KabarBaik.co -Pengadilan Negeri (PN) Blitar menggelar sidang praperadilan atas gugatan yang diajukan oleh Joko Trisno Murdianto dan Hendi Priono, terhadap Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Blitar.
Sidang yang berlangsung pada Selasa (18/3) pukul 08.45 WIB ini mempersoalkan dua hal utama, yakni keberatan atas penetapan tersangka Muhammad Bahweni selaku Direktur CV Cipta Graha Pratama dan dugaan pemalsuan tanda tangan oleh pihak Kejari.
Gugatan tersebut telah diajukan pada Jumat (14/3) kepada juru sita PN Blitar, Anang Muhson Fauzan, berdasarkan perintah Hakim Ketua dalam perkara perdata nomor: 2/Pid.Pra/2025/PN Blt. Pihak tergugat dalam perkara ini adalah Kepala Kejari Kabupaten Blitar.
Sebelumnya, Kejari Kabupaten Blitar telah menetapkan Muhammad Bahweni, Direktur CV. Cipta Graha Pratama, sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek DAM Kali Bentak di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Blitar. Proyek tersebut berasal dari anggaran tahun 2023 dengan nilai pekerjaan sebesar Rp 4,92 miliar.
“Pada hari Selasa, 11 Maret 2025, Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar menetapkan MB, Direktur CV Cipta Graha Pratama, sebagai tersangka. Penetapan ini dilakukan oleh Tim Jaksa Penyidik Tindak Pidana Khusus berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-01/M.5.48/Fd.2/03/2025 yang diterbitkan pada tanggal yang sama. MB kemudian ditahan selama 20 hari ke depan di Lapas Kelas II B Blitar,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Kabupaten Blitar Diyan Kurniawan.
Sidang praperadilan akan berlanjut pada Rabu (19/3) pukul 08.45 WIB dengan agenda replik dari pemohon, dan dilanjutkan pukul 13.00 WIB dengan agenda duplik dari pihak termohon.
Sementara itu, kuasa hukum Muhammad Bahweni, Hendi Priono menyoroti jawaban pihak kejaksaan yang dinilai tidak menanggapi dalil utama dalam permohonan mereka.
Menurut Hendi, dalam permohonan praperadilan, pihaknya menegaskan bahwa tidak ada temuan kerugian negara berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait proyek Dam Kalibentak. Namun, kejaksaan tidak memberikan tanggapan substantif terhadap poin tersebut.
“Kejaksaan hanya memberikan jawaban normatif bahwa yang menentukan kerugian negara bukan hanya BPK, tetapi juga pemeriksa keuangan yang ditunjuk kejaksaan. Tapi mereka tidak menanggapi secara langsung hasil audit BPK yang menyatakan tidak ada kerugian negara,” ujar Hendi, Selasa (18/3).
Hendi menambahkan, pihaknya akan memberikan tanggapan dalam replik yang dijadwalkan besok. “Fokus kami adalah mengapa kejaksaan tidak menanggapi temuan BPK ini, padahal di berbagai media mereka sebelumnya menyatakan BPK memang tidak menemukan kerugian. Namun, mereka justru menggunakan keterangan ahli sebagai dasar adanya kerugian negara,” katanya.
Permohonan praperadilan ini diajukan untuk membatalkan status tersangka MB. Hendi menyampaikan bahwa penyidikan kasus ini tidak sah karena tidak adanya temuan kerugian negara dari BPK. “BPK menyakatakn tidak ada temuan kenapa mereka menggunakan ahli sebagai dasar untuk menyatakan kerugian negara,” tegasnya.
Terkait nilai kerugian negara dalam perkara ini, Hendi menyatakan belum bisa memberikan angka resmi. “Nanti akan terlihat dalam proses pembuktian. Ada kabar soal Rp 4,9 miliar, tapi kami belum tahu apakah itu nilai proyek atau dugaan kerugian,” pungkasnya.(*)






