Gerakan Sadar Pajak untuk Investasi Pendidikan

Editor: Hardy
oleh -148 Dilihat

OLEH: ARIKA DWI SUSANTI*)

PAJAK masih menjadi penyumbang terbesar pendapatan negara. Karena itu, upaya peningkatan pendapatan dari sektor pajak menjadi suatu keniscayaan. Tentu, upaya itu tidak lagi menggunakan cara-cara kolonial yang kontroversial. Namun, melalui pendidikan humanis. Menyadarkan wajib pajak untuk taat membayar pajak.

Kontribusi besar pajak untuk masyarakat bisa dilihat dari catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI. Pada 2023, pendapatan negara yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp 2.774,3 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 1.869,2 triliun atau 67,37 persen disumbang pajak. Tahun ini, pajak masih tetap menjadi andalan dalam mendulang pendapatan negara.

Tidak saja untuk pembangunan seperti jalan tol, bandara, dan infrastruktur pemerintahan. Hasil pajak juga dikelola serta dipakai untuk peningkatan fasilitas kesehatan dan kualitas pendidikan.

Pada tahun anggaran 2024, misalnya. Pajak membiayai program prioritas pendidikan seperti Program Indonesia Pintar (PIP) yang dialokasikan sebesar Rp 13,4 triliun dengan sasaran 18.594.627 siswa. Pendapatan dari pajak juga dimanfaatkan untuk program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, yang di dalamnya ada beasiswa Bidikmisi dengan anggaran Rp 13,9 triliun.

Tak hanya itu. Alokasi Bantuan Operasional Satuan (BOS) Pendidikan sebesar Rp 59,4 triliun yang diperuntukkan untuk beasiswa dan bantuan sosial pendidikan serta alokasi tunjangan kepada guru sebesar Rp 56,6 triliun, juga berasal dari penerimaan pajak. Penerimaan pajak juga membiayai program Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan sebesar Rp 15,29 triliun.

Baca juga:  SMP Al Falah Deltasari Sidoarjo Raih Perpanjangan Akreditasi Automasi Selama 5 Tahun dengan Nilai A

Melihat besarnya kontribusi pajak untuk pendidikan, maka sulit memisahkan antara keduanya. Peningkatan kualitas pendidikan amat bergantung pada realiasi pajak. Semakin tinggi penerimaan dari pajak, maka semakin tinggi pula anggaran pendidikan yang dikeluarkan negara.

Dengan demikian, sudah semestinya semua pihak memiliki komitmen untuk meningkatkan penerimaan pajak. Hal itu tidak saja menjadi tugas pemerintah. Namun juga seluruh masyarakat. Upaya untuk mendorong pendapatan dari pajak harus menjadi semangat gotong-royong yang dimiliki bersama. Memang, tentu tak mudah memunculkan semangat tersebut. Mesti ada strategi untuk meningkatkan sadar pajak pada masyarakat. Membayar pajak harus diibaratkan dengan berinvestasi. Investasi yang tujuannya tidak sekadar mengamankan dana pendidikan di masa depan, melainkan juga sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri.

Ini penting mengingat target peningkatan dana pendidikan pada tahun 2025. Anggaran pendidikan direncanakan meningkat. Yakni, dari Rp 665,02 triliun menjadi sekitar Rp708,2 triliun. Adapun peningkatan akan dipakai untuk sejumlah program seperti peningkatan kulitas pengajar, perbaikan sarana dan prasarana, serta penambahan gizi anak-anak sekolah.

Baca juga:  LDKS SMP Al Falah Deltasari Sidoarjo Bentuk Generasi Muda Tangguh

Ada sejumlah upaya yang bisa dilakukan untuk mewujudkan Gerakan Sadar Pajak. Pertama, pengenalan pajak pada anak usia dini. Hal ini merupakan bagian dari program pendidikan pajak. Penulis mengambil contoh di KB Tanjung Athfal, Desa Tanjungan, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Anak-anak di sekolah itu diwajibkan menabung setiap bulan. Besarannya juga ditentukan.

Awalnya, kebijakan itu membuat wali murid ngresulo. Namun, akhirnya bisa legowo setelah mengetahui manfaat dan hasilnya. Tabungan yang dikumpulkan anak-anak PAUD yang dibagikan setiap akhir tahun ajaran, ternyata cukup membantu. Hasil tabungan bisa dipakai untuk mendaftar di sekolah TK atau jenjang lebih tinggi.

Strategi kedua, bisa dilakukan lewat keteladanan. Tidak saja petugas pajak. Sikap taat dan sadar pajak juga perlu ditunjukkan dari satuan terkecil pemerintah. Seperti kepala desa, ketua RW, ketua RT, dan kepala keluarga. Dengan keteladanan, maka masyarakat akan cenderung memiliki kesadaran untuk membayar pajak.

Ketiga, melalui pendekatan humanis. Penulis mengambil contoh di Desa Hendrosari, Kabupaten Gresik. Di kawasan itu, ada sebuah tempat wisata yang dikelola masyarakat desa. Di tempat-tempat tersebut, pengelola memasang berbagai atribut seperti banner dan pamlet yang berisi ajakan membayar pajak. Menariknya, seluruh atribut itu dibuat dengan cara sekreatif mungkin.

Baca juga:  Dianpinru SMP Al Falah Deltasari: Latihan Kepemimpinan untuk Masa Depan

Nah, dengan cara yang humanis, masyarakat akan lebih memiliki kesadaran untuk membayar pajak. Tidak ada unsur pemaksaan. Sosialisasi dengan cara-cara kreatif akan lebih menarik perhatian masyarakat.

Keempat, meningkatkan layanan pendidikan dan kesehatan. Hal ini sebenarnya kewajiban bagi pemerintah. Mulai satuan terkecil seperti pemerintah desa. Adanya program-program pendidikan seperti beasiswa akan lebih mendorong masyarakat untuk sadar membayar pajak.

Bisa disimpulkan, peningkatan kualitas pendidikan tak bisa dilepaskan dari pendapatan terkait pajak. Karena itu, perlu Gerakan Sadar Pajak yang dilakukan secara masif. Gerakan yang tidak hanya menyadarkan masyarakat untuk menaati kewajibannya, melainkan juga menyadarkan bahwa upaya membayar pajak merupakan investasi di masa depan. Mencetak banyak generasi unggul menuju Indonesia Emas. (*)

*) ARIKA DWI SUSANTI, Penulis dan Pengajar

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News


No More Posts Available.

No more pages to load.