KabarBaik.co – Kampung Peneleh Gang 5, salah satu sudut kota Surabaya yang tampak biasa dari luar ternyata menyimpan sejarah panjang yang tak banyak diketahui orang.
Di dalam gang sempit ini berdiri Masjid Jami Peneleh, salah satu masjid tertua di Surabaya yang diyakini telah berdiri sejak tahun 1421.
Masjid ini tidak hanya menjadi saksi bisu perkembangan Islam di tanah air, tetapi juga menjadi bagian dari perjalanan perjuangan bangsa Indonesia.

Ketua Takmir Masjid Jami Peneleh, Muhammad Sofyan menjelaskan bahwa masjid ini memiliki nilai sejarah yang sangat penting.
“Masjid ini lebih tua daripada Masjid Ampel. Sebelum Raden Rahmat atau Sunan Ampel mendirikan Masjid Ampel, beliau mendirikan masjid di Kembang Kuning, lalu di Peneleh, baru kemudian di Ampel,” ujarnya saat ditemui, Senin (17/3).
Sofyan menambahkan bahwa Masjid Peneleh dibangun di tengah komunitas muslim yang sudah hidup berdampingan dengan komunitas Hindu, animisme, dan dinamisme di masa itu.
“Di sini dulu sudah ada kehidupan, sudah ada komunitas muslim, Hindu, animisme, dinamisme, bahkan ada prasasti Mbah Cempo,” jelasnya.
Bangunan Masjid Jami Peneleh memiliki daya tarik tersendiri. Bagian tengah masjid masih memertahankan keasliannya dengan 10 tiang kayu kokoh yang menyangga atap utama.

Tiang-tiang tersebut dilengkapi tatakan untuk menaruh Al-Qur’an, dan di bawah tatakan terdapat ornamen berbentuk tengkorak, menambah nuansa unik sekaligus historis.
Bagian luar masjid juga memiliki alat bernama Bentjet, sebuah alat penanda waktu salat berbasis jam matahari yang menyerupai kompas.
“Ini sangat unik, dan masih ada sampai sekarang,” kata Sofyan.
Selain menjadi pusat peribadatan, Masjid Jami Peneleh juga menjadi saksi perjuangan bangsa Indonesia.
“Masjid ini menjadi tempat diskusi perjuangan, terutama kaum Nahdliyyin, NU. Di sini menjadi pusat pengamanan dan pergolakan santri,” tutur Sofyan.
Beberapa tokoh penting Nahdlatul Ulama (NU) yang pernah beraktivitas di Masjid Peneleh antara lain KH Thohir, KH Dahlan Basyuni, dan Kyai Zahir Ghufron.
Masjid ini juga berada di dekat rumah HOS Tjokroaminoto, pendiri Sarekat Islam yang menjadikannya bagian tak terpisahkan dari sejarah pergerakan nasional.
Pada tahun 1984, Masjid Jami Peneleh memiliki dua lantai dengan lantai kedua difungsikan sebagai pesantren. Masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga pusat pendidikan agama bagi masyarakat sekitar.
Meski memiliki nilai sejarah yang tinggi, Masjid Jami Peneleh kurang dikenal dibandingkan Masjid Ampel yang menjadi salah satu ikon Surabaya karena keberadaan makam Sunan Ampel.
“Ampel lebih dikenal karena ada makam Kanjeng Sunan Ampel, sedangkan Peneleh tidak memiliki hal seperti itu,” kata Sofyan.
Namun demikian, Masjid Jami Peneleh tetap menjadi warisan yang patut dijaga dan dilestarikan.
“Kami berharap masjid ini tetap menjadi bagian dari perjalanan sejarah bangsa, sekaligus menjadi pengingat bahwa Islam di Surabaya memiliki akar yang sangat kuat,” pungkasnya.
Safari Ramadan di Masjid Jami Peneleh bukan hanya momen untuk beribadah, tetapi juga kesempatan untuk mengenal lebih dekat sejarah Islam dan perjuangan bangsa di Surabaya. Di tengah hiruk-pikuk modernitas, Masjid Jami Peneleh berdiri kokoh sebagai penjaga memori sejarah yang berharga.(*)