Menyalakan Amanah Ibu: Dari Musala Kecil, Pesantren Al-Fatimah Bertumbuh Jadi Menara Ilmu

oleh -134 Dilihat
AL FATIMAH2
Para santri Pesantren Modern Al-Fatimah Bojoengoro dalam sebuah kegiatan (Foto Dok)

KabarBaik.co- Di Bojonegoro, di sebuah jalaan kecil yang dulu hanya dilewati angin sore dan langkah santri, lahir secercah cahaya yang kini menerangi ribuan jiwa. Cahaya itu tumbuh dari doa, niat, dan amanah seorang ibu. Dari tangan seorang anak yang berbakti, cahaya itu menjelma menjadi obor pendidikan yang makin menyala. Itulah kisah Pondok Pesantren Modern Al-Fatimah.

Cahaya itu berawal dari gagasan Dr KH Tamam Syaifuddin, MSi, putra ke-12 pasangan KH Abdul Mukhti dan Nyai Hj Siti Fatimah binti KH Nurhadi, keluarga kiai kampung asal Desa Pakel, Kecamatan Montong, Kabupaten Tuban. Nama “Al-Fatimah” yang kini turut mengibarkan panji ilmu di Bojonegoro bukan sekadar nama yang indah. Tapi, jadi satu bentuk bakti seorang anak kepada ibunya. Nyai Siti Fatimah, yang sejak lama menyimpan impian memiliki lembaga pendidikan sendiri. Amanah itulah yang menjadi nyala suci dalam dada Kiai Tamam.

Dengan bekal ilmu yang diperolehnya dari Pondok Pesantren As-Shomadiyah Makam Agung, Tuban, dan Pondok Pesantren Al-Rosyid, Kendal, Kiai Tamam melangkah dengan sederhana namun mantap. Ia mendirikan sebuah musala kecil di Jalan Pondok Bambu, di utara Terminal Rajekwesi, Bojonegoro. Dari musala mungil itu, sejarah besar mulai ditulis.

Awalnya, hanya ada belasan santri yang belajar membaca Alquran dan menulis Arab. Dari sana, lahirlah Taman Pendidikan Alquran (TPQ), Madrasah Diniyah (Madin), dan kursus bahasa Inggris. Murid-muridnya datang dari berbagai kawasan. Bojonegoro kota, Balen, Sumberrejo, Dander, hingga kecamatan lain. Jumlahnya terus bertambah, dari 15 menjadi ratusan. Setiap pagi, suara anak-anak melantunkan ayat suci seperti aliran sungai yang menyejukkan kampung.

Melihat semangat yang tumbuh, Kiai Tamam yang sejak muda memiliki modal kuat berjamiyah terus melangkah pasti Ia menggelar pengajian rutin kitab Ihya Ulumuddin, menggandeng sahabatnya KH Nashiruddin Qodir, pengasuh Ponpes Darut Tauhid Al-Hasaniah Senori, Tuban. Pengajian itu menjadi api spiritual yang menghangatkan banyak hati. Awalnya diikuti para wali santri dan masyarakat sekitar. Namun, lama-kelamaan, jamaahnya meluas. Menjelma menjadi sebuah majelis ilmu yang ramai. Semangat thalabul ilmi dan tabarrukan.

Kitab yang dikaji bukan kitab biasa. Ihya Ulumuddin, karya agung Imam Abu Hamid Al-Ghazali (Imam Ghazali) itu adalah samudra hikmah yang tak pernah kering. Artinya, Menghidupkan Ilmu-ilmu Agama. Dalam kitab ini, Imam Ghazali mengajarkan bahwa ilmu bukan sekadar hafalan, tapi jalan untuk mengenal Allah dan membersihkan hati dari kesombongan dunia. Ibadah, sosial, akhlak, dan spiritualitas disatukan dalam keseimbangan yang halus, seperti air dan cahaya yang tak terpisahkan.

Bagi santri dan jamaah Al-Fatimah, pengajian Ihya itu menjadi cermin untuk menatap batin. Mereka belajar bukan hanya membaca, tapi meresapi bahwa ilmu sejati adalah yang menuntun hati menuju kebenaran. Dari sinilah, masyarakat mulai mendorong agar pengajaran tak berhenti di majelis pengajian, tapi berkembang menjadi lembaga pendidikan formal.

AL FATIMAH BOJONEGORO
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parwansa saat meresmikan gedung asrama putri Pesanten Modern Al-Fatimah, Bojoengoro, pada tahun 2022. (Foto Dok).

Dari Musala ke Menara Ilmu

Mimpi itu tak berhenti di udara. Ia tumbuh, berakar, dan berbuah. Maka, pada 19 April 2006, berdirilah Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Al-Fatimah secara resmi. Peresmian ini dihadiri para sesepuh kiai, jamaah majelis taklim, dan keluarga besar Kiai Tamam bersama Ibu Hj Soemarni Sovia. Nama “Al-Fatimah” pun diabadikan sebagai penghormatan abadi kepada sang ibu yang menjadi sumber inspirasi perjuangan.

