KabarBaik.co – Pemerintah Amerika Serikat (AS) secara resmi menunda pemberlakuan kenaikan tarif impor dari Indonesia sebesar 32 persen selama 90 hari. Selama periode tersebut, tarif impor yang dikenakan hanya sebesar 10%. Penundaan ini membuka peluang bagi Indonesia untuk mengambil langkah strategis guna mengamankan hubungan dagang jangka panjang dengan AS.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, mengingatkan bahwa kebijakan tersebut menuntut respons cerdas dan cepat dari pemerintah Indonesia. Menurutnya, hubungan ekonomi internasional di bawah pemerintahan Donald Trump tidak berbasis pada prinsip multilateralisme seperti WTO, melainkan berlandaskan pada transaksi langsung, kekuatan tawar-menawar, dan pengaruh bilateral.
“Ada indikasi bahwa negara-negara yang tidak melakukan retaliasi terhadap kebijakan tarif Trump dianggap masih ingin menjalin hubungan dagang jangka panjang dengan AS,” ujar Adik saat ditemui di Surabaya, Jumat (11/4).
Trump menggunakan penundaan ini untuk menguji kesungguhan negara-negara “non-retaliasi” dalam membangun hubungan dagang. Dalam 90 hari ke depan, negara-negara tersebut diharapkan menunjukkan itikad baik dengan melakukan transaksi nyata, seperti membeli produk-produk AS. Jika berhasil, bukan hanya tarif yang dapat dihindari, tetapi juga peluang mendapatkan insentif dagang tambahan.
Adik menjelaskan bahwa kebijakan Trump sangat transaksional dan menggunakan pendekatan “stick and carrot”. Negara yang menunjukkan kesetiaan ekonomi melalui transaksi riil berpotensi mendapatkan sejumlah keuntungan. Sebaliknya, negara yang memilih untuk melawan dengan retaliasi tarif akan masuk dalam daftar target sanksi lebih berat.
“Pernyataan Trump seperti ‘Kami Tahu Kalian Tidak Bisa Bayar Lunas, Tapi Kami Ingin Lihat Itikad Baikmu’ menunjukkan bahwa periode 90 hari ini bukan tentang saldo dagang sempurna, tetapi tentang sinyal kesetiaan ekonomi,” kata Adik.
Menurutnya, ada beberapa bentuk reward yang mungkin diberikan jika Indonesia dianggap memenuhi ekspektasi:
• Penurunan Tarif Bertahap: Tarif 32 persen tidak langsung diberlakukan. Beberapa sektor, seperti produk pertanian, mungkin hanya dikenakan tarif sebesar 10 persen.
• Pengecualian Produk Tertentu: Indonesia dapat bernegosiasi agar produk unggulan seperti tekstil, alas kaki, atau komponen otomotif dikecualikan dari tarif penuh.
• Akses Preferensial ke Proyek Strategis AS: Perusahaan Indonesia berpeluang terlibat dalam proyek infrastruktur, energi, atau digitalisasi di AS melalui kemitraan strategis.
• Reputasi Sebagai Mitra Strategis: Status sebagai “Good Boy” dapat meningkatkan kredibilitas diplomatik dan ekonomi Indonesia di mata investor global.
Adik menegaskan bahwa periode 90 hari ini adalah ujian bagi kecerdikan diplomasi ekonomi Indonesia. Pemerintah perlu mengambil langkah strategis dengan mempercepat pembelian produk strategis AS sambil tetap menjaga keseimbangan struktur perdagangan nasional.
“Indonesia harus membuktikan kemitraan strategis tanpa terjebak pada tekanan jangka pendek. Jika berhasil, Indonesia tidak hanya menghindari tarif, tetapi juga membuka peluang menjadi mitra preferensial AS,” jelas Adik.
Kesempatan ini, menurut Adik, harus dimanfaatkan untuk menunjukkan itikad baik dalam bentuk transaksi nyata. Dengan demikian, Indonesia dapat meraih manfaat diplomasi transaksional yang positif, di mana kesetiaan yang disertai kontribusi nyata akan dihargai tinggi oleh AS.
“Jika kita cermat, Trump tidak hanya akan menunda, tetapi juga menurunkan tarif secara bertahap dan memberikan akses preferensial bagi produk Indonesia,” tutupnya.(*)