KabarBaik.co – Sidang perkara dugaan kredit fiktif di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Daerah Bojonegoro telah memasuki tahap pemeriksaan para terdakwa. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya telah memeriksa terdakwa SH, H, dan IWF.
Sidang tipikor ini dipimpin hakim ketua Cokia Ana Pontia Oppusunggu bersama dua hakim anggota, Alex Cahyono dan Arief Agus Nindito, serta panitera pengganti, Yanid Indra Harjono.
Terdakwa IWF adalah Biro Pemasaran pada PD BPR Bank Daerah Bojonegoro. Dia didakwa bekerja sama dengan SH yang berprofesi sebagai kontraktor, maupun dengan H untuk mencairkan pinjaman fiktif.
Namun, penasehat hukum (PH) terdakwa SH dan H, Nursamsi, mencermati fakta persidangan di mana kliennya tidak saling kenal dengan IWF. Sehingga dalam logikanya tidak mungkin bisa terjadi kerja sama. Karena itu tidak bisa dipersalahkan apalagi jika kesalahan itu mengacu pada standar operasional prosedur (SOP) karena urusan internal BPR.
“Seharusnya Pak SH dan H tidak bisa dipersalahkan karena SOP adalah urusan internal Bank BPR, apalagi SH dan H tidak saling kenal dengan IMF selaku Biro Pemasaran PD BPR Bojonegoro yang jadi terdakwa. Sehingga sangat tidak mungkin ada unsur kerjasama untuk mendapatkan kredit,” tegas Nursamsi, Kamis (31/10).
Menurut Nursamsi, selama ini garis besar ceritanya yang muncul sebagai fakta persidangan yaitu kredit konstruksi yang dicairkan BPR kepada terdakwa SH dan H dianggap tidak sesuai SOP PD BPR Bojonegoro.
Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri Bojonegoro, Reza Aditya Wardhana, membenarkan sidang telah masuk tahap pemeriksaan para terdakwa, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kali ini ialah Agungsih dan Muhammad Arifin. ”Pada Rabu pekan depan acara sidang pembacaan surat tuntutan dari JPU,” kata Reza.
Untuk diketahui, terdakwa SH adalah seorang pengusaha konstruksi dalam perkara dugaan kredit fiktif di BPR Bank Daerah Bojonegoro. Kasus itu juga melibatkan IWF seorang perempuan oknum pegawai bank milik pemerintah daerah tersebut. BPR Bank Daerah Bojonegoro ditaksir menderita kerugian sekira Rp 600 juta.
Tersangka H dalam perkara ini diduga telah melakukan peminjaman ke BPR Bank Daerah Bojonegoro senilai Rp 500 juta dengan jaminan kegiatan peningkatan Jalan Luwihaji, Ngraho, pada 2016 sebesar Rp 1,4 miliar yang harus dilunasi pada 1 April 2017.
Setelah tersangka tersangka H mendapatkan pembayaran penuh dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, kewajiban pembayaran atas pinjaman yang telah ia lakukan tidak dilaksanakan.
Sementara untuk menutup pinjaman itu, tersangka H didakwa bekerja sama dengan IWF yang merupakan admin BPR Bojonegoro untuk dibuatkan kredit baru sebesar Rp 500 juta. Ini dilakukan dengan berbagai syarat pinjaman yang tidak sesuai, dengan tujuan untuk menutup kredit yang lama. (*)