Maulid Nabi: Momentum Meneladani Rasulullah dan Menghidupkan Tradisi Cinta Nabi

oleh -116 Dilihat
MAULID NABI
Hijau Minimalis Ucapan Maulid Nabi Poster - 1

KabarBaik.co – Umat Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia, pada Jumat (5/9) hari ini memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW yang bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1447 Hijriah. Pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri telah menetapkannya sebagai libur nasional, memberi kesempatan luas bagi masyarakat untuk mengenang kelahiran Rasulullah sekaligus meneladani akhlaknya.

Peringatan Maulid Nabi bukan sekadar ritual tahunan, melainkan momentum spiritual memperdalam kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW dan menghidupkan teladan beliau dalam kehidupan sehari-hari.

Tradisi yang Sarat Hikmah

Sejumlah ulama menegaskan bahwa peringatan Maulid sarat hikmah dan keutamaan. Imam Abu Abdillah bin Haj menyebut bulan Rabiul Awal patut diistimewakan dengan amal saleh, seperti sedekah, memberi makan, membaca Al-Qur’an, hingga melantunkan kasidah pujian kepada Nabi sebagai wujud syukur kepada Allah SWT.

Majelis Maulid yang diisi zikir, doa, dan sholawat juga dipandang sebagai sunnah yang dianjurkan. Hadis riwayat Muslim menegaskan, berkumpul untuk mengingat Allah adalah amalan mulia yang mendatangkan keberkahan.

Sejarah dan Dalil Maulid

Ahli tafsir Alquran Prof Quraish Shihab menjelaskan, tradisi perayaan Maulid Nabi secara meriah mulai dilaksanakan pada masa Dinasti Abbasiyah, khususnya di era Khalifah Al-Hakim Billah. Menurut Prof Quraish Shihab, inti peringatan Maulid adalah memperkenalkan sosok Nabi Muhammad SAW kepada setiap generasi. “Kenal adalah pintu untuk mencintai. Dengan mengenal Nabi, umat Islam akan mencintainya,” ujarnya. .

Sementara itu, mantan Ketua Umum PBNU Prof KH Said Aqil Siradj menegaskan bahwa Maulid termasuk sunnah taqririyyah, yaitu perbuatan yang tidak dilakukan Nabi namun dibenarkan beliau. Hal ini terlihat dari kisah sahabat Ka’ab bin Juhair yang memuji Rasulullah dalam syair panjang. Nabi tidak hanya membenarkan pujian itu, tetapi juga memberikan hadiah berupa selimut bergaris (burdah) yang hingga kini masih disimpan di Museum Topkapi, Istanbul, Turki. Dari sinilah lahir tradisi qasidah burdah yang dilantunkan hingga saat ini.

Dalil syar’i juga memperkuat peringatan Maulid. Dalam QS Yunus ayat 58 Allah berfirman: “Katakanlah, dengan anugerah Allah dan rahmat-Nya, hendaklah mereka bergembira”. Ulama besar Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki menafsirkan ayat tersebut sebagai anjuran bergembira atas kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Riwayat lain bahkan menyebutkan, Abu Lahab—yang gembira atas kelahiran Rasulullah—mendapat keringanan siksa setiap Senin. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari menjelaskan, jika orang kafir saja mendapatkan manfaat dari kegembiraannya, maka umat Islam yang merayakan dengan iman tentu lebih berhak meraih rahmat Allah SWT.

Jalan Menuju Kebaikan

Peringatan Maulid Nabi juga disebut para ulama sebagai jalan menuju kebaikan akhirat. Imam Yafi’i menyatakan, mereka yang merayakan Maulid dengan amal baik akan dibangkitkan bersama orang-orang saleh di hari kiamat. Sirri al-Saqati bahkan mengibaratkan majelis Maulid sebagai taman surga, karena dipenuhi cinta kepada Rasulullah SAW.

Dengan demikian, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW setiap tahunnya menjadi lebih dari sekadar tradisi. Ia adalah momentum memperkuat iman, mempererat ukhuwah, menumbuhkan cinta Nabi, sekaligus menghidupkan akhlak Rasulullah dalam kehidupan umat Islam.

Cerita Gus Baha

KH Bahauddin Nursalim (Gus Baha) menceritakan kisah Syekh Ibnu Hajar al-Haitami yang dikatakan berjumpa dengan Rasulullah SAW di Majelis Maulid. Mulanya, kata Gus Baha, Syekh Ibnu Hajar al-Haitami sangat mengharamkan nasyid (lagu-lagu yang memuji Nabi). Ia berkali-kali ingkar kepada beberapa habaib dan ulama pada saat membaca Barzanji ketika sampai tharaban.

Suatu ketika, Syekh Ibnu Hajar al-Haitami menghadiri sebuah acara Maulid. Spontan, Ibnu Hajar turut menggerakkan badan karena tersentuh asyiknya. “Lalu, Syekh Ibnu Hajar al-Haitami ditanya: ‘Kenapa Anda ikut bergoyang, padahal Anda mengharamkannya?’ Syekh Ibnu Hajar lalu menjawab: ‘Sekarang saya tidak mengharamkan dan akan ikut. Saya melihat Rasulullah di majelis ini melakukan itu,” terang Gus Baha pada tayangan Santri Gayeng.

Lebih lanjut, kendati secara lahiriah Rasulallah SAW telah wafat, pada hakikatnya beliau tidak pernah meninggalkan umatnya, karena makna dari ruh sendiri adalah kehidupan. “Jika jasad ditinggal ruh itu dinamakan mati, maka ruh ini bisa disifati mati apa tidak? Tidak, sebab ruh itu maknanya kehidupan,” ujar Kiai asal Kragan, Narukan, Rembang itu.

Kemudian, sambung Gus Baha, hal itu dikuatkan dengan tidak digunakannya dhamir ghaib seperti pada bacaan tahiyat yang diucapkan selama ini, yakni Assalamu’alaika. “Pakainya alaika, padahal Nabi sudah tidak ada. Karena tidak adanya beliau itu secara lahir. Hakikatnya, Nabi masih di hadapan kita. Sehingga, kita kalau salam mengucapkan assalamu’alaika,” ungkapnya.

Rasulullah SAW, menurut Gus Baha, adalah pemimpin para syuhada. Diketahui bahwa para syuhada tetap hidup sebagaimana termaktub dalam QS Ali Imran Ayat 169: Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Sebenarnya mereka tetap hidup di sisi Tuhannya dan mendapatkan rezeki.

“Rasulullah SAW adalah pemimpin para syuhada. Kalau sekadar mati syahidnya orang biasa saja masih tetap hidup, apalagi Rasulullah Sang Sayyidus Syuhada (pemimpin para syuhada). Tentu Rasulullah itu hidup,” pungkasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Supardi Hardy


No More Posts Available.

No more pages to load.