KabarBaik.co — Di penghujung Oktober 2025, para camat di Kabupaten Gresik berpacu dengan waktu. Tenggat 15 November menjadi garis akhir yang tak bisa ditawar. Semua data kemiskinan harus rampung diunggah ke sistem GresikSoya, aplikasi digital andalan Pemerintah Kabupaten Gresik. Di balik layar komputer dan rapat-rapat maraton, satu hal tengah diperjuangkan: memastikan tak ada warga miskin yang kehilangan haknya hanya karena data terlambat diperbarui.
Perlombaan akurasi data ini dipimpin langsung oleh Wakil Bupati Gresik Asluchul Alif, dalam rapat evaluasi kinerja aplikasi GresikSoya yang digelar di Ruang Graita Eka Praja, Kantor Bupati Gresik, Rabu (29/10). Seluruh camat hadir membawa laporan perkembangan pendataan di wilayah masing-masing. Rapat ini sekaligus menetapkan batas akhir finalisasi data kemiskinan sebagai dasar perencanaan program pengentasan kemiskinan tahun 2026.
“Kami mengapresiasi kecamatan yang telah berprogres cepat. Namun, kami minta agar Camat di wilayah dengan progres rendah segera dipercepat. Data yang terlambat berarti potensi warga miskin tidak terdata dan bisa kehilangan haknya di tahun 2026,” tegas Wabup Alif dalam arahannya.
Instruksi itu menjadi peringatan keras bagi kecamatan dengan progres rendah. Hingga 29 Oktober 2025, Kecamatan Panceng, Kedamean, dan Duduksampeyan tercatat memiliki capaian tertinggi dalam pendataan. Sebaliknya, Kecamatan Manyar, Balongpanggang, dan Gresik masih tertinggal jauh. Pemerintah memastikan, data yang terkumpul hingga batas waktu akan dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Gresik sebagai acuan resmi penyaluran bantuan sosial sepanjang tahun 2026.
Sistem GresikSoya, yang dikembangkan Dinas Sosial Kabupaten Gresik, kini menjadi tulang punggung kebijakan berbasis data di bidang kesejahteraan. Aplikasi ini memuat 21 indikator kemiskinan lokal yang diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 61 Tahun 2024. Melalui sistem ini, proses pendataan dilakukan secara terpadu dan real-time, memungkinkan pembaruan data yang lebih akurat dan cepat diverifikasi di lapangan.
Kepala Dinas Sosial Gresik Ummi Khoiroh, menjelaskan bahwa GresikSoya menjadi instrumen penting untuk memperkuat basis data sosial daerah. “GresikSoya unik karena menggunakan 21 Indikator Kemiskinan lokal yang ditetapkan dalam Perbup 61/2024. 21 indikator ini memungkinkan kita memiliki tolok ukur yang lebih sensitif dan sesuai dengan kondisi sosiologis masyarakat Gresik. Data ini nantinya akan menjadi dasar usulan ke dalam DTKS dan perbaikan data kemiskinan di tingkat daerah,” ujar Ummi.
Namun, keunggulan sistem digital tak berarti tanpa tantangan. Kecepatan penginputan dan ketepatan verifikasi di lapangan tetap bergantung pada kinerja di tingkat kecamatan dan desa. Karena itu, Wakil Bupati Alif menekankan pentingnya koordinasi langsung antara camat dengan bagian kesejahteraan rakyat (Kesra) di setiap desa dan kelurahan. Pendataan yang lambat bukan hanya persoalan administratif, tetapi menyangkut hak sosial warga miskin yang bergantung pada validitas data tersebut.
Dari sisi legislatif, dukungan juga datang dari Ketua DPRD Gresik, Syahrul Munir, yang menegaskan komitmen untuk mengawal akurasi data ini. “Data yang akurat dari GresikSoya adalah cerminan kondisi riil masyarakat. Kami di DPRD siap mengawal agar hasil data ini benar-benar menjadi dasar perencanaan yang matang dan adil bagi seluruh warga Gresik yang membutuhkan,” ujarnya.
Kini, menjelang pertengahan November, semangat mempercepat pendataan terasa hingga ke tingkat desa. Para camat bekerja di bawah tekanan waktu, memastikan tak ada data tertinggal sebelum sistem dikunci. Di Gresik, akurasi bukan sekadar target administratif, tetapi pertaruhan moral: bahwa satu baris data yang tepat bisa menentukan apakah seseorang mendapat haknya atau tidak. Perlombaan data itu kini sedang berlangsung dan hasilnya akan menentukan wajah keadilan sosial di tahun 2026. (*)


 
													




