KabarBaik.co – Suhu panas yang belakangan ini terasa menyengat di wilayah Kediri ternyata bukan semata akibat musim kemarau yang belum usai. Menurut BMKG Dhoho Kediri, kondisi tersebut dipengaruhi oleh gerak semu matahari serta masa peralihan dari musim kemarau ke musim hujan, yang menyebabkan udara terasa lebih panas dan lembap dari biasanya.
Ketua Kelompok Meteorologi Publik BMKG Dhoho Kediri Satria Krida Nugraha menjelaskan bahwa Indonesia dilewati gerak semu matahari dua kali dalam setahun—yakni pada Maret hingga Mei, serta September hingga November. Fenomena tersebut membuat posisi matahari tampak melintas tepat di atas wilayah Indonesia, sehingga intensitas sinar matahari meningkat tajam.
“Yang kita rasakan saat ini terasa lebih panas karena masa peralihan antara musim kemarau dan hujan. Biasanya curah hujan belum tinggi sehingga tutupan awan rendah. Ketika langit cerah tanpa awan, otomatis sinar matahari terasa lebih terik,” ungkap Satria, Selasa (21/10).
Ia menambahkan, sensasi panas yang dirasakan masyarakat juga dipengaruhi tingginya kelembapan udara. Meski suhu udara tercatat sama, misalnya 35°C, tingkat kelembapan tinggi bisa membuat tubuh merasa lebih gerah dan tidak nyaman.
“Itu sebabnya akhir-akhir ini udara terasa lebih lembap dan gerah, karena curah hujan mulai muncul sebagai tanda peralihan musim,” jelasnya.
Menurut Satria, pada bulan sebelumnya udara terasa lebih kering akibat pengaruh monsun Australia, yaitu angin dari selatan yang membawa udara kering. Kini, kelembapan mulai meningkat dan pembentukan awan kembali terjadi—menandai masuknya wilayah Kediri ke fase transisi menuju musim hujan.
BMKG juga mengimbau masyarakat untuk membatasi aktivitas di luar ruangan pada siang hari, terutama ketika matahari berada tepat di atas ekuator, karena paparan sinar UV berada pada level tinggi dan berisiko terhadap kesehatan kulit.
“Ketika posisi matahari di ekuator, sinar UV lebih kuat dan dapat berdampak jangka panjang pada kulit,” tutur Satria.
Selain itu, masyarakat disarankan memperbanyak minum air putih untuk mencegah dehidrasi dan menghindari risiko heatstroke atau serangan panas mendadak.
“Tahun lalu di Indonesia juga ada kasus serupa di bulan yang sama, di mana seseorang meninggal karena serangan panas mendadak,” tambahnya.
Bagi warga yang bekerja di luar ruangan, BMKG menyarankan untuk memakai topi, tabir surya, serta menghindari paparan langsung terlalu lama di bawah sinar matahari.
“Langkah sederhana seperti ini bisa membantu mencegah pusing, dehidrasi, atau bahkan heatstroke,” ujarnya.
BMKG Dhoho Kediri menegaskan kewaspadaan terhadap perubahan cuaca ekstrem penting untuk terus ditingkatkan. Masyarakat diminta menjaga kondisi tubuh dan mengatur aktivitas fisik dengan bijak selama masa peralihan musim ini. (*)






