Swasembada Energi dan Sumber Daya untuk Negeri: Kisah Cahaya di Daerah Kepulauan Terluar & Terpencil Jawa Timur

oleh -58 Dilihat
WhatsApp Image 2024 10 24 at 20.33.45 scaled
Suasana malam hari Pesantren Abu Hurairah II di Pulau Sepanjang, Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep. Tampak ruang kelas yang berhadap-hadapan dengan asrama santri laki-laki yang terbuat dari papan dan kayu berbentuk panggung. (Foto: Hairul Faisal)

KabarBaik.co – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berikhtiar mengimplementasikan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pemerataan akses energi hingga ke pelosok negeri. Seperti yang dikatakan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, dalam rilis resmi Kementerian ESDM pada 17 Oktober 2025 lalu, bahwa dia sangat memahami arti kehadiran listrik bagi masyarakat. Menurutnya, pemerataan listrik adalah wujud nyata kehadiran negara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ikhtiar pemerataan akses energi inilah yang perlahan mulai dirasakan hasilnya oleh masyarakat yang tinggal di puluhan pulau dan belasan desa terpencil dan terluar yang ada di Kepulauan Sapeken, Madura, Jawa Timur. Salah satunya masyarakat Pulau Sepanjang. Dimulai saat Bupati Sumenep, Achmad Fauzi, meresmikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) pada 14 Juni 2023 hingga beroperasi pada awal 2024 lalu, aliran listrik hingga kini terdistribusi secara merata ke rumah-rumah warga, tempat-tempat ibadah, dan lembaga pendidikan yang ada di Pulau Sepanjang.

Seperti umumnya menuju daerah terluar dan terpencil di tanah air, orang dari Jakarta, misalnya, yang ingin berkunjung ke Pulau Sepanjang butuh effort dan perjuangan ekstra. Langkah awal dimulai dari berangkat menuju Surabaya. Lalu dilanjutkan dengan melewati Jembatan Suramadu hingga ke titik paling ujung timur Pulau Madura bernama Pelabuhan Kalianget, Kabupaten Sumenep, dengan durasi waktu tempuh sekitar 5-6 jam. Selanjutnya meneruskan perjalanan menggunakan transportasi laut dengan waktu tempuh sekitar 24 jam menuju Pelabuhan Sapeken. Tubuh yang mulai lelah seakan dipaksa menuntaskan langkah kaki di atas perahu kayu sekitar 1,5 jam untuk tiba di Pulau Sepanjang.

Akses yang sulit dan lokasinya yang sangat terpencil membuat masyarakat Pulau Sepanjang merasa aliran listrik seperti pelukan jarak jauh dari pemerintah untuk rakyatnya. Tidak hanya membantu memudahkan masyarakat untuk urusan rumah tangga dan kehidupan sosial, energi yang merata juga membantu meningkatkan akses dan kualitas pendidikan anak-anak pulau. Khususnya di lingkungan Pondok Pesantren Persatuan Islam Abu Hurairah II Sepanjang, yang menuntut santrinya mendalami berbagai macam disiplin ilmu dan rangkaian ibadah dari pagi sampai malam hari.

Pengasuh, pengajar, dan seluruh santri di tempat itu menyambut gembira hujan cahaya yang kini rutin menyapa setiap malam. Lingkungan pesantren terasa lebih bergairah karena berbagai program di malam hari bisa terlaksana secara maksimal. Mulai salat berjamaah di musola pesantren dari Magrib, Isya, Tahajud, dan Subuh, hingga kegiatan mengaji Alquran, belajar, dan latihan pidato di dalam ruang kelas. Tidak ketinggalan pula kegiatan para santri di dalam asrama, baik keperluan memasak maupun penggunaan kipas angin.

