KabarBaik.co- Penyelenggaraan ibadah haji Indonesia akan memasuki sejarah baru. Mulai tahun depan atau 2026, seluruh kewenangan pengelolaan haji resmi berpindah dari Kementerian Agama (Kemenag) ke Kementerian Haji dan Umrah, sebuah lembaga baru hasil transformasi dari Badan Penyelenggara (BP) Haji.
Wakil Menteri Agama Muhammad Syafi’i menyebut bahwa proses transisi ini ditargetkan tuntas pada 2025, menyusul telah disahkannya revisi Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. “Mulai dari pegawai, embarkasi, anggaran, semua yang termasuk sumber daya dan aset terkait Ibadah Haji dan Umrah akan berpindah wewenang ke Kementerian Haji,” kata Syafi’i kepada awak media di Kompleks Senayan, Rabu (3/9).
Transformasi tersebut diyakini akan membuat tata kelola haji lebih fokus, profesional, dan terdedikasi penuh untuk melayani jemaah. Saat ini, pembentukan Kementerian Haji dan Umrah tinggal menunggu keputusan Presiden Prabowo Subianto, termasuk soal penunjukan menteri. Nama KH Muhammad Irfan Yusuf (Gus Irfan), Kepala BP Haji, disebut-sebut bakal otomatis menduduki posisi Menteri Haji dan Umrah tersebut.
Sementara itu, persiapan haji 2026 terus berjalan. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief memastikan, pemerintah sudah mengirimkan uang muka layanan masyair, yaitu paket layanan puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) ke sistem e-wallet e-Hajj Arab Saudi. “Kita sudah punya deposit di dalam sistem,” ujarnya.
Data yang dihimpun, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) telah menyetorkan uang muka layanan masyair untuk pelaksanaan ibadah haji 2026 ke sistem e-Hajj Arab Saudi itu. Total dana yang ditransfer mencapai sekitar Rp 2,7 triliun atau setara SAR 627,2 juta. Biaya masyair ditu itetapkan sebesar SAR 2.300 atau sekitar Rp 10 juta (dengan kurs Rp 4.387,38 per SAR) per jamaah. Artinya, dengan kuota haji reguler Indonesia sebanyak 203.320 jamaah per tahun, maka total kewajiban yang harus dibayarkan pemerintah ke Arab Saudi untuk masyair itu menembus triliunan rupiah per tahun.
Selain biaya masyair, pemerintah Indoensia juga menanggung biaya tambahan untuk layanan tenda di Armuzna sebesar SAR 785 atau sekitar Rp 3,44 juta per jamaah. Keseluruhan komponen biaya ini sudah masuk dalam Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan tidak membebani jemaah dengan pungutan tambahan.
Sementara itu, berdasarkan timeline dari Kemenag, tahap haji 2026 yang kini telah berlangsung adalah kontrak layanan, penentuan maskapai, dan jadwal penerbangan. Semua tahapan itu akan menjadi salah satu transisi terakhir sebelum kewenangan resmi beralih ke Kementerian Haji pada 2026. Adapun perkiraan keberangkatan haji Indonesia untuk tahun 2026 kemungkinan terjadi sekitar pertengahan hingga akhir April 2026. (*)








