KabarBaik.co – Tren kasus stunting di Kota Mojokerto terus menurun. Berbagai upaya masif digencarkan. Dampaknya terlihat dari perhitungan Elektronik Pencatatan Laporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPBGM) dari 3,12 pada 2022 menjadi 2,04 pada 2023 dan mencapai 1,85 untuk akhir Juli 2024 kemarin.
Untuk hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) prevalensi stunting nasional tahun 2023 di angka 21.5 persen, di Provinsi Jawa Timur mencapai 17.7 persen dan Kota Mojokerto mencapai 11 persen.
Data tersebut disajikan saat Audit Kasus Stunting I yang digelar oleh Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana di Pendopo Sabha Kridatana Rumah Rakyat, Kamis (15/8).
Sekretaris Daerah Kota Mojokerto, Gaguk Tri Prasetyo yang hadir mewakili Pj Wali Kota M Ali Kuncoro saat pembukaan menyampaikan, penanganan stunting sangat berkaitan erat dengan program pemerintah Indonesia untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Menurut Gaguk untuk wujudkan Indonesia emas ada beberapa hal yang harus dipersiapkan. Bukan hanya soal infrastruktur, teknologi informasi, tidak hanya sekedar regulasi tapi yang terpenting adalah sumber daya manusia (SDM).
“Bonus demografi akan kita hadapi mulai 2030, apabila mulai dari sekarang kita persiapkan dengan tepat, maka akan menjadi potensi luar biasa,” jelasnya.
Sosok Sekdakot terbaik se-Indonesia ini menerangkan bahwa salah satu ancaman dalam menyiapkan SDM yang produktif adalah masalah kesehatan dan salah satunya terkait persoalan stunting di setiap daerah.
“Penuntasan stunting menjadi program strategis nasional termasuk Kota Mojokerto. Dan stunting bukan semata-mata masalah kesehatan, ada masalah sosial, pendidikan dan pola hidup,” bebernya.
Menurutnya penanganan stunting harus melibatkan banyak pihak dan harus dilakukan secara masif di seluruh lini. Oleh karena itu banyak dinas yang terlibat untuk selesaikan masalah ini. Tujuan akhirnya tentu zero stunting, atau nol kasus stunting.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) dr. Farida Mariana menyoroti prevalensi stunting di Kota Mojokerto. Berdasarkan data yang diperoleh dari penimbangan balita yang ada di Posyandu, pada bulan Juli tercatat ratusan balita mengalami stunting.
“2024 awal kemarin terdapat 119 balita stunting, terus menurun menjadi 117 pada bulan Maret, dan menjadi 108 balita pada pengambilan data final di bulan Agustus 2024,” ujarnya
Lebih lanjut ia menjelaskan, dalam penanganan stunting diterapkan 3 intervensi, yaitu spesifik, sensitif, dan konvergensi (kolaboratif). Untuk area spesifik masuk ranahnya dinas kesehatan seperti pemeriksaan kesehatan dan penanganan penyakit.
“Juga ada bantuan dari Dinas Sosial untuk keluarga miskin, dan bedah rumah untuk keluarga balita stunting dari DPUPRPRKP, serta pelatihan wirausaha bagi orang tua balita stunting,” tutupnya. (*)