Pengasuh Pesantren Abu Hurairah II Sepanjang, Ustad Dhamin Hasyima menyatakan, sebelum tersedia aliran listrik seperti sekarang, pihaknya membeli tiga liter solar untuk dipakai menghidupkan mesin diesel milik pesantren mulai dari pukul 17.30 hingga 21.00. Itupun yang teraliri listrik hanya musola, rumah pengasuh, kantor pesantren, dan dua ruang kelas saja. Sementara, asrama santri menggunakan lampu teplok dan obor yang dibuat dari bambu sebagai alat penerang. Baik asrama santri perempuan yang berbentuk bangunan permanen, maupun asrama santri laki-laki yang terbuat dari kayu dan papan berbentuk panggung.

”Terima kasih tentu saja kami sampaikan karena saat ini pulau kami sudah terang dan pesantren kami terasa lebih hidup,” kata Dhamin saat ditemui di kediamannya, Kamis (2/10). Menurutnya, sejak pihak PLN mulai sosialisasi pada 2023 lalu, Dhamin termasuk yang antusias mendaftar agar pesantren yang diasuhnya teraliri listrik. Dia tidak ingin seterusnya membeli solar sebagai syarat pesantrennya disinari lampu. Selain karena waktu terangnya yang terbatas akibat uang untuk membeli solar juga terbatas, juga agar seluruh kegiatan kepesantrenan berlangsung lancar.

”Kan lampu diesel milik pesantren tidak setiap malam kita nyalakan. Kalau lagi ada uang lebih, ya kita beli solar. Tapi kalau lagi tidak ada uang, ya terpaksa para santri salat dan belajar menggunakan lampu teplok,” tutur Dhamin lalu tersenyum. Dia sependapat dengan slogan dan misi besar pemerintah bahwa listrik merupakan gerbang menuju Indonesia maju. Dengan listrik masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah terpencil dan terluar seperti Pulau Sepanjang akan menikmati akses penerangan dan pendidikan menjadi lebih berkualitas.

Karena itu, saat ini dia terus memaksa para ustad dan tenaga pengajar pesantren untuk memanfaatkan tenaga listrik dalam mendidik para santri dengan menggunakan media pembelajaran berbasis elektronik. Seperti menggunakan infocus untuk kegiatan belajar mengajar dan kegiatan ekstrakulikuler. ”Misalnya, kita mulai adakan nonton bareng film-film Islam dan sejarah tokoh-tokoh bangsa menggunakan infocus. Waktunya disesuaikan dengan kosongnya kegiatan belajar mengajar santri di malam hari,” papar Dhamin.

Dhamin juga berterima kasih karena saat pemasangan listrik, Pesantren Abu Hurairah II Sepanjang diberikan secara gratis dua kwh meteran listrik oleh pihak PLN. Menurut informasi yang didapatkannya dari beberapa sumber, PLTD yang saat ini beroperasi di Pulau Sepanjang berkapasitas 240 KW. Pihak PLN masih akan mengembangkannya secara bertahap melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk meningkatkan pelayanan aliran listrik kepada 1.500 pelanggan di pulau tersebut.

”Walaupun listrik nyala hanya di malam hari saja, belum 24 jam seperti di Pulau Sapeken, tetap kami syukuri. Sangat bersyukur karena pengeluaran pesantren menjadi lebih hemat,” jelas Dhamin. Menurut dia, pihaknya hanya mengeluarkan uang Rp100.000 per bulan untuk membeli pulsa atau token listrik agar setiap sudut Pesantren Abu Hurairah II Sepanjang diterangi cahaya lampu. Jumlah itu jauh lebih hemat jika dibandingkan dengan membeli tiga liter solar per malam yang harga perliternya Rp8.000 seperti saat pesantren menggunakan mesin diesel sendiri.

Sebagai pesantren yang menarik SPP untuk setiap santrinya hanya Rp20.000 per bulan, membeli solar tiga liter setiap malam jelas bukan perkara mudah. ”Apalagi jumlah santri yang hampir 50 ini tidak seluruhnya membayar SPP karena kondisi ekonomi keluarganya tidak mampu membayar. Jadi sangat berat operasional pesantren pada malam hari jika seterusnya menggunakan mesin diesel sendiri,” kata Dhamin.

