KabarBaik.co – Sistem pembayaran digital Indonesia kembali mencatatkan sejarah baru. Sejak diluncurkan oleh Bank Indonesia pada 14 Maret 2025, inovasi terbaru bernama QRIS Tap telah menarik perhatian publik sebagai bentuk evolusi dalam sistem transaksi digital nasional. Berbasis teknologi Near Field Communication (NFC), QRIS Tap memungkinkan pembayaran dilakukan hanya dengan menyentuhkan ponsel ke mesin pembaca, tanpa perlu membuka aplikasi ataupun memindai kode QR.
Dedy Mainata, S.E., M.Ag., akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda, menyebut bahwa QRIS Tap bukan hanya kemajuan teknis, tetapi juga mencerminkan transformasi sosial-ekonomi yang luas.
“Kita menyaksikan bagaimana perubahan besar seringkali hadir lewat lompatan kecil. Dari uang tunai ke kartu, dari kartu ke dompet digital, dan kini dari scan ke sentuhan. QRIS Tap adalah wajah baru transaksi digital Indonesia—lebih cepat, lebih efisien, dan lebih inklusif,” ungkap Dedy yang saat ini tengah menempuh studi doktoral pada Program Doktor Perekonomian Islam dan Industri Halal di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Minggu (15/6).
Menurut data Bank Indonesia, pada April 2025 terjadi lonjakan transaksi QRIS sebesar 154,86% secara tahunan, menandakan penerimaan publik yang tinggi terhadap infrastruktur digital ini. Dengan dukungan pencairan dana yang lebih cepat oleh penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) seperti BCA—yang kini melakukan pencairan hingga lima kali sehari—QRIS Tap memberikan dampak signifikan bagi pelaku usaha kecil dan UMKM.
Dedy menambahkan bahwa inovasi ini bisa menjadi gerbang menuju masyarakat cashless yang sesungguhnya. “Bayangkan Anda bisa naik bus, membeli sarapan, membayar parkir hanya dengan satu sentuhan. Tidak ada uang tunai, tidak perlu buka aplikasi. Ini revolusi gaya hidup dan arsitektur keuangan yang baru,” katanya.
Namun demikian, ia juga menyoroti tantangan penting yang harus diantisipasi. Salah satunya adalah keterbatasan akses masyarakat terhadap perangkat dengan teknologi NFC. “Jika tidak diantisipasi, justru akan terjadi eksklusi digital. Inovasi yang seharusnya inklusif bisa menjadi diskriminatif,” ujar Dedy yang juga dikenal aktif sebagai peneliti, penulis buku ajar, reviewer jurnal internasional, serta mitra kolaborasi riset Bank Indonesia dan OJK. (*)





