KabarBaik.co – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur bakal serius menyelidiki terbitnya Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) seluas 665 hektare di laut, tepatnya di wilayah Sedati, Sidoarjo. Penyelidikan ini dilakukan untuk mengungkap kejanggalan terkait penerbitan SHGB tersebut.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jatim, Kombes Pol Farman, menyatakan bahwa pihaknya saat ini tengah melakukan pendalaman kasus ini dengan berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun, upaya tersebut menghadapi tantangan karena SHGB diterbitkan pada tahun 1996 oleh pejabat lama, sehingga data dan dokumen terkait sulit ditemukan.
“Terkait penerbitan HGB di wilayah Sidoarjo, tindakan yang sudah kami lakukan sesuai perintah Bapak Kapolda, kami telah melakukan penyelidikan dengan menurunkan tim dari Subdit Harda untuk pengecekan langsung ke lokasi dan memintai keterangan kepala desa,” jelasnya, Sabtu (25/1).
Farman menambahkan, pihaknya juga telah berkirim surat kepada dua perusahaan yang tercantum dalam SHGB tersebut untuk meminta klarifikasi lebih lanjut. “Kami sudah bersurat untuk mengundang dan memintai klarifikasi terhadap 2 perusahaan yang tertera dalam HGB itu,” ujarnya.
Penyelidikan ini turut melibatkan BPN, namun proses koordinasi dengan Kasi Sengketa BPN mengalami hambatan karena dokumen terkait berasal dari periode pemerintahan sebelumnya.
Menurut Farman, pihaknya juga mempertimbangkan untuk mengumpulkan data tambahan, termasuk menggunakan citra satelit guna memastikan asal-usul lahan tersebut.
“Kita kan sinergi dengan stakeholder terkait. Tapi, kita belum tahu (karena abrasi atau tidak). Nantinya kita akan minta citra satelit untuk mengetahui apakah itu betul semula tambak lalu abrasi atau memang laut adanya,” tambahnya.
Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, sebelumnya menyatakan bahwa SHGB di Laut Sidoarjo kemungkinan besar diterbitkan karena adanya abrasi.
Nusron menjelaskan bahwa lahan tersebut dulunya merupakan tambak perikanan yang kemudian berubah menjadi bagian dari laut akibat abrasi.
“Lahan itu dulunya adalah tambak perikanan. Namun, seiring berjalannya waktu terjadi abrasi dan saat ini menjadi bagian dari lautan,” jelas Nusron kepada media, sambil menunjukkan peta lahan sebelum dan sesudah abrasi.
Pernyataan Nusron ini menuai respons negatif dari berbagai pihak, termasuk dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Direktur WALHI menyatakan bahwa mereka telah melakukan penelitian mendalam terhadap kasus tersebut dan menemukan indikasi adanya kejanggalan dalam penerbitan SHGB.
Selain itu, BPN sendiri masih melakukan penelusuran lebih lanjut terkait klaim abrasi tersebut. “Hingga saat ini pihak BPN masih mencari dokumen-dokumen SHGB tersebut,” ungkap Farman.
Ia menegaskan bahwa upaya penyelidikan akan terus dilanjutkan untuk memastikan tidak ada pelanggaran hukum dalam penerbitan SHGB di laut tersebut.(*)