WhatsApp Image 2025 10 26 at 14.31.37 e1761463965172
Para tukang kayu di Pulau Paliat tengah bekerja. (Foto: Hairul Faisal)

Kisah cahaya di Pulau Sepanjang kini terus berlanjut ke pulau-pulau lain yang ada di Kepulauan Sapeken. Termasuk ke Pulau Paliat, yang jarak tempuhnya dari Pulau Sepanjang sekitar 1,5 jam menggunakan perahu kayu. Lokasi pulau yang satu ini berada persis di sebelah barat Pulau Sapeken, Ibu Kota Kecamatan dan Kepulauan Sapeken. Bedanya, jika akses energi listrik di Pulau Sepanjang membantu jalannya operasional pendidikan, maka masyarakat Pulau Paliat terbantu dalam urusan pertukangan kayu. Para tukang kayu di pulau itu mulai beralih dari perkakas tradisional ke alat pertukangan modern berbasis listrik.

Salah satu tokoh masyarakat Pulau Paliat, Sudarsono, merasa senang akses energi listrik yang mulai masuk ke pulaunya sejak tahun 2022 lalu membuat produksi pertukangan kayu semakin meningkat. ”Karena di sini (Pulau Paliat) PLN-nya menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Jadi listrik baru hidup hanya pada siang hari saja, sementara saat malam hari ada yang menggunakan diesel, ada pula yang menggunakan lampu tradisional. Mungkin ini bertahap ya, sebelum nanti listrik hidup saat malam hari juga. Tapi kami tetap senang karena (listrik) membantu bidang pertukangan,” tutur Darsono, Senin (21/10).

Optimisme Darsono soal akses listrik yang dalam waktu tidak terlalu lama lagi akan berlangsung dari siang hingga malam hari di pulaunya bukan tanpa alasan. Sebab, Kementerian ESDM melalui rilis resminya pada 2 September 2025 lalu berkomitmen untuk meningkatkan pemerataan akses listrik kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya yang bertempat tinggal di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Untuk melistriki seluruh rumah tangga di Indonesia, Kementerian ESDM melaksanakan program Listrik Desa (Lindes) untuk periode tahun 2025 hingga 2029 mendatang.

Program ini menargetkan elektrifikasi untuk 5.758 desa yang belum berlistrik PLN dengan membangun infrastruktur listrik perdesaan dan penyambungan listrik untuk sekitar 1,2 juta rumah tangga. Target ini sejalan dengan arah kebijakan ketenagalistrikan yang dituangkan pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) Tahun 2025-2034. Wakil Menteri ESDM Yuliot menyebut upaya pemerintah ini merupakan wujud nyata kehadiran negara bagi masyarakat pelosok yang membutuhkan.

Menurut Yuliot, program Lindes diprioritaskan bagi rumah tangga di desa-desa dengan ketertinggalan akses, tantangan geografis, dan kebutuhan sosial tertinggi. ”Target tersebut merupakan wujud kehadiran negara agar masyarakat pelosok menikmati layanan listrik yang andal dan berkelanjutan. Akses listrik bukan sekadar terang. Ini bisa membuka kesempatan belajar, produktivitas ekonomi, dan layanan kesehatan yang lebih baik. Lisdes 2025-2029 kami rancang untuk menghadirkan manfaat nyata itu hingga ke desa-desa terjauh,” kata Yuliot di Jakarta, Selasa (2/9).

Yuliot menyebut bahwa upaya melistriki daerah 3T yang umumnya memiliki kondisi akses yang menantang, dilakukan dengan mengombinasikan sambungan on grid di lokasi yang dekat dengan jaringan PLN dengan solusi off grid bagi daerah terpencil. Sebagai langkah awal, akhir Juni 2025 lalu, Presiden Prabowo Subianto didampingi Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, telah meresmikan 55 pembangkit listrik energi terbarukan, yang terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Pembangkit yang diresmikan tersebut, tersebar di 15 provinsi, dengan total kapasitas mencapai 379,7 Megawatt.

