Industri Tekstil Indonesia Terancam Tarif Resiprokal AS

oleh -312 Dilihat
IMG 20250412 WA0005
Sektor tekstil menjadi salah satu yang paling merasakan tekanan akibat aturan ini.

KabarBaik.co – Kebijakan tarif resiprokal 32 persen yang diterapkan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump mulai memberikan dampak nyata pada industri dalam negeri Indonesia. Sektor tekstil menjadi salah satu yang paling merasakan tekanan akibat aturan ini, dengan ancaman penurunan produksi hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraamadja, mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut memicu respon langsung dari mitra bisnis dan jenama asal AS yang memproduksi item mereka di Indonesia. Beberapa perusahaan telah meminta pabrikan lokal untuk menghentikan operasional, menghentikan proses produksi, hingga memberikan diskon tambahan hingga belasan persen.

“Beleid tarif AS ini berdampak nyata pada industri tekstil dalam negeri. Penurunan produksi diperkirakan mencapai 30 persen. Kita harus bersiap menghadapi demand shock yang sangat serius,” ujar Jemmy dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu (12/4).

Jemmy menyampaikan hal ini di hadapan Presiden Prabowo Subianto dalam pertemuan pada Selasa (8/4). Pertemuan tersebut dihadiri oleh berbagai kelompok, mulai dari pengusaha, investor, petani, nelayan, buruh, hingga akademisi dan pengamat ekonomi.

Jemmy menegaskan bahwa produksi yang berlebih akibat pembatalan pesanan dari pembeli asing perlu segera dimitigasi untuk menghindari kerusakan lebih besar pada industri. Meskipun tantangan ini berat, Jemmy tetap optimistis bahwa solusi dapat ditemukan.

“Salah satu cara adalah meningkatkan impor komoditas tertentu dari AS, seperti kapas berkualitas. Saat ini, Indonesia hanya mengimpor 17 persen dari AS, dan itu bisa ditingkatkan hingga 50 persen,” tambahnya.

Selain itu, Jemmy juga menyarankan agar pemerintah menegosiasikan penurunan tarif ekspor pakaian jadi ke AS dengan persyaratan minimum nilai 20 persen pada produk yang diekspor.

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Said Iqbal, turut mengingatkan bahwa dalam tiga bulan ke depan, ancaman PHK massal di berbagai sektor akan semakin nyata. Industri tekstil, garmen, sepatu, sawit, elektronik, hingga komponen otomotif menjadi sektor yang paling terdampak.

“Dari catatan kami, ancaman PHK ini bisa mencapai 50 ribu buruh dalam tiga bulan ke depan. Perusahaan tekstil yang kebanyakan berasal dari Taiwan, Hong Kong, dan Korea Selatan bahkan mempertimbangkan relokasi ke negara lain,” ujar Said.

Said menambahkan bahwa relokasi ini akan menekan industri domestik lebih jauh, sehingga pemerintah harus segera bertindak untuk melindungi sektor strategis ini.

Meskipun situasi ini sulit, kalangan pengusaha percaya bahwa eksplorasi mendalam dan negosiasi intensif dengan pemerintah AS dapat menghasilkan solusi. Peran aktif pemerintah Indonesia dalam merancang strategi mitigasi sangat diperlukan untuk menjaga daya saing industri nasional sekaligus melindungi pekerja dari ancaman kehilangan pekerjaan.

Industri tekstil Indonesia kini berada di persimpangan. Langkah cepat dan tepat dari pemerintah akan menjadi kunci untuk mencegah dampak yang lebih luas pada ekonomi nasional.(*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News



No More Posts Available.

No more pages to load.