KabarBaik.co – Kebun Binatang Surabaya (KBS), ikon wisata yang berdiri sejak 1916 dan menjadi salah satu kebun binatang tertua di Indonesia, kini menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan perannya sebagai pusat konservasi, pendidikan, dan pariwisata.
Di balik posisinya sebagai destinasi favorit keluarga dan pelajar, KBS tengah berjuang menghadapi persoalan mendasar: overpopulasi satwa, keterbatasan fasilitas, serta manajemen sumber daya manusia yang dinilai belum optimal.
Salah satu isu paling serius adalah overpopulasi satwa, khususnya komodo dan jalak bali. Saat ini, KBS menampung sekitar 135 ekor komodo, jumlah yang jauh melebihi kapasitas ideal.
Hal tersebut disampaikan Ketua Asosiasi Pemerhati dan Pecinta Satwa Indonesia (APECSI), Singky Soewadji, dalam acara Jagongan Bareng bersama Rumah Literasi Digital (RLD) di Surabaya, Jumat (5/9).
Menurutnya, kepadatan satwa berisiko menurunkan kesejahteraan hewan akibat ruang yang terbatas, meningkatkan kebutuhan pakan yang membebani biaya operasional, hingga memperbesar potensi penyebaran penyakit.
“Ada tiga opsi teknis untuk mengatasi overpopulasi ini. Pertama, pelepasliaran ke habitat asli dengan kajian ekosistem yang matang. Kedua, peminjaman atau hibah ke lembaga konservasi lain, baik dalam maupun luar negeri. Dan ketiga, eutanasia sebagai pilihan terakhir dengan pendekatan etis dan profesional,” jelas Singky.
Ia menegaskan, masalah ini harus segera ditangani bersamaan dengan peningkatan kompetensi SDM agar KBS tetap relevan sebagai lembaga konservasi.
Selain satwa, aspek manajemen juga menjadi sorotan. Dari sekitar 200 pegawai, sekitar 60 persen merupakan tenaga non-produktif yang tidak terlibat langsung dalam konservasi maupun pelayanan publik.
Menurut Singky, kondisi ini menunjukkan perlunya restrukturisasi organisasi, pelatihan ulang tenaga kerja, hingga modernisasi sistem manajemen berbasis teknologi yang transparan dan akuntabel.
“Direktur KBS yang baru harus mampu menjawab dua tantangan utama: overpopulasi satwa dan kualitas SDM. Tanpa langkah strategis, sulit bagi KBS bertahan di era persaingan wisata modern,” ujarnya.
Sebagai lembaga konservasi berusia lebih dari satu abad, KBS bukan hanya tempat rekreasi, melainkan bagian dari sejarah dan identitas Kota Surabaya. Namun, di tengah maraknya wisata buatan dan tren digitalisasi pariwisata, KBS dituntut beradaptasi agar tidak ditinggalkan generasi muda.
“Kami berharap pemimpin KBS benar-benar sosok yang kompeten dan berkomitmen pada konservasi satwa liar Indonesia. Jika masalah overpopulasi dan manajemen tidak segera diatasi, fungsi konservasi akan sulit berjalan optimal,” tegas Singky.
Di sisi lain, kalangan industri perhotelan menilai KBS masih memiliki daya tarik kuat untuk dikembangkan sebagai destinasi unggulan. Ketua Himpunan Humas Hotel (H3) Surabaya Raya, Kus Andi, menyatakan KBS bisa berkolaborasi dengan pelaku hotel untuk memperkuat branding pariwisata kota.
“Harapannya ada kerja sama yang saling menguntungkan. Misalnya, tamu hotel mendapat privilege atau harga khusus untuk masuk KBS. Kami juga siap membantu promosi bersama melalui media sosial,” katanya.
Menurut Kus Andi, kolaborasi lintas sektor dapat membantu KBS kembali menjadi kebun binatang modern, edukatif, sekaligus mendukung perkembangan pariwisata Surabaya.