Data Kementerian ESDM menyebut, hingga pertengahan 2025, tahap konstruksi dan commissioning untuk proyek-proyek PLTS perdesaan telah berjalan dan sambungan perdana telah dinikmati oleh ribuan rumah tangga. Rasio elektrifikasi nasional sendiri telah mencapai sekitar 99,83 persen pada akhir 2024, sehingga Lisdes 2025-2029 difokuskan untuk menuntaskan kantong-kantong yang belum berlistrik. Dengan dibangunnya Lisdes hingga 5 tahun ke depan, diharapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah 3T. ”Dengan tambahan kapasitas EBT desa dan sambungan rumah tangga baru, Lisdes 2025-2029 diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik, menggerakkan perekonomian lokal,” tutur Yuliot.

Layanan Kesehatan Meningkat, Perekonomian Lokal Terangkat

Lokasi Kepulauan Sapeken yang jauh terpencil membuat perekonomian lokal menjadi yang terdampak jika cuaca sedang tidak bersahabat. Sebab, warga tak bisa membeli es balok ke Singaraja, Bali, atau Kalianget, yang dipakai untuk mengawetkan hasil tangkapan nelayan. Padahal, sebagai wilayah pesisir yang mayoritas masyarakatnya berprofesi nelayan, es balok menjadi kebutuhan dasar agar hasil tangkap nelayan bisa tahan lama dan nilai jualnya tetap stabil. Bayang-bayang kerugian sudah pasti menghantui para nelayan dan pengepul ikan jika tak bisa membeli es balok.

WhatsApp Image 2025 10 16 at 10.53.52
Salah seorang pekerja berada di pabrik es balok milik Bahruttamam. (Foto: Hairul Faisal)

Beruntung sejak aliran listrik berlangsung 24 jam di Pulau Sapeken pada pertengahan 2011 lalu, masyarakat Kepulauan Sapeken tidak perlu lagi jauh-jauh membeli es balok ke Singaraja atau Kalianget. Beberapa pengusaha lokal mulai membuat pabrik es balok sendiri. Hingga kini ada empat pabrik es balok yang telah beroperasi di Pulau Sapeken. Jumlah itu belum termasuk beberapa pabrik es balok berukuran mini yang kapasitas produksinya lebih sedikit.

Menurut Masri, salah seolah pegawai PLN Sapeken, pengusaha lokal sudah pasti akan memaksimalkan layanan listrik PLN untuk operasional pabrik es balok karena lebih hemat, jika dibandingkan dengan menggunakan mesin diesel sendiri. ”Cuma tarifnya saja yang berbeda. Kan di PLN ada tarif khusus untuk industri yang jelas berbeda dengan tarif rumah tangga dan tempat ibadah atau sekolah. Tapi walaupun agak mahal karena tarif industri, tetap jauh lebih hemat jika dibandingkan dengan menggunakan mesin diesel sendiri,” tutur Masri saat ditemui di tempat kerjanya, Rabu (8/10).

Pernyataan Masri diamini oleh Bahruttamam, salah seorang pemilik pabrik es balok di Sapeken. Menurut Tamam, layanan listrik PLN 24 jam yang telah berlangsung selama belasan tahun di Pulau Sapeken sangat membantu pertumbuhan perekonomi masyarakat, khususnya pengepul ikan dan para nelayan. Kemudahan memperoleh es balok membuat nelayan bebas memancing hingga berhari-hari ke pulau-pulau lain tanpa khawatir hasil tangkapannya membusuk.

”Karena semua nelayan yang memancing ikan ekspor seperti kerapu dan ikan-ikan mahal lainnya itu membawa es balok yang dimasukkan di cooler box. Biasanya nelayan di tengah laut tiga sampai empat hari baru pulang ke rumah. Ikan-ikannya sudah pasti aman karena bawa es balok,” tutur Tamam.

