PPP Nasibmu Kini, Pernah 99 Kursi di Zaman Soeharto, Nol di Masa Jokowi

Editor: Hardy
oleh -1400 Dilihat
Ilustrasi massa PPP

KabarBaik.co- Rabu (20/3) malam, bertepatan dengan 9 Ramadan, menjadi mimpi buruk bagi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Hasil Pemilu 2024 yang diumumkan KPU RI, parpol berlambang Kakbah itu gagal menempatkan kadernya di Senayan, sebutan gedung DPR RI. Capaian suaranya tidak sampai memenuhi ambang batas minimal (parliamentary threshold) suara 4 persen.

Hasil rekapitulasi perhitungan perolehan suara tingkat nasional, PPP mendapat 5.878.777 suara yang tersebar di 84 daerah pemilihan (dapil) se-Indonesia. Dari jumlah suara sah Pileg 2024 sebanyak 151.796.630, PPP hanya meraup 3,87 persen suara.

Nah, mengacu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, parpol yang gagal meraih sedikitnya 4 persen suara secara nasional, maka tidak dapat mengonversi suaranya itu menjadi kursi di Senayan.

Duh, Kali Pertama Jalan PPP ke Senayan Kandas

Memang, tidak hanya PPP yang gagal mencapai ambang batas minimal suara tersebut. Sepuluh parpol lain yang menjadi kontestan di Pemilu 2024, juga mengalami nasib serupa. Kandas. Termasuk Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dipimpin Kaesang Pangarep, anak Presiden RI Joko Widodo. Hanya delapan parpol yang lolos ke Senayan.

Namun, bagi PPP hasil tersebut jelas menjadi pil pahit. Betapa tidak. Sejak kali pertama mengikuti Pemilu pada 1973 atau sudah lebih dari 50 tahun, selalu berhasil mengantarkan kadernya ke Senayan.  Pada Pemilu 1973, misalnya. Kala itu zaman Orde Lama di bawah Presiden Soeharto, PPP sukses mendapatkan 94 kursi dari kuota 360 kursi DPR RI.

Baca juga:  50 Calon Anggota DPRD Gresik Terpilih, Hasil Prediksi dari Real Count KPU (3)

Bahkan, pada Pemilu 1977 dengan M Syafaat Mintaredja sebagai ketua umum, persentase kursi PPP tercatat paling banyak dibandingkan pemilu-pemilu lainnya. Yakni, menembus 99 kursi (29, 29 persen) dari kuota 360 kursi di DPR RI. Sejak itu, meski tetap mendapatkan kursi hingga Pemilu 2019, praktis persentase raihan kursi PPP terus melorot.

Dikutip dari laman resmi PPP, parpol ini didirikan pada 5 Januari 1973 yang merupakan hasil gabungan empat partai berbasis Islam. Yakni, Partai Nahdhatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Perti.

Anang Gagal Comeback, Dhani Lolos, Krisdayanti Kandas di Dapil Malang Raya

Partai ini dipelopori KH Idham Chalid (ketua umum PBNU waktu itu), H. Mohammad Syafaat Mintaredja (ketua umum Parmusi), Haji Anwar Tjokroaminoto (ketua umum PSII), Haji Rusli Halil (ketua Umum Perti), dan Haji Mayskur (ketua Kelompok Persatuan Pembangunan di DPR). Dengan hasil gabungan dari partai-partai besar berbasis Islam, maka PPP telah memproklamirkan diri sebagai “Rumah Besar Umat Islam”.

Baca juga:  Rekapitulasi Tuntas, 14 Calon Incumbent Ini Gagal Bertahan di DPRD Gresik

Awal berdiri PPP menerapkan asas Islam dengan lambang Kakbah. Namun, sejak 1984, PPP menggunakan asas Negara Pancasila sesuai peraturan perundang-undangan dan sistem politik yang berlaku saat itu. Ini disebabkan karena adanya tekanan politik dalam kekuasaan Orde Baru. Selanjutnya, PPP secara resmi menggunakan asas Pancasila dengan lambang Bintang dalam segi lima berdasarkan Muktamar I PPP tahun 1984.

Dalam perjalannya, PPP kembali menggunakan asas Islam dengan lambang Kakbah sejak tumbangnya kekuasaan Presiden Soeharto berdasarkan kesepakatan dalam Muktamar IV akhir 1998. PPP berkomitmen untuk terus menjaga keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila, meskipun partai menggunakan asas Islam.

PPP melantik ketua umum yang pertama pada periode 5 Januari 1973 hingga 1978. Ketua umum pertama adalah H. Mohammad Syafaat Mintaredja. Selanjutnya, berturut-turut antara lain Jailani Naro, Ismail Hasan Metareum, Hamzah Haz, dan Suryadharma Ali. Selanjutnya, pada Muktamar VIII 2016 Romahurmuziy (Gus Romi) terpilih secara aklamasi menjadi ketua umum.

Lalu, berganti dipimpin Suharso Monoarfa yang terpilih pada Muktamar IX, di Makassar. Saat ini, PPP dipimpin Muhamad Mardiono yang terpilih sebagai ketua umum pada Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) 5 September 2022.

Baca juga:  Kabar Gembira! Masa Jabatan Bupati-Wali Kota Hasil Pilkada 2020 Diperpanjang, Ada Gresik, Sidoarjo, dan Surabaya

Kendati kandas di DPR RI, perolehan kursi PPP di DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota tidak hilang. Ini seperti nasib PSI dan beberapa parpol kecil lain, yang mendapatkan kursi di DPRD provinsi dan kabupaten/kota, tapi suara di DPR RI tidak mendapatkan alias nol dampak ambang batad. Boleh jadi, pada pemilu-pemilu mendatang, PPP bisa bangkit kembali.  Bukankah ada adagium tidak ada yang tidak mungkin dalam politik. (*)

—-

Perolehan Kursi PPP dari Pemilu ke Pemilu di DPR RI

  • 1973  94 kursi dari 360 kursi
  • 1977  99 kursi dari 360 kursi
  • 1982  94 kursi dari 360 kursi
  • 1987  61 kursi dari 400 kursi
  • 1992  62 kursi dari 400 kursi
  • 1997  89 kursi dari 400 kursi
  • 1999  58 kursi dari 500 kursi
  • 2004  58 kursi dari 550 kursi
  • 2009  38 kursi dari 560 kursi
  • 2014  39 kursi dari 560 kursi
  • 2019  19 kursi dari 575 kursi
  • 2024   0 kursi dari 580 kursi

 

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News


No More Posts Available.

No more pages to load.