DI TANAH Madura yang kering dan bersahaja, tembakau tumbuh seperti harapan yang tak pernah padam. Di antara ladang-ladang itu, berdiri sosok yang kini sudah dikenal luas sebagai “Sultan Madura”. Namanya, Haji Her.
Lahir dengan nama lengkap Khairul Umam, Haji Her sejatinya bukan terlahir sebagai bangsawan. Namun, kehidupannya kini seolah menjadi legenda. Rumah megahnya di Jalan Raya Trasak, Pamekasan, bak istana saja. Menyimpan begitu banyak cerita. Tapi, bukan dinding rumah itu yang paling mencolok, melainkan seberapa sering membuka pintunya untuk orang lain.
Haji Her adalah pengusaha tembakau. CEO PT Bawang Mas Group. Ketua Paguyuban Pelopor Petani dan Pedagang Tembakau se-Madura. Tapi lebih dari itu, lelaki kelahiran 1981 ini adalah tetangga bagi yang tak punya atap. Saudara bagi yang tak punya penghasilan. Dan, harapan bagi yang kehabisan jalan.
Lewat kekayaan dari bisnis rokok dan tembakau, Haji Her membangun lebih dari seribu rumah bagi warga miskin. Bukan bantuan yang rumit. Tak ada formulir, tak diminta fotokopi KTP, tak perlu surat rekomendasi. Cukup ada laporan rumah tak layak huni, dicek oleh tim, lalu dibangun tanpa syarat.
“Uang ini murni dari pribadi. Halal. Tanpa pamrih,” katanya kepada awak media beberapa waktu lalu. Setiap rumah dibantu sekitar Rp 42 juta lebih. Tanpa anggaran negara, tanpa kontrak proyek. Hanya niat baik dan eksekusi nyata. Semua dikoordinasi lewat Bawang Mas Centre (BMC), tim sosial yang menyisir data dari kampung ke kampung.
Gerakan ini telah menyentuh seluruh kecamatan di Pamekasan, dan rencananya akan diperluas ke seluruh Madura. Mimpi Haji Her: Jangan ada orang Madura yang hidup di rumah yang nyaris roboh. Karena baginya, tempat tinggal bukan kemewahan, melainkan kebutuhan dasar manusia.
Tak hanya untuk yang sudah terdata. Bagi warga yang belum tercatat oleh pemerintah pun tetap diberi peluang. Haji Her membuka ruang, tanpa diskriminasi. Tak peduli latar belakangnya. Tak peduli suku atau afiliasi. Siapa pun bisa menerima bantuan, selama memang membutuhkan.
Haji Her tak hanya peduli soal tempat tinggal. Ia juga aktif di kegiatan sosial lain. Bersama para ulama, tokoh masyarakat, dan komunitas, ia terus hadir di tengah warga. Memberi sembako. Menggalang bantuan. Menyediakan lahan untuk kegiatan keagamaan. Menyatu dengan masyarakat, tak membuat jarak.
Meski tak pernah mengumumkan kekayaannya, masyarakat tahu betapa besarnya kemampuan finansialnya. Ia bisa menggelontorkan miliaran rupiah untuk sosial, tanpa banyak bicara. Bahkan, banyak yang menyebut, Haji Her adalah ’’penimbun’’ tembakau terbesar di Indonesia.
“Semua pabrikan pasti kenal kita. Kita paham betul masalah tembakau,” ucapnya saat hadir dalam forum Badan Legislasi DPR RI, membahas RUU tentang Komoditas Strategis Perkebunan, kala itu. Haji Her bicara sebagai pelaku langsung. Sebagai orang lapangan. Bukan sebagai tamu undangan yang hanya numpang lewat.
Saat itu, Haji Her menegaskan bahwa sektor tembakau menyangkut hajat hidup jutaan orang. Setidaknya ada sekitar 15 juta petani dan keluarga yang hidup dari tembakau. Dan dirinya tahu cara untuk menyejahterakan mereka. Bukan lewat retorika, tapi lewat pengalaman dan sistem nyata yang sudah dijalankan.
