHP sebelum revisi.

Kedua, perencanaan pembunuhan. Tempus delicti membantu penyidik untuk memahami kronologi kejadian dan menguatkan dugaan adanya perencanaan pembunuhan. Dalam perkara pembunuhan mutilasi ini, polisi telah menyebutkan unsur perencanaannya kuat. Karena itu, pelaku dijerat dengan pasal pembunuhan berencana atau Pasal 340 KUHP. Ancama hukumannya penjara seumur hidup atau hukuman mati.

Ketiga, alib pelaku. Tempus delicti krusial untuk membantah alibi yang mungkin diajukan oleh pelaku. Dengan mengetahui kapan tindak pidana terjadi, penyidik dapat mencocokkan dengan bukti lain untuk memastikan keberadaan pelaku pada saat kejadian. Misalnya, kondisi kejiwaan ketika pelaku melakukan pembunuhan dan mutilisasi. Apakah dalam gangguan jiwa atau tidak? Sebab, kalua gangguan jiwa, maka proses penanganannya bisa berbeda.

Keempat, penuntutan. Meskipun dalam kasus pembunuhan masa kedaluwarsa penuntutannya cukup lama, tempus delicti tetap menjadi titik awal perhitungan masa kedaluwarsa.

Masa kadaluarsa penuntutan kasus pembunuhan di Indonesia adalah 18 tahun sejak terjadinya tindak pidana. Jika pelaku sudah ditangkap, yang terpenting adalah proses penyidikan dan penuntutan harus dilakukan sebelum masa kadaluarsa berakhir.

Sementara itu, tindak pidana pembunuhan dan mutilasi terjadi di sebuah hotel di Kediri. Ini adalah locus delicti utama dalam kasus ini. Meski potongan tubuh korban dibuang di beberapa lokasi, yaitu Ngawi, Ponorogo, dan Trenggalek sebagai bagian dari upaya penghilangan jejak, namun tempat pembuangan tidak secara langsung menentukan kewenangan pengadilan.

Karena itu, locus delicti, dalam hal ini Kediri, adalah faktor utama yang menentukan pengadilan mana yang berwenang mengadili perkara ini. Berdasarkan Pasal 84 KUHAP, pengadilan negeri yang berwenang adalah pengadilan negeri di wilayah hukum tempat tindak pidana pembuniham dan mutilasi dilakukan.

Kendati demikian, dalam beberapa perkara dan pertimbangan tertentu, bisa saja proses peradilan tidak mengacu locus delicti. Misalnya, faktor keamanan dan sejenisnya. Sebab, hukum pidana berlaku di seluruh Indonesia. Artinya, aparat penegak hukum memiliki kewenangan untuk menentukan wilayah yuridiksi tersebut. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News



No More Posts Available.

No more pages to load.