KabarBaik.co – Sosok seorang lelaki sepuh menarik perhatian saat kloter 75 tiba di Asrama Haji Surabaya pada Jumat (4/7) malam, sekitar pukul 23.15 WIB. Ia berjalan dengan langkah mantap, duduk tenang di antara ratusan jemaah lain yang baru kembali dari Tanah Suci. Dialah Fatahula La Aba, jemaah haji tertua di Debarkasi Surabaya tahun ini.
Lahir pada 14 Desember 1920, Fatahula berasal dari Desa Gunung Sari, Kecamatan Alok Barat, Kabupaten Sikka, Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT). Di usianya yang telah menyentuh 104 tahun, Fatahula tetap terlihat bugar meski pendengarannya mulai berkurang.
“Alhamdulillah, seumur hidup saya belum pernah opname di rumah sakit. Saya juga tidak punya darah tinggi, kolesterol, atau diabetes,” ujar Fatahula saat ditemui dengan senyum tenang.
Ketika ditanya tentang rahasia kesehatannya, ia hanya menjawab dengan rendah hati bahwa semua ini merupakan anugerah dari Allah SWT. Fatahula, yang dikaruniai 12 anak, menjalani ibadah haji tahun ini tanpa didampingi siapa pun.
Istrinya telah lebih dahulu berpulang dan sang anak belum memenuhi syarat pendamping karena baru mendaftar haji setelah 2019. “Saya mendaftar haji 2019 dan tahun ini berangkat karena mendapat prioritas lansia. Anak saya ingin mendampingi, tapi belum bisa karena belum lima tahun masa daftar hajinya,” kisahnya.
Dulu, ia dikenal sebagai nelayan di kampung halamannya. Meski usianya sudah lebih dari seabad, Fatahula mampu menjalankan seluruh rangkaian ibadah haji dengan baik. Hal ini dibenarkan oleh Arifin Daeng Ahmad (60), rekan sekamarnya selama di Tanah Suci.
“Beliau ikut tawaf setiap hari, bahkan tanpa bantuan kursi roda. Malah sempat mendorong jemaah lain yang menggunakan kursi roda. Semangatnya luar biasa,” kenang Arifin.
Karena usia dan jarak hotel yang cukup jauh dari Masjidil Haram, para jemaah lain sempat tidak mengajak Fatahula demi menjaga kesehatannya. Namun, hal itu justru membuatnya kecewa. “Kalau tahu tidak diajak ke masjid, beliau marah. Katanya masih kuat, masih mampu,” lanjut Arifin.
Saat puncak ibadah haji di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina), Fatahula juga menjalani seluruh proses secara mandiri, tanpa mengikuti skema murur (melintas tanpa bermalam). Menu makan yang ia konsumsi pun sama dengan jemaah pada umumnya, tanpa menu khusus lansia.
Kini, Fatahula hanya berharap satu hal: semoga Allah SWT menerima seluruh rangkaian ibadah hajinya dan mengabulkan doa untuk menjadi haji yang mabrur. Fatahula dijadwalkan kembali ke kampung halamannya bersama 34 jemaah haji asal Kabupaten Sikka lainnya pada Minggu (6/7), terbang dari Bandara Juanda pukul 11.10 WIB. (*)