Setiap hari pabrik milik Tamam mampu memproduksi hingga 400 es balok yang beratnya sekitar 25 kg per biji. Sebelum memanfaatkan layanan listrik PLN seperti sekarang, pabriknya sempat menggunakan mesin diesel secara mandiri sekitar delapan bulan lamanya. Biaya operasional menggunakan mesin diesel yang mencapai Rp20 juta perbulan membuat Tamam tak berpikir dua kali berpindah ke PLN saat perusahaan pelat merah itu memutuskan beroperasi 24 jam. ”Kalau pakai PLN biaya operasional dan produksi hanya habis sekitar Rp12-13 juta perbulan. Alhamdulillah, untuk pengusaha kecil seperti saya itu sangat membantu karena bisa hemat hingga 40 persen biaya produksi,” jelas Tamam.

Tak hanya membantu untuk urusan ekonomi, pelayanan PLN yang semakin meningkat di Pulau Sapeken juga bermanfaat untuk peningkatan layanan kesehatan. Koordinator Imunisasi Puskesmas Sapeken, Mabnu, menjelaskan bahwa aliran listrik yang berlangsung non stop sangat mendukung terealisasinya layanan kesehatan secara maksimal di tempatnya bekerja. Sebab hampir semua peralatan dan kebutuhan medis memerlukan aliran listrik secara terus menerus. ”Layanan dan alat-alat medis membutuhkan listrik yang konsisten, maksudnya yang hidup selama 24 jam,” ujar Mabnu.

Mabnu mencontohkan perlengkapan medis yang dimaksud. Mulai dari lemari es yang digunakan menyimpan vaksin imunisasi dan obat antitetanus, ruangan apotek yang harus ber-AC, laboratorium yang harus konsisten dengan suhu 2º-8ºC, hingga ruang UGD. ”Kalau misalnya kita kehabisan tabung manual, itu ada namanya oksigen konsentrator yang sangat diperlukan bagi pasien-pasien di UGD yang sesak, asma. Jika listrik 24 jam, maka kita bisa leluasa menggunakan oksigen konsentrator itu. Begitu juga dengan pemeriksaan jantung, EKG, pemantauan tekanan tensi, suhu SPO2 yang membutuhkan listrik,” papar Mabnu.

Mabnu bersyukur aliran listrik 24 jam yang berlangsung hingga saat ini bisa mencegah risiko rawan pada pasien yang dirawat di Puskesmas Sapeken. Sehingga pasien tidak perlu lagi dirujuk menggunakan perahu atau kapal ke rumah sakit yang ada di daratan Sumenep, Banyuwangi, atau Singaraja, seperti yang biasa dilakukan pihak Puskesmas Sapeken saat PLN masih beroperasi hanya pada malam hari. ”Kalau ada pasien kan tidak bisa kita atur atau tentukan agar masuk pada malam hari saat listrik nyala, harus selalu standby. Nah, jika listrik hanya pada malam hari, maka pada pagi hingga sore hari kita tidak bisa menggunakan alat-alat medis tadi,” tutur Mabnu.

Perlahan tapi pasti masyarakat yang tinggal di puluhan pulau dan belasan desa yang ada di Kepulauan Sapeken semakin merasakan kehadiran negara di bumi yang mereka pijak. Energi listrik yang tersambung melalui bentangan kabel ke rumah-rumah warga, ke lembaga-lembaga pendidikan, ke puskesmas, sejatinya tak hanya menghadirkan cahaya, tapi juga menerangi jalan panjang menuju masa depan peradaban yang cerah. Sekaligus menjadi bukti bahwa energi dan sumber daya melimpah yang dianugerahi Tuhan bagi Indonesia dirasakan secara merata oleh penduduk negeri ini. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Hairul Faisal


No More Posts Available.

No more pages to load.