KabarBaik.co- Dugaan megakorupsi di pusaran PT Pertamina dengan kerugian negara Rp 193,7 triilun setahun, berdampak pada penjualan bahan bakar minya (BBM) di cukup banyak SPBU Pertamina. Terutama BBM jenis Pertamax. Sejak skandal ini terungkap Kejaksaan Agung (Kejagung), penjualan Pertamax di sejumlah SPBU Pertamina dilaporkan drop.
Di wilayah Malang Raya, misalnya. Sales Area Manager Pertamina Malang Alam Kanda Winali kepada awak media mengakui ada penurunan pembeli dalam beberapa hari terakhir. Penurunan terjadi di beberapa SPBU yang berdekatan dengan SPBU non-Pertamina. “Penurunan pembelian terutama terasa di SPBU kita, itu tidak dipungkiri karena ada konsumen yang melakukan switching ke SPBU pesaing,” ujarnya, Rabu (5/3).
Usia Masih Muda-Muda, Kekayaan Miliaran Rupiah, Tersangka Korupsi Pertamax Oplosan Triliunan Rupiah
Namun, menurut Alam, secara angka penurunan tersebut relatif tidak terlalu signifikan. Untuk beberapa SPBU yang berdekatan dengan pesaing dipekirakan menurun pada kisaran 20 persen. Adapun di SPBU wilayah Kabupaten Malang, penurunannya sekitar 3-5 persen. Penurunan itu khusus untuk BBM jenis Pertamax.
Tidak hanya di Malang Raya. Dari pemberitaan media, penurunan tersebut juga terjadi banyak daerah di Indonesia. Sebaliknya, penjualan BBM di SPBU non-Pertamina mengalami lonjakan dalam beberapa hari terakhir.
Dampak merosotnya kepercayaan masyarakat itu, kemarin banyak pejabat di sejumlah daerah melakukan inspeksi ke sejumlah SPBU. Termasuk Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri. Dia melakukan inspeksi ke sejumlah SPBU di Jakarta. Sidak ini dilakukan bersama lembaga independen untuk memastikan kualitas BBM Pertamina sesuai dengan standar yang berlaku. Namun, sidak-sidak tersebut cenderung mendapatkan sentimen negatif dari warganet.
Seperti diberitakan, dugaan megakorupsi di pusaran Pertamina ini jumlah kerugiannya sangat fantastis. Yakni, mencapai Rp 193,7 triliun dalam setahun (2023). Dalam kurun lima tahun (2018-2023) sesuai tempus yang disidik Kejagung, jika diasumsikan kerugian negara per tahun sama maka totalnya menembus Rp 1.000 triliun. Kalau benar perkiraan angka tersebut, maka angka itu memuncaki klasemen korupsi dengan jumlah kerugian negara terbesar sepanjang sejarah sejak Republik Indonesia ini lahir. Sebelumnya, korupsi di PT Timah, potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 300 triliun.
Megakorupsi di pusaran Pertamina yang menyeret 9 tersengka ini membuat publik geram. Sudah beberapa hari belakangan skandal ini terus trending topic di media sosial. Masyarakat ramai-ramai menumpahkan kegeramannya. Betapa tidak. Mereka merasa ‘’tertipu’’ mentah-mentah. Membeli BBM nonsubsidi Pertamax (RON 92) dengan harapan subsidi benar tepat sasaran serta kondisi mesin kendaraan menjadi lebih awet, ternyata dapatnya Pertalite (RON 90).
Padahal, selisih harga antara Pertalite dan Pertamax lumayan. Harga Pertamax Rp 13.300 per liter (2023), sementara Pertalite Rp 10.000 per liter. Artinya, para pemilik kendaraan ‘’bersedekah’’ ke Pertamina sebesar Rp 3.000 per liter.
Untuk diketahui, total jumlah penjualan BBM jenis Pertamax pada Januari 2025, rata-rata 18.606 kiloliter (KL) per hari. Data itu seperti dipaparkan Dirut PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI di Kompleks Senayan, Jakarta, 20 Februari 2025, sebelum ia menjadi tersangka dan dijebloskan ke tahanan bersama tersangka lain oleh penyidik Kejagung, pada 24 Februari 2025.
Jika diasumsikan angka penjualan Pertamax rata-rata 15.000 KL per hari saja, maka uang ‘’sedekah’’ dari masyarakat ke Pertamina karena membeli Pertalite dengan harga Pertamax tersebut, jumlahnya mencapai Rp 45 miliar per hari (Rp 3.000 x 15.000 KL). Dalam sebulan jumlahnya Rp 1,35 triliun (Rp 45 miliar x 30 hari). Atau setahunnya mencapai Rp 16,2 triliun (Rp 1,35 triliun x 12 bulan). Jika dikalikan 5 tahun (2018-2023), menembus Rp 81 triliun.
Namun, tentu saja, perhitungan-perhitungan tersebut hanya sebatas perkiraan mentah memgacu rerata. Ini dengan asumsi bahwa Pertamax yang dibeli masyarakat sebetulnya benar berjenis Pertalite. (*)