Tak Kunjung Ada Titik Temu, Sengketa Tanah Makam Watukebo Dibahas di DPRD Banyuwangi

oleh -166 Dilihat
IMG 20250429 WA0023
Sengketa Tanah Makam Watukebo Dibahas di DPRD Banyuwangi

KabarBaik.co – Sengketa tanah makam di Dusun Krajan, Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi yang akhirnya dibahas dalam rapat dengar pendapat di DPRD Banyuwangi, pada Selasa (29/4).

Mediasi tersebut dipimpin oleh Ketua Komisi I, Marifatul Kamila dan diikuti oleh Sejumlah Warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Watukebo Bersatu, Kepala Desa, Camat Blimbingsari, ATR BPN, Sejumlah OPD, Kemenag serta Yayasan Pendidikan Islam dan Sosial Darul Aitam Al Aziz sebagai pemegang sertifikat wakaf yang kini dipersoalkan.

Mediasi kurang lebih berlangsung selama 2 jam dan berlangsung panas. Hingga selesai, rapat mediasi tersebut masih buntu dan belum juga ada kejelasan terkait tanah makam tersebut.

“Karena buntu kami merekomendasikan untuk dilakukan mediasi lagi di Desa Watukebo dan waktunya menunggu dari pak Camat. Mediasi lanjutan ini wajib dilakukan,” kata Marifatul Kamila.

Bila mediasi lanjutan itu tidak dilakukan rekomendasi dari Komisi I, kata Rifa, adalah peninjauan kembali sertifikat wakaf atas nama Yayasan Pendidikan Islam dan Sosial Darul Aitam Al Aziz yang dipersoalkan tersebut.

 

Dari hasil mediasi Rifa perlahan mulai bisa merunut akar persoalan sengeketa tanah makam itu. Berdasarkan data yang diterimanya dari Kepala Desa tanah tersebut memang adalah tanah makam. Hal itu diperkuat dengan data pada buku kerawangan desa.

“Bunyi pada kerawangan yang itu adalah dari BPN, bunyinya adalah tanah makam,” terang Rifa.

Hal yang menjadi persoalan, lanjut Rifa, tanah makam itu mendadak diklaim atas nama perseorangan yang kemudian bertindak mewakafkan tanah makam itu hingga terbit sertifikat. “Tapi berdasarkan data yang ada tanah itu jelas tanah desa, disini ada hal janggal dalam proses sertifikasi ini yang perlu diusut,” tegasnya.

Sementara itu kuasa hukum Forum Masyarakat Watukebo, Abdul Hafidz meminta sertifikat wakaf Nomor 00037 tersebut dibatalkan. Sebab, sertifikat tersebut terbit tanpa landasan hukum yang jelas.

“Atau opsi lainnya adalah sertifikat dialihkan, bukan lagi milik yayasan tapi menjadi milik takmir masjid Watukebo. Dikelola lagi oleh masyarakat. Kalau masih buntu, kami akan bawa persoalan ini ke ranah hukum. Kami menduga ada permainan mafia tanah dan itu juga yang kami laporkan,” tegasnya.

Sementara itu, perwakilan yayasan Ahmad Nur Roni Khoiron mengaku memiliki landasan jelas mengapa tanah tersebut terbit sertifikat dan kemudian menjadi milik yayasan. Dalam tahap ini, pihak yayasan mengaku siap mengikuti prosedur yang ada bahkan ketika harus ke ranah hukum.

“Kami siap mengikuti prosedur yang ada,” terang Nur Roni dalam rapat dengar pendapat.

Sebagai informasi, Sengketa Tanah Pemakaman Umum (TPU) di Dusun Krajan, Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi telah terjadi sejak terbitnya sertifikat wakaf atas nama yayasan pada akhir tahun 2024 lalu.

Warga sebagai ahli waris makam protes. Padahal sejak ratusan tahun, tanah itu adalah makam. Bahkan sudah ada ribuan leluhur yang dimakamkan di lokasi tersebut. Kedudukan itu juga diperkuat dengan data kerawangan desa yang berbunyi bila tanah itu adalah tanah makam desa.

Dalam buku kerawangan desa, luas tanah makam seharusnya 2.562 m². Namun dalam sertifikat yang terbit berkurang menjadi 1.649 m2. Oleh karenanya warga menduga ada indikasi perubahan batas dan pemanfaatan tanah yang tidak sah serta keterlibatan mafia dalam proses sertifikasi tersebut.(*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Penulis: Ikhwan
Editor: Gagah Saputra


No More Posts Available.

No more pages to load.