KabarBaik.co – Bawaslu Kabupaten Mojokerto telah melakukan rapat pleno pembahasan terkait kasus yang menyangkut mutasi jabatan yang dilakukan bupati petahana Ikfina Fahmawati. Hasil keputusan rapat pleno laporan dugaan pelanggaran tersebut memenuhi syarat formil dan materiil.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Kabupaten Mojokerto, Aris Fachrudin Asyat menyatakan, laporan dugaan pelanggaran mutasi jabatan yang dilakukan bupati petahana Ikfona Fahmawati telah diregister untuk masuk ke tahap penanganan lebih lanjut.
“Hasil pleno memutuskan bahwa laporan tersebut memenuhi syarat formil dan materiil. Artinya laporan ini akan dilanjutkan ke tahap berikutnya,” jelas Aris, Sabtu, (23/11).
Aris mengatakan, proses saat ini masih dalam tahap verifikasi bukti dan saksi. Belum sampai pada penentuan jenis pelanggaran, apakah termasuk pelanggaran administratif atau pidana. “Proses masih awal, belum ada penentuan jenis pelanggaran yang terjadi,” ucap Aris.
Selain itu, lanjut Aris, dalam waktu tiga hari mulai hari ini, Bawaslu akan mengadakan klarifikasi dengan pihak pelapor, terlapor, dan para saksi. Tujuannya untuk mengumpulkan keterangan secara rinci terkait kasus dugaan pelanggaran bupati petahana dalam mutasi jabatan 6 bulan sebelum penetapan calon.
Aris menyatakan, dalam waktu beberapa hari ke depan setelah saksi-saksi terkait telah dimintai keterangan, maka pihaknya akan melaksanakan rapat pleno bersama Kepolisian dan Kejaksaan. Tujuannya untuk membahas tentang peristiwa, pasal yang dikenakan, dan menyusun kajian pelanggarannya.
“Rencananya Bawaslu mulai hari ini sampai hari Selasa akan melakukan pemanggilan terjadap pihak-pihak untuk melengkapi kajian pelanggaran tersebut,” jelas Aris. Pihak-pihak yang akan dipanggil, lanjut Aris, mulai dari pelapor, dua saksi, para saksi ahli, dan terlapor pupati petahana Ikfina Fahmawati. Total yang akan dipanggil sekitar 10 orang.
“Hari Senin besok rencananya akan kami panggil pihak dari Pemkab Mojokerto untuk kami mintai keterangan lebih lanjut,” ucapnya.
Koordinator Aliansi Masyarakat Pengawas Pilkada, Mustiko Romadhoni mengaku hari ini telah dipanggil Bawaslu untuk dimintai keterangan. Dirinya juga menekankan kepada Bawaslu sesuai pada pasal 71 ayat 2 UU Pilkada mengatur bahwa kepala daerah dilarang mengganti pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatannya, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari Mendagri.
Pada pasal 162 ayat 3 juga ditegaskan bahwa kepala daerah yang ingin melakukan mutasi atau penggantian pejabat dalam kurun waktu tersebut harus memperoleh persetujuan tertulis dari Mendagri.
“Cukup jelas dalam UU Pilkada menyebut harus mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri. Jangan hanya diklaim Sekdakab mutasi pejabat fungsional dan kepala sekolah sudah sesuai prosedur tapi tidak bisa menunjukkan buktinya. UU jangan diakali,” tandasnya. (*)