Tunda atau Batalkan Revisi UU TNI! Ini 6 Sikap Tegas Jaringan GusDurian

oleh -1379 Dilihat
ALISSA WAHID
Alissa Wahid (Foto Antara)

KabarBaik.co- Dalam beberapa hari terakhir, DPR RI dan pemerintah membahas Revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Revisi UU itu menuai protes dan kecaman dari masyarakat pro-demokrasi. Sebab, ada banyak persoalan dalam agenda tersebut. Mulai tidak adanya urgensi, rapat diadakan di hotel mewah, hingga penjagaan ketat oleh Komando Operasi Khusus (Koopssus) TNI, salah satu unit pasukan elite yang dibentuk untuk menangani aksi terorisme.

Meski menimbulkan gejolak, pembahasan RUU TNI disebut sudah rampung. Lalu, akan dibawa ke siding paripurna untuk disahkan menjadi Undang-undang oleh DPR, pada Kamis (20/3). Salah satu kekhawatiran besar adalah RUU TNI berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI, yang sudah dihapus di masa Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Tembakan Maut Prajurit di Tengah Gaduh Revisi Undang-Undang TNI

Penghapusan dwifungsi ABRI itu kemudian dirumuskan menjadi UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI sebagai bagian integral reformasi TNI.

Di masa Orde Baru (Orba), dwifungsi ABRI diterjemahkan dalam tindakan masuknya tentara dalam segala sendi kehidupan. Dwifungsi ABRI menjadi alat untuk mencampuri urusan semua pihak tanpa terbendung lagi. Orang sipil seolah-olah tidak mempunyai hak sama sekali untuk menentukan segala sesuatu tanpa izin ABRI, seperti pemilihan lurah dan sebagainya.

Masuknya ABRI untuk mengurusi semua bidang tersebut mematahkan inisiatif di bawah. Masyarakat merasa tidak ada gunanya lagi mencari alternatif karena akan dikalahkan alternatif dari militer. Hal ini merupakan praktik yang buruk dalam kehidupan berdemokrasi.

Dalam sistem demokrasi yang sehat, militer harus berada di bawah kontrol sipil dan tidak memiliki peran langsung dalam pemerintahan atau politik. Hal ini dikarenakan demokrasi mengutamakan supremasi sipil, yakni pemerintahan dijalankan oleh warga sipil yang dipilih secara demokratis. Dwifungsi militer akan mengaburkan batas antara ranah militer dan sipil, sehingga melemahkan kontrol sipil atas angkatan bersenjata.

Karena itu, Jaringan Gusdurian menyatakan sikap. Pertama, menolak revisi UU TNI yang berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi TNI/Polri. Prajurit aktif harus fokus pada tugas pertahanan negara, bukan politik atau administrasi pemerintahan,’’ kata Alissa Wahid, Direktur Jaringan GusDurian dalam siaran tertulisnya, Rabu (19/3).

#TolakRUUTNI Trending! Jadi Jejak Digital, Ini Profil Ketua Panja dari PDIP Utut Adianto dan Jumlah Kekayaan

Putri Gus Dur itu menegaskan, keterlibatan prajurit aktif dalam politik dapat mengurangi profesionalisme dan membuat tentara abai terhadap tugas utamanya sebagai penjaga kedaulatan negara. Selain itu, dengan kekuatan bersenjata dan posisi strategis dalam pemerintahan, tentara berpotensi menyalahgunakan kekuasaan, melanggar HAM, dan bersikap represif terhadap masyarakat.

Kedua, lanjut Alissa, meminta DPR RI dan pemerintah untuk membatalkan atau menunda paripurna pengesahan RUU TNI karena cacat proses. Pembahasan sebuah UU harus melibatkan publik dan dilakukan secara terbuka dan transparan. DPR RI semestinya menjadi representasi masyarakat, bukan mewakili golongan elite dalam membahas undang-undang.

Ketiga, mengecam pembahasan RUU TNI yang tidak transparan dan cenderung menghindari pengawasan publik. Apalagi, rapat tersebut menggunakan fasilitas mewah di tengah banyaknya jargon efisiensi yang berimbas pada memburuknya pelayanan publik di berbagai sektor.

Keempat, mengajak DPR, pemerintah, dan partai politik untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara dengan mendukung agenda reformasi demi kuatnya demokrasi. ‘’Menyetujui RUU TNI yang berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi TNI/Polri adalah bentuk pengkhianatan pada reformasi,’’ tegas Alissa.

Dibekuk Berkaos Doreng, Terduga Penembak 3 Polisi hingga Tewas saat Bertugas Gerebek Judi Sabung Ayam

Kelima, mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mengawal demokrasi dan semangat reformasi yang menjunjung tinggi supremasi sipil. Keenam, mengajak seluruh penggerak GusDurian untuk melakukan konsolidasi nasional bersama jejaring masyarakat sipil di berbagai titik, guna mengamati dinamika sosial dan politik serta menyiapkan langkah-langkah strategis untuk menyelamatkan demokrasi. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini



No More Posts Available.

No more pages to load.