KabarBaik.co – Potensi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) pada APBD Bojonegoro tahun 2025 diprediksi bakal tinggi. Hingga bulan Oktober, realisasi atau serapan anggaran daerah masih rendah, bahkan di bawah 50 persen. Kondisi ini menimbulkan kesan adanya surplus pada APBD tahun berjalan.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bojonegoro Lasuri menjelaskan bahwa tingginya Silpa bukan karena pemerintah daerah sengaja ‘menabung’ dana, melainkan akibat sejumlah faktor teknis dan kebijakan.
“Iya, kesannya memang terjadi surplus anggaran, tapi sebenarnya ini ada alasannya. Serapan anggaran hingga kuartal III memang masih rendah, di bawah 50 persen,” ujar Lasuri, Selasa(21/10).
Menurut Wakil Ketua Komisi B DPRD Bojonegoro itu terdapat beberapa faktor, pertama yang menyebabkan Silpa tinggi adalah adanya dana cadangan yang belum terpakai, dengan perkiraan mencapai Rp 2,7 triliun hingga Rp 3 triliun.
Faktor kedua, lanjut Lasuri, adalah transisi kepemimpinan daerah dari Penjabat (Pj) Bupati Adriyanto kepada Bupati definitif Setyo Wahono dan Wakil Bupati Nurul Azizah pada tahun 2025. Peralihan ini berdampak pada penyesuaian kebijakan dan sinkronisasi program prioritas sesuai visi dan misi kepala daerah baru.
“APBD 2025 disahkan bersama Pj Bupati Adriyanto. Setelah bupati dan wabup definitif dilantik, mereka butuh waktu untuk menyelaraskan program prioritas. Karena sisa waktu tahun anggaran sangat singkat, Silpa jadi cukup besar,” terangnya.
Namun, kata Lasuri, Silpa besar tersebut tidak bertujuan untuk ditahan, melainkan agar penggunaan anggaran tetap fokus pada kegiatan yang benar-benar berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Kalau anggaran dipaksa dicairkan tapi tidak memberi efek ekonomi, lebih baik menjadi Silpa. Itu keputusan yang lebih bijak,” tambah Lasuri.
Selain itu, faktor ketiga penyebab Silpa tinggi adalah rasionalisasi anggaran oleh pemerintah pusat. Tahun 2026, dana Transfer ke Daerah (TKD) untuk Bojonegoro akan mengalami pemotongan lebih dari Rp 1 triliun. Dengan demikian, Silpa tahun 2025 akan menjadi penopang utama untuk menutupi defisit APBD tahun berikutnya.
“Defisit APBD 2026 tidak akan ditutup dengan hutang, tapi dengan Silpa tahun 2025 yang sekitar Rp 2,7 sampai Rp3 triliun. Baru kalau Silpa 2026 masih besar, itu yang perlu dipertanyakan,” tegas Lasuri.
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti tingginya dana mengendap di kas daerah sejumlah pemerintah kabupaten/kota, termasuk Bojonegoro. Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Pengendalian Inflasi Daerah di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin (20/10).
Purbaya mempertanyakan mekanisme pengelolaan keuangan daerah yang masih menyisakan dana besar di akhir tahun anggaran. “Sebelum saya bicara, saya tanya dulu ya Pak, anggaran daerah itu boleh defisit atau surplus? Atau harus balance setiap tahun?” ujar Purbaya.
Menanggapi hal itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan bahwa anggaran daerah sebaiknya memang memiliki surplus agar tersedia dana cadangan dan tidak menimbulkan defisit fiskal. (*)