KabarBaik.co- Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah dimulai kemarin (6/1). Pada tahap pertama, peluncuran program unggulan Presiden Prabowo Subianto itu dilakukan di 190 titik layanan yang tersebar di 26 Provinsi. Di Jawa Timur, MBG belum menyasar seluruh kabupaten/kota. Baru menjangkau 31 lokasi layanan.
Program MBG sangat positif dan mulia. Karena itu, MBG mesti dilaksanakan secara transaparan dan akuntabel sehingga akan memunculkan partisipasi masyarakat. Benar-benar tepat sasaran serta membawa dampak seperti diharapkan. Betapa tidak, alokasi anggarannya sangat besar. Pada tahap awal, di APBN 2025 dialokasikan dana mencapai Rp 71 triliun.
Jumlah anggaran itupun belum dapat menjangkau seluruh anak-anak se-Indonesia dan penerima manfaat lainnya. Kabarnya, dana Rp 71 triliun itu hanya cukup sampai Juni 2025. Jika dikalkukasi hingga akhir tahun 2025, kebutuhan anggaran diperkirakan mencapai Rp 210 triliun untuk dapat menyasar semua penerima manfaat.
Sejatinya, program serupa MBG itu juga sudah berjalan di sejumlah negara lain. Salah satu di antaranya Jepang. Bahkan, di Negeri Sakura itu makan gratis sudah berlangsung sejak abad 19. Program makan gratis di sekolah-sekolah Jepang itu disebut kyushoku. Namun, perlu dicatat, Kyushoku lebih dari sekadar makan siang.
Program Kyushoku di Jepang bukan hanya sebatas menyediakan makanan gratis untuk siswa. Progam itu merupakan bagian integral dari pendidikan karakter. Melalui Kyushoku, anak-anak diajarkan berbagai nilai dan keterampilan sosial yang penting. Pertama, tanggung jawab. Siswa diajarkan untuk mengambil bagian dalam persiapan makanan, seperti mencuci tangan, mengatur meja, dan membersihkan setelah makan. Perilaku ini tentu dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kemandirian.
Kedua, Kerjasama. Dalam menyiapkan dan menikmati makanan bersama, siswa belajar bekerja sama dan saling menghargai satu sama lain. Ketiga, sopan santun. Anak-anak diajarkan untuk mengucapkan terima kasih, meminta maaf, dan senantias menjaga kebersihan lingkungan makan. Keempat, apresiasi makanan, siswa diajarkan untuk menghargai makanan yang mereka dapatkan dan tidak membuang-buang makanan.
Selain itu, menu Kyushoku dirancang oleh ahli gizi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi siswa, sehingga siswa belajar tentang pentingnya makanan sehat. Kemudian, beberapa menu Kyushoku menampilkan makanan khas daerah setempat. Dengan demikian, siswa-siswi dapat mengenal dan menghargai budaya lokal.
Bagaimana pendidikan karakter diterapkan dalam Kyushoku? Anak-anak terlibat secara aktif dalam proses makan. Mulai dari persiapan hingga pembersihan. Para guru juga seringkali memanfaatkan waktu makan untuk memberikan penjelasan tentang asal usul makanan, nilai gizi, dan budaya terkait makanan.
Setelah makan, siswa pun didorong untuk berdiskusi tentang makanan yang mereka makan dan pelajaran yang dapat diambil. Tentu saja, para guru dan staf sekolah menjadi contoh yang baik dalam menunjukkan perilaku makan yang sopan dan bertanggung jawab.
Jadi, Kyushoku di Jepang memang benar-benar membawa banyak manfaat. Mulai pembentukan karakter, peningkatan Kesehatan, penguatan ikatan social, hingga pelestarian budaya makan dan nilai-nilai tradisional Jepang. Karena dilaksanakan transparan, akuntabel, dan partisipatif, Kyushoku yang sudah Seabad itu terus berjalan dengan baik.
Nah, apakah Indonesia bisa menjadikan MBG itu seperti Kyushoku? Yang jelas, selain Jepang, beberapa negara lain yang juga telah sukses melaksanakan program makan siang gratis antara lain Brasil, Finlandia, India, Amerika Serikat, dan beberapa negara lain.
Jika dicermati, salah satu kunci penting keberhasilan program itu adalah transparansi dan akuntabilitas sehingga terbangun kepercayaan tinggi, kemudian memunculkan partisipasi masyarakat. Bukan berebut untung. Ingat, MBG ini untuk anak-anak dan masa depannya. (*)