KabarBaik.co – Bupati Bojonegoro Setyo Wahono secara terbuka mengungkapkan kegagalannya dalam merekrut dokter spesialis untuk rumah sakit daerah. Hal itu disampaikannya di hadapan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno dan Dirjen Kesehatan Lanjutan Kemenkes, Azhar Jaya.
Pernyataan itu disampaikan saat kunjungan keduanya dalam peresmian Katarak Center di RSUD Padangan. Dalam kesempatan tersebut, Wahono memanfaatkan momentum untuk menyampaikan persoalan serius yang tengah dihadapi sektor kesehatan daerahnya, yakni minimnya tenaga medis, khususnya dokter spesialis.
“Kami sudah membuka lowongan untuk 10 dokter spesialis, tetapi tidak ada satu pun yang mendaftar,” ujar Bupati di hadapan para pejabat pusat, Rabu (6/8). Wahono menegaskan bahwa pengembangan sektor kesehatan telah menjadi salah satu prioritas utama sejak awal dirinya menjabat. Salah satu rencana besarnya adalah mendorong RSUD Sosodoro Djatikoesoemo naik kelas dari tipe B menjadi tipe A. Namun, pembangunan infrastruktur medis tidak akan berarti tanpa dukungan sumber daya manusia yang memadai.
Menurutnya, tantangan utama bukan hanya dalam menarik tenaga medis ke Bojonegoro, tetapi juga dalam menciptakan ekosistem yang membuat para dokter spesialis merasa betah tinggal dan berpraktik di daerah. Untuk itu, pihaknya mencoba mengembangkan pendekatan berbasis social entrepreneur yang menggabungkan layanan publik dan potensi ekonomi lokal.
“Kalau rumah sakit ingin berkembang, maka harus terintegrasi dengan fasilitas pendidikan dan layanan publik lain. Itulah PR besar kami,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa Bojonegoro berambisi menjadi pusat layanan kesehatan regional, mengingat RSUD Padangan melayani rujukan dari daerah-daerah sekitar seperti Blora, Rembang, hingga Purwodadi. Sayangnya, kekurangan dokter spesialis menjadi penghambat utama.
Menanggapi keluhan tersebut, Menko PMK Pratikno mengakui bahwa kekurangan dokter spesialis merupakan tantangan nasional. Ia menyebut rasio dokter spesialis di Indonesia masih sangat rendah, yaitu hanya sekitar 0,17 per 1.000 penduduk.
“Memang betul, kita kesulitan mencari dokter spesialis. Makanya, pemerintah saat ini mendorong pendidikan berbasis rumah sakit (hospital base) agar lebih merata di seluruh Indonesia,” ungkap Pratikno.
Ia juga menyarankan agar sistem spelling atau spesialis keliling bisa diterapkan untuk mengisi kekosongan sementara, sambil menyiapkan strategi jangka panjang. Salah satunya, dengan memberikan beasiswa pendidikan spesialis bagi putra-putri daerah agar mereka bisa kembali dan mengabdi di Bojonegoro.
“Tantangan ke depan adalah membangun ekosistem yang mendukung. Integrasikan layanan kesehatan dengan pendidikan, pariwisata, dan fasilitas lainnya agar orang merasa nyaman tinggal di sini,” pungkasnya. (*)