KabarBaik.co – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Bojonegoro tengah memproses kasus dugaan pungutan liar (pungli) dalam proses pendirian toko modern. Salah seorang yang segera dipanggil yaitu mantan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, Yusnita Liasari.
Yusnita Liasari pun memastikan bakal hadir dan siap memberi keterangan kepada polisi terkait dugaan pungli dalam proses pendirian toko modern tersebut. “Siap memberikan keterangan,” tegas Yusnita Liasari saat dihubungi, Sabtu (22/2).
Selain Yusnita, Satreskrim Polres Bojonegoro juga bakal memanggil mantan Kadisdagkop Kabupaten Bojonegoro, Sukaemi, pada pekan depan. Sayangnya, jika Yusnita mengaku siap buka suara, sedangkan Sukaemi memilih bungkam. “Kami panggil (Sukaemi dan Yusnita Liasari) minggu depan,” ujar Kasatreskrim Polres Bojonegoro, AKP Bayu Adjie Sudarmono.
Sukaemi kini telah dimutasi sebagai Staf Ahli Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan Pemkab Bojonegoro. Sedangkan, Yusnita Liasari saat ini menjabat sebagai kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Bojonegoro.
Polres Bojonegoro melalui Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim sebelumnya telah melayangkan panggilan terhadap pihak-pihak terkait dugaan pungli pengurusan izin toko modern. Di antaranya, lima pemilik gerai dan perusahaan toko modern berjejaring. Namun dari lima pemilik gerai toko modern tersebut, dua di antaranya mangkir, satu pihak tidak hadir tanpa disertai alasan, sedangkan satu lagi beralasan tengah di luar negeri.
Polemik ini timbul ketika jumlah toko modern melebihi kuota sebagaimana diatur dalam Perbup 48/2021. Sejumlah fakta pun terkuak saat rapat kerja antara Komisi B DPRD Bojonegoro dengan DPMPTSP dan Disdagkop UM. Saat itu terjadi dua penafsiran berbeda dari dua organisasi perangkat daerah (OPD).
Suakemi mengklaim pihaknya memiliki kewenangan menerbitkan rekomendasi pendirian toko modern berdasar Perbup 48/2021. Sebaliknya, Yusnita membantah dalam penerbitan izin toko modern tidak diperlukan rekomendasi dari Disdagkop UM. ”
Dalam Perbup 48/2021 pasal 10 ayat 1 huruf d, disebutkan mendapatkan rekomendasi teknis izin usaha. Berarti artinya yang berhak adalah Disdag, ketika itu belum Disdagkop UM,” kata Sukaemi memberikan tafsiran aturan tersebut.
Menurut Sukaemi, Disdagkop UM memiliki tugas pokok dan fungsi (tusi) memberikan rekomendasi. Tetapi sebelumnya harus berpedoman pada ITR (Informasi Tata Ruang) dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Penataan Ruang (DPU Bima PR). Jika lokasi dimaksud DPU Bima PR boleh sebagai kawasan perdagangan, maka pihaknya mempedomani untuk menerbitkan rekomendasi, apabila masih ada kuota.
“Misalnya kecamatan kota, kami lihat kuotanya 19, sedangkan dalam catatan kami (baru 17) kami belum merekom 19. Maka kami masih punya kewenangan mengeluarkan rekom, setelah itu dimasukkan dalam SIMBG (Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung) sebagai persayaratan untuk mendapatkan PBG,” jelasnya.
Rekomendasi yang harus ada menurut Kemmi itu dibantah DPMPTSP. Penerbitan izin tidak perlu ada rekomendasi. Hal ini bertentangan dengan klaim Kemmi yang baru menerbitkan 17 rekomendasi, sebab mengacu pada perbup yang sama, kuota pendirian toko modern sudah habis.
“Izin yang kami terbitkan sudah sesuai dengan Perbup 48/2021, untuk kuota Kecamatan Bojonegoro sudah penuh (19), terakhir kami terbitkan tahun 2021. Itu sebelum terbit Perbup 48, maka setelah itu kami tidak terbitkan izin lagi karena kuota sudah penuh,” beber Yusnita.
“Jadi rekomendasi Pak Kemmi itu tidak ada di OSS pak, izin usaha kan diproses di OSS, bukan di lainnya, dan OSS tidak mensyaratkan rekomendasi,” tegas Lia, panggilan karib Yusnita Liasari
Sebaliknya, mantan Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro (Disdagkop UM) memilih bungkam kepada media. (*)