Karakter Pergerakan Pemikiran NU Sebagai Pengembangan Islam di Indonesia

oleh -138 Dilihat
Mona Agustina

OPINI – Perkembangan pemikiran telah menimbulkan corak yang pada akhirnya melahirkan suatu sistem berpikir. Terdapat beberapa bentuk corak pemikiran dalam Islam yang kita ketahui seperti modernis, tradisionalis, neo-modernis, post tradisionalis, dan lain sebagainya.

Adanya berbagai macam corak pemikiran tersebut atas dasar dari reaksi terhadap suatu kondisi dan situasi yang dihadapi. Artinya, lahirnya suatu pergerakan pemikiran bisa jadi merupakan suatu reaksi atas pergerakan pemikiran sebelumnya. Seperti lahirnya gerakan Islam modernisme sebagai reaksi terhadap pola pikir dari gerakan Islam tradisionalisme.

Perkembangan Islam di Indonesia tidak lepas dari peran tokoh-tokoh tua maupun muda yang tergabung dalam ormas Islam Nahdatul Ulama (NU). Berbagai pergerakan pemikiran yang diusung oleh NU tidak lain untuk mengatasi persoalan keagamaan yang terus ada pada setiap zamannya.

NU merupakan ormas Islam yang menganut paham Ahlusunnah wal Jama’ah, dan karakter pemikirannya sangat khas dengan kultur tradisional – Islam Tradisional. Dalam perkembangannya, NU secara nyata melakukan gerakan di bidang pendidikan, sosial, budaya, dakwah juga ekonomi, di mana gerakan ini mengedepankan prinsip toleransi dan pluralisme.

Adapun corak pemikirannya tidak hanya sebatas pada pemikiran tradisional saja, akan tetapi semakin berkembangnya peradaban Islam di Indonesia maupun internasional, pergerakan pemikiran yang dibawa oleh NU diimbangi dengan karakter pemikirannya yang modern.

Secara khittah NU mempunyai empat asas, yakni Tawassuth, Tasamuh, Tawazun, dan I’tidal. Dari ke empat asas tersebut, kenyataannya NU merupakan Ormas yang berlandaskan paham Islam moderat.

Baca juga:  Ada Peluang Bareng, Sidang Isbat Hari Raya Idul Fitri Digelar 9 April

Corak Pergerakan Pemikiran NU
Berbicara terkait corak pemikiran keislaman yang dibawa oleh NU, maka tidak lepas dari paham tradisional yang terwujud dalam bentuk ide dan pemikirannya. Tak heran jika ormas ini dicap sebagai kelompok konservatif, karena masih mempertahankan tradisi-tradisi kuno yang berkembang di Indonesia.

Padahal pergerakan pemikiran NU yang tradisional merupakan suatu upaya perlindungan pada masyarakat pedesaan kala itu di tahun 1926. Lebih tepatnya ialah melindungi kepentingan muslim tradisionalis dari ancaman kebangkitan gerakan wahabi yang berkeinginan untuk berpartisipasi dalam memecahkan masalah yang terus dihadapi oleh umat Islam.

Salah satunya ancaman wahabisme di Mekkah dan sekitarnya yang ingin menghancurkan segala bentuk tradisi kuno. Selain itu masyarakat pedesaan kala itu terbilang anti terhadap budaya Barat yang masuk ke wilayah mereka.

Bisa jadi, pembangunan pondok pesantren saat itu merupakan sikap antisipasi terhadap serangan westernisasi. Hal ini dikarenakan pondok pesantren merupakan representasi Ahlussunnah wal Jama’ah yang mempertahankan dua sumber hukum Islam (Alquran dan Hadis) serta pemahaman terhadap literatur klasik- kitab kuning- dan salafus salih dalam pemecahan masalah (Ijma’ dan Qiyas). Di sisi lain dari pergerakan NU tradisional, melahirkan kemajuan dalam ilmu agama serta sikap spiritual yang mendalam. Di samping dalam bidang ilmu pengetahan dan etos kerja masih terbilang lemah kala itu.

Baca juga:  Laga 8 Besar Berasa Final, Alhamdulillah! Indonesia Pulangkan Korea Selatan

Seiring berkembangnya peradaban Islam, kalangan muda NU tergabung dalam kelompok post-tradisionalisme (postra). Kelompok ini tetap berpegang teguh terhadap tradisi dan menjadi antithesis dari modernisme. Corak pemikiran post tradisionalime ini dipelopori oleh Gus Dur yang memiliki modal intelektual sekaligus keturunan pendiri NU.

Adapun kelompok postra diletakkan dalam cara pandang atas tradisi, modernism dan sebagainya. Keberadaan kelompok ini digaungkan oleh intelektual muda NU yang sering mengkampanyekan sekaligus menjadi perwakilan pemikiran moderat yang mendoktrinkan konsep moderasi beragama.

Perlu diketahui bahwa sejak berdirinya NU, K.H Hasyim Asy’ari memang telah menggagas konsep corak atau karakter Islam yang moderat di Indonesia, yang terlihat dari khittah pendirian NU. Selanjutnya konsep moderat diteruskan oleh para generasi penerus NU hingga saat ini.

Islam Moderat Ala NU
Pada abad ke 21 pembahasan yang menjadi pembicaraan yakni tentang wasathiyah atau disebut moderasi beragama. Hal ini terkait dalam corak keberislaman yang sedang berkembang di Indonesia melalui pergerakan pemikiran yang dibawa oleh NU.

Berbicara mengenai Islam yang moderat, sudah menjadi karakter dari corak pemikiran NU. Gagasan Islam wasathiyah yang dikaitkan dengan kearifan lokal bangsa Indonesia menjadi tema utama sekaligus menjadi perbincangan di seluruh dunia.

Baca juga:  Rahmat dalam Perbedaan Awal Puasa, Muhammadiyah 11 Maret, NU-Pemerintah 12 Maret

Salah satu sebab lahirnya gagasan Islam wasathiyah ini dikarenakan adanya model beragama yang mengikuti madzhab. Artinya, dalam Islam yang berfaham Ahlussunnah wal Jama’ah wajib adanya mengikuti salah satu madzhab fiqih yang berjumlah empat.

Maka dari situlah tejadinya sebab mengapa Islam bercorak moderat serta bersifat wasathiyah. Atas berbagai persoalan keislaman yang terjadi di Indonesia baik itu dari sisi sosial, budaya, keagamaan dan sebagainya, semua telah tersimpul dalam khittah NU sebagai perwujudan moderasi beragama di Indonesia.

Adapun menurut K.H Nasarudin Umar, bahwa NU merupakan contoh penggambaran Islam wasathiyah. Apa yang telah dilakukan oleh kyai-kyai NU selama ini merupakan wujud dari gagasan-gagasan yang terdapat dalam khittah NU.

Maka dari itu pergerakan pemikiran Islam moderat ala NU ini perlu untuk terus dilestarikan oleh generasi muda demi terciptanya umat Islam yang mudah bertoleransi, tidak berlebih-lebihan dalam beragama, kemudian bisa bersikap adil, dalam artian mengambil jalan tengah (khairul umuri ausatuha) dari suatu konflik yang terjadi.

Jika bisa menerapkan pemikiran tersebut dalam diri masing-masing individu, maka akan tercipta kehidupan beragama yang damai dan sejahtera di Indonesia.

Penulis: Mona Gustiani
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News


No More Posts Available.

No more pages to load.