KabarBaik.co – Sepanjang 2024, sebanyak 8.394 pekerja di 21 kabupaten/kota di Jawa Timur mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Data ini dirilis oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Timur berdasarkan laporan dari pemerintah kabupaten/kota.
Menurut Sigit Priyanto, Kepala Disnakertrans Jatim, Nganjuk menjadi wilayah dengan jumlah PHK terbanyak, mencapai 1.851 pekerja. Disusul Kabupaten Pasuruan dengan 1.338 pekerja, dan Gresik 1.206 pekerja.
Sigit Priyanto, Kepala Disnaskertrans Jatim menyatakan, “Angkanya sesuai yang tertulis di data kami,” kata Sigit, Selasa (14/1).
Gresik, yang dikenal sebagai kota industri, menempati posisi ketiga dalam daftar daerah dengan angka PHK tertinggi di Jawa Timur. Meski memiliki banyak kawasan industri besar, kota ini justru menghadapi tantangan serius dalam hal ketenagakerjaan.
Berdasarkan data Badan Statistik Jawa Timur per Desember 2024, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Gresik mencapai 6,45 persen. Meskipun angkanya menunjukkan tren penurunan dari tahun 2022 (7,84 persen) dan 2023 (6,82 persen), TPT tersebut masih tergolong tinggi.
Dilansir dari data yang dirilis oleh BPS Gresik, menjelaskan bahwa, “Dengan populasi angkatan kerja yang besar, setiap 10.000 pekerja, terdapat sekitar 645 orang yang menganggur”.
Ini bukan sekadar angka, tetapi mencerminkan tantangan besar bagi kota dengan jumlah industri signifikan seperti Gresik.
PHK yang terjadi di Gresik disinyalir dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari penurunan permintaan pasar global hingga efisiensi perusahaan akibat tekanan ekonomi. Selain itu, perubahan struktur bisnis pasca-pandemi juga menjadi salah satu penyebab signifikan.
Untuk mengatasi persoalan ini, Disnakertrans Jatim telah mendorong program pelatihan ulang (reskilling) dan peningkatan keterampilan (upskilling) bagi para pekerja yang terkena dampak PHK. Namun, upaya tersebut masih perlu diimbangi dengan kebijakan strategis yang melibatkan pemerintah pusat, daerah, dan sektor industri.
Meskipun Gresik mengalami penurunan angka pengangguran dalam tiga tahun terakhir, keberadaan industri besar tidak serta-merta menjamin stabilitas ketenagakerjaan. Perlu sinergi antara pemerintah, industri, dan masyarakat untuk menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan dan meminimalkan risiko PHK di masa depan.
“Harus ada kebijakan yang lebih komprehensif untuk memastikan tenaga kerja di Gresik terlindungi, terutama di tengah dinamika ekonomi global yang tidak menentu,” ujar salah satu masyarakat di Gresik.
Dengan tantangan ini, masyarakat Gresik berharap pemerintah mampu mengambil langkah proaktif untuk menekan angka PHK dan meningkatkan peluang kerja di kota yang menjadi pusat industri Jawa Timur tersebut. (*)






