DOR…dor…dor! Suara senjata api menyalak. Dari 17 anggota Polri, tiga orang di antaranya tertembak. Mati. Dari hasil otopsi, tiga korban itu mengalami luka tembak di bagian kepala. Ada juga yang menembus dada. Foto-foto jenazah korban yang berseliweran di media sosial, sungguh teramat mengerikan. Tergeletak dengan bersimbah darah.
Kejadian tersebut bukan sebuah drama atau film action. Namun, nyata adanya. Memang, peristiwa itu nun jauh di wilayah hukum Kabupaten Way Kanan, Lampung. Tepatnya, di Kampung Karang Manik, Kecamatan Negara Batin. Di pinggiran sebuah hutan. Yang menjadi arena perjudian sabung ayam. Berpuluh kilometer dari perkotaan setempat.
Kendati kejadian tragis itu di pelosok hutan, gemanya terbilang se-Nusantara. Membuat heboh para petinggi negeri. Tidak hanya menjadi topik bahasan para penikmat warkop di kampung-kampung. Gang-gang kecil. Namun, juga menggetarkan para jenderal hingga politikus Senayan.
Senin (17/3), bertepatan dengan 17 Ramadan 1446 H, tiga anggota Polri berpulang dalam tugas. Ketiganya adalah Kapolsek Negara Batin Iptu Lusiyanto, Bripka Petrus Apriyanto, dan Bripda M Ghalib Surya Ganta. Mereka gugur dalam tugas ketika hendak menertibkan salah satu penyakit masyarakat (pekat). Perjudian, jenis sabung ayam.
Yang membuat publik geleng-geleng kepala dan mengelus dada adalah terduga pelaku penembakan. Yakni, dua oknum prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI). Keduanya sekaligus diduga sebagai backing arena perjudian sabung ayam tersebut. Indikasinya, di media sosial, terduga pelaku mengumumkan secara terbuka pelaksanaan adu ayam itu.
Dua terduga pelaku oknum TNI itu adalah Kopral Kepala (Kopka) Basarsyah dan Pembantu Letnan Satu (Peltu) Lubis. Keduanya berdinas di Koramil kecamatan setempat. Terduga pelaku itu telah dibekuk dan ditahan di Detasemen Polisi Militer Lampung untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
Mabes Polri berkabung. Bendera setengah tiang. Ucapan belasungkawa, duka cita, bertebaran. Polres ramai-ramai mengadakan salat Gaib untuk tiga korban yang gugur dalam tugas tersebut. Insiden itu juga memicu reaksi keras dari berbagai kalangan. Mulai anggota DPR, Kompolnas hingga para pegiat demokrasi. Mereka mengecam aksi brutal itu dan mendorong agar semua yang terlibat dihukum maksimal sesuai perbuatannya. Tanpa pandang bulu.
Mafhum, insiden tersebut terjadi di tengah polemik pembahasan revisi Undang-Undang TNI. Revisi tersebut menuai kontroversi. Sebab, dianggap berpotensi mengancam profesionalisme TNI dan membuka peluang kembalinya dwifungsi ABRI seperti era Orde Baru silam. Di mana prajurit militer dapat menduduki jabatan-jabatan sipil. Proses pembahasan RUU itu terkesan tertutup dan tergesa-gesa. Digelar di sebuah hotel mewah di tengah tiupan terompet efisiensi oleh Presiden, dan terkesan tergesa-gesa.
Dalam konteks ini, langsung atau tidak, insiden penembakan tiga polisi oleh oknum TNI itupun menambah kekhawatiran publik tentang potensi penyalahgunaan wewenang. Apakah revisi UU TNI yang pada pokoknya mengatur perluasan penempatan prajurit TNI dan perpanjangan usia pensiun TNI itu memang sedemikian mendesak dan urgen? Bukankah lebih penting untuk bersama-sama membangun dan meningkatkan kepercayaan masyarakat di tengah kondisi perekonomian Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja sekarang ini?
Sungguh, kita semua pasti tetap menaruh harapan sangat besar pada TNI. Pun demikian juga Polri. Kedua kesatuan ini merupakan garda terdepan bidang pertahanan, keamanan dan ketertiban Ke depan, rakyat berharap TNI-Polri akan semakin profesional dan berintegritas. Terus bergandengan tangan. Bukankah dalam sejarah kelahirannya, TNI-Polri buah dari peluh, keringat, bahkan darah rakyat?
Kita percaya masih begitu banyak prajurit-prajurit baik. Jujur dan berintegritas. Baik TNI maupun Polri. Namun, kita semua pasti setuju jangan ada lagi suguhan-suguhan kengerian seperti tragedi Kampung Manik. Nila setitik, merusak susu sebelanga. Diakui atau tidak, kasus-kasus seperti itu sungguh menorehkan pilu, menggerus rasa dan kepercayaan. Kalau kemudian, kepercayaan tercederai lantas kemana dan kepada siapa lagi kita berharap? Mungkin seperti dalam syair Ebiet G, Ade: ”Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang.”
Tetap, bravo TNI-Polri kita, Jayalah Negeriku, Majulah Bangsaku! (*)