KabarBaik.co- Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) memang sudah disahkan DPR RI, Kamis (20/3). Namun, suara dan aksi-aksi menentang revisi UU TNI tidak lantas senyap. Bahkan, bukan tidak mungkin hari-hari ke depan semakin nyaring dan bergelombang. Terutama dari masyarakat sipil dan kampus.
Kemarin (22/3), misalnya. Akademisi Universitas Muhamamdiyah Yogyakarta (UMY) menyatakan menolak pengesahan resvisi UU TNI oleh DPR. Aksi penolakan itu disampaikan dalam pernyataan sikap yang disampaikan di kampus yang berlokasi di Jalan Brawijaya, Tamantirto, Kasihan, Bantul, tersebut.
Dalam kesempatan itu, Wakil Rektor UMY Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan Zuly Qodir menilai, perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI itu dapat memberikan keleluasaan dan ruang gerak yang lebih besar kepada militer dalam berkiprah di ranah publik. Kondisi itu dapat merusak iklim demokrasi di Indonesia.
’’Setelah disahkan oleh DPR, UU TNI menjadi pintu masuk TNI dalam menggerogoti supremasi sipil dalam iklim demokrasi. Sehingga ini akan menjadi sangat meresahkan dan merupakan alarm berbahaya bagi keberlangsungan kebebasan sipil, hak asasi manusia dan iklim demokrasi,” katanya dalam pernyataan sikapnya.
Pernyataan sikap UMY itu sebagai bentuk kepedulian agar jangan sampai hal-hal baik yang sudah dibangun sejak masa reformasi, menjadi rusak hanya karena keinginan sebagian pihak. Kondisi tersebut berbahaya bagi perkembangan demokrasi yang beradab di masa depan. Pihaknya khawatir gejala new authoritarianism (otoriterisme baru) sudah mulai muncul dengan melihat masuknya TNI ke ranah-ranah sipil.
Prof Iwan Satriawan, pakar Hukum Tata Negara UMY, yang turut menyampaikan pernyataan sikap menilai TNI-Polri dituntut untuk bersikap profesional dalam tugasnya. Dia menyebut, sebetulnya persoalan ini sudah selesai ibahas pada masa reformasi. Prinsip dari TNI sesuai dengan UUD adalah untuk menjaga pertahanan dan keamanan negara. Jika TNI ingin masuk ke wilayah sipil, maka harus melepaskan seragam dan senjatanya di militer.
Dalam pernyataan sikapnya, UMY menyampaukan enam sikap. Pertama, menuntut pemerintah dan DPR untuk menjunjung tinggi konstitusi dan tidak mengkhianati amanat rakyat dengan menjaga prinsip demokrasi dan supremasi sipil. Kedua, menuntut TNI/Polri sebagai alat negara, melakukan reformasi internal dan meningkatkan profesionalisme untuk memulihkan kepercayaan publik.
Ketiga, mengimbau seluruh insan akademik di seluruh Indonesia untuk tetap menjaga kewarasan dari sikap dan perilaku yang melemahkan demokrasi, dan melanggar konstitusi. Keempat, mendorong dan mendukung upaya masyarakat sipil mengawal agenda reformasi dengan menjaga demokrasi dan supremasi sipil. Kelima, memohon kepada Presiden untuk tidak menandatangani revisi UU TNI yang disahkan oleh DPR RI dan menerbitkan Perppu mengembalikan TNI pada kedudukan seperti semula. Dan, keenam, mendorong masyarakat sipil untuk melakukan jihad konstitusi, mengajukan judicial review (JR) atas RUU TNI yang sudah resmi menjadi UU.
Sementara itu, dari Malang, Jawa Timur, dilaporkan bahwa demonstrasi menolak UU TNI pada Minggu (23/3) diwarnai kericuhan. Pos penjagaan DPRD Kota Malang terbakar. Awalnya, massa melakukan aksi damai di depan Gedung DPRD Kota Malang. Selepas magrib, ada ksi pembakaran seperti rambu lalu lintas, kursi, dan traffic cone dibakar. .
Tidak lama aksi tidak terkendali. Setelah itu, polisi membentuk barikade dan mulai merangsek ke massa. Namun, massa melawan dan polisi terpukul mundur. Dalam video amatir yang beredar, polisi berupaya menghalau massa dengan mengerahkan water canon. Massa peserta aksi pun terlihat semburat.
Belakangan, di media sosial, seruan ajakan aksi untuk menolak UU TNI yang telah disahkan DPR itu juga meluas. Termasuk rencana aksi di Kota Pahlawan Surabaya. Dalam siaran itu demonstrasi digelar di DPRD Kota Surabaya, pada Senin, 24 Maret 2025. (*)