Dari sana, satu demi satu lembaga lahir. SMP Plus Al-Fatimah, disusul SMA, RA, MI, dan akhirnya Institut Agama Islam (IAI) Al-Fatimah. Dari bangunan sederhana, kini berdiri kompleks pendidikan yang kokoh, dengan asrama yang menampung santri dari berbagai daerah bahkan luar pulau.

Kiai Tamam menyadari, mendirikan lembaga formal bukan hal ringan. Dalam sebuah kesempatan, ia menegaskan bahwa hal itu memerlukan kenekatan, kesabaran, dan pengorbanan. “Kalau tidak niat tulus, tidak akan bisa,” ujarnya. Lembaga pesantern, bukanlag ladang bisnis. Ini perjuangan. Yang ditabur bukan laba, melainkan pahala.

Perkembangan lembaga yang begitu cepat membuat Al-Fatimah tak lagi sekadar sekolah. Namun, telah menjelma menjadi rumah besar bagi ribuan jiwa. Majelis taklim Jumat Legi yang dulu hanya diikuti warga sekitar, kini menjadi wadah ilmu dan ukhuwah.

Bahkan, Al-Fatimah pernah menggelar Bahtsul Masail Kubro yang diikuti berbagai pesantren dari Jawa dan Madura. Acara itu menandai peresmian gedung baru oleh H.M.S. Ka’ban, Menteri Kehutanan RI saat itu. Dari momentum itu pula, rencana mendirikan SMP Plus Al-Fatimah dideklarasikan oleh KH Agus Ali Masyhuri (Gus Ali) dari Ponpes Bumi Sholawat Sidoarjo bersama H.M. Santoso, Bupati Bojonegoro saat itu.

Kini, seluruh jenjang pendidikan hadir di bawah naungan Al-Fatimah. Dari TK hingga perguruan tinggi, semuanya dirancang untuk melahirkan generasi Qurani yang juga cakap menghadapi zaman. Bahkan, IAI Al-Fatimah telah menjalin kerjasama internasional dengan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, dan Universitas Islam Malaysia. Sudah ada alumni Al-Azhar yang kini mengabdi di Al-Fatimah selama tiga tahun. Di masa depan, program pertukaran pelajar dan santri internasional juga tengah dipersiapkan, agar semangat Al-Fatimah menembus batas negeri dan menyongsong Indonesia Emas 2045.

Perjalanan panjang itu pun berbuah manis. Ponpes Modern Al-Fatimah mendapatkan sejumlah apresiasi dan penghargaan nasional. Di antaranya, 5 Pilar Media Communication, diserahkan langsung di Sahid Hotel Yogyakarta. Al-Fatimah dinilai sebagai pesantren modern yang unggul, berkarakter, dan Islami, dengan sistem pengelolaan serta pelayanan yang baik. Banyak alumninya diterima di universitas luar negeri. Sebut saja, di Universitas Sun Yat-sen dan Hubay Medicine University, Tiongkok, serta Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir.

Kiai Tamam menanggapinya dengan rendah hati. “Penghargaan ini bukan untuk gengsi,” katanya. “Tapi untuk spirit inovasi dan kolaborasi menuju prestasi yang membanggakan bagi santri dan wali santri.”

Tak berhenti di situ, pesantren ini juga menjadi benteng moral di tengah arus zaman. Ponpes Modern Al-Fatimah aktif dalam gerakan kontra radikalisasi, juga bekerja sama dengan Divisi Humas Mabes Polri, MUI Pusat, Polda Jatim, dan Polres Bojonegoro. Menurut Kiai Tamam, pesantren harus menjadi vaksin sosial, yang melindungi masyarakat dari ajaran radikal. Al-Fatimah mesti menjadi lembaga pendidikan modern, dengan teta[ menjejak local wisdom.

Kini, Pesantren Modern Al-Fatimah bukan sekadar lembaga pendidikan, tetapi rumah pelita. Cahaya doa seorang ibu, cahaya ilmu seorang guru, dan cahaya masa depan bagi santri, anak-anak bangsa, yang menuntut ilmu dengan hati. Dari sebuah musala kecil di Pondok Bambu, Al-Fatimah menjelma menjadi Menara mercusuar ilmu yang memancarkan sinar luas. Ke Bojonegoro, Tuban, bahkan dunia.

Dan, di balik semua itu, gema doa sang ibu, Nyai Siti Fatimah, seakan masih berbisik lembut di antara langit-langit pesantren. “Selama niatmu lillah (hanya untuk Allah SWT), cahaya itu takkan padam.” (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Supardi


No More Posts Available.

No more pages to load.