Kesejahteraan petani bukan soal janji kampanye. Tapi soal harga jual, musim panen, dan rantai distribusi. “Petani tembakau itu sekitar 15 juta jiwa. Mereka harus diberi kepastian,” tegasnya. Satu keputusan salah di atas, bisa membuat ladang petani sepi pembeli di bawah.
Pernyataan itu bukan tanpa dasar. Perusahaannya, PT Bawang Mas Group, adalah pengumpul tembakau dari berbagai daerah di Indonesia. Perusahaan itu membeli langsung dari para petani. Memotong peran tengkulak. Memberi harga pantas. Dengan cara itu, pihaknya membantu petani mendapatkan penghasilan yang lebih layak.
Selain tembakau, Haji Her juga menjajal sektor lain. Di antaranya, mendirikan Bento Group Indonesia. Lalu, pada pertengahan 2023, meluncurkan Bento Kopi. Sebuah usaha minuman cepat saji yang kini mulai merambah ke berbagai kota. Ia paham bahwa bisnis harus berkembang. Tapi tak melupakan akar.
Tak hanya urusan bisnis dan sosial, Haji Her juga punya sisi personal yang kuat. Juli 2023 lalu, ia membeli mobil bekas kepresidenan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Mobil merek Kia Enterprise V6 itu dibelinya seharga Rp 350 juta. Bukan untuk gaya-gayaan. Tapi karena Haji Her mengidolakan sosok cucu pendiri NU Hadratussyaikh KH Hasyim Asyari itu.
“Meski ditawar Rp 4 miliar, tidak akan saya jual,” katanya mantap kepada wartawan. Mobil itu disimpan sebagai bentuk penghormatan. Sejarah bukan sekadar cerita, tapi warisan nilai yang harus dijaga.
Bagi Haji Her, mobil itu memiliki nilai spiritual. Dia menganggap Gus Dur sebagai tokoh bangsa yang menjunjung toleransi dan kemanusiaan. Nilai-nilai itu pula yang dipegangnya dalam hidup. Menolong siapa pun, tak melihat latar belakang.
Kehidupan Haji Her pun tak lepas dari perhatian kalangan elite dan pengusaha papan atas. Victor Hartono, CEO Djarum Foundation, bahkan pernah datang langsung ke Madura untuk berdiskusi dengannya. Tentang bisnis tembakau. Tentang masa depan industri. Tentang kesejahteraan petani. Pertemuan itupun diam-diam seperti menjadi pengakuan. Bahwa, Haji Her bukan sekadar pemain daerah, melainkan pengendali besar dalam industri tembakau nasional.
Masyahur, Victor Hartono bukan orang sembarangan. Dia putra mahkota bisnis Djarum, salah satu perusahaan rokok terbesar di Asia. Kedatangannya ke Madura untuk menemui Haji Her menandakan posisi strategisnya dalam mata rantai industri tembakau nasional.
Toh, semua pencapaian itu tak membuat Haji Her lupa daratan. Tetap pulang kampung. Tetap makan sederhana. Tetap menyapa siapa saja. Karena baginya, kekayaan hanyalah alat. Yang penting, untuk apa dan kepada siapa ia digunakan.
Kini, nama Haji Her bukan hanya simbol kemewahan. Tapi juga lambang kebaikan. Kedermawanan. Bukti bahwa sukses tidak harus menjauh dari akar. Tidak harus membangun tembok tinggi. Haji Her memilih membangun titian jembatan.
Haji Her bukan pahlawan berjas dan berdasi.Tidak naik panggung untuk menerima penghargaan. Tapi, di rumah-rumah kecil yang berdiri dari tangannya, ada ratusan ribu doa yang terus menyala. Dan itu, lebih dari cukup untuk menjadikan Haji Her sebagai tokoh besar dari pulau kecil.
Karena pada akhirnya, bukan soal seberapa besar rumah yang kita miliki. Tapi seberapa banyak penghuni dan rumah yang kita bantu berdiri. Dan Haji Her mencatatkan diri sebagai salah seorang yang menjawabnya. Bukan dengan kata, tapi dengan aksi nyata. (*)
—
Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan Klik di sini