KabarBaik.co – Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Timur mengadakan rapat kerja bersama pimpinan Komite IV DPD RI pada Jumat (17/1). Tema diskusi kali ini adalah Pengawasan atas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dengan fokus utama pada pengawasan dana transfer ke daerah (TKD) dan dana desa di Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Timur, Jalan Raya Bandara Juanda, Sidoarjo.
Ketua Komite IV DPD RI, Ahmad Nawardi, didampingi Wakil Ketua Novita Anakotta, dan Arief Eka Saputra, hadir bersama tim sekretariat dan Kepala Kantor DPD RI Jawa Timur, Rony Suharso,. Kunjungan ini merupakan bagian dari agenda menyelesaikan isu-isu tematik daerah di Jawa Timur.
Dalam sambutannya, Kepala Perwakilan BPKP Jawa Timur, Abul Chair, menekankan komitmen BPKP untuk mengawal transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
“BPKP tetap dan senantiasa berkomitmen mengawal transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah melalui prioritas agenda pengawasan setiap tahunnya, termasuk di dalamnya pengawasan atas dana transfer ke daerah dan dana desa,” ujarnya, Jumat (17/1).
Data BPKP menunjukkan bahwa hingga 13 Desember 2024, realisasi penyaluran dana desa di Jawa Timur mencapai 99,68%. Namun, sejumlah tantangan masih ditemukan, seperti mekanisme pengawasan yang perlu ditingkatkan, pengembangan kapasitas SDM pengelolaan dana desa, serta langkah-langkah untuk meminimalkan penyimpangan dan pelanggaran hukum.
Pengawasan terhadap efektivitas transfer ke daerah menunjukkan bahwa kontribusi DAU block grant untuk belanja pegawai di Jawa Timur berkisar antara 33,27% hingga 46,50%. Total penggunaan DAU TA 2020-2024 mencapai Rp17,27 triliun, dengan 94,38% digunakan untuk belanja pegawai. Namun, alokasi DAK Fisik selama periode tersebut hanya terealisasi 68%, akibat penumpukan penyaluran di akhir tahun.
Selain itu, mandatory spending pemerintah daerah di Jawa Timur masih menjadi tantangan. Hingga 2024, belum semua daerah memenuhi kewajiban anggaran minimum, seperti 20% untuk pendidikan, 30% untuk belanja pegawai, dan 40% untuk infrastruktur pelayanan publik. Alokasi DBH non earmarked juga belum sepenuhnya transparan dalam mendukung perbaikan lingkungan.
Komite IV DPD RI mendukung agenda prioritas pengawasan BPKP dan mendorong peningkatan koordinasi antara kementerian/lembaga serta pemerintah daerah.
“Langkah ini penting untuk mengatasi berbagai risiko dan permasalahan, seperti penyimpangan penggunaan dana desa hingga kasus hukum,” tegas H. Ahmad Nawardi.
Melalui rapat kerja ini, BPKP dan Komite IV DPD RI menegaskan komitmen bersama untuk mengawal pelaksanaan UU No. 1 Tahun 2022, sehingga dana transfer dan dana desa dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. (*)