KabarBaik.co – Ketua Bidang Kelembagaan Komisi Informasi (KI) Jawa Timur, M. Sholahuddin, menegaskan bahwa desa menjadi penyumbang terbesar ketidakpatuhan terhadap keterbukaan informasi publik (KIP) di Jawa Timur. Hal itu ia sampaikan dalam diskusi panel Sarasehan Keterbukaan Informasi Publik Jawa Timur yang digelar Pemerintah Provinsi Jatim di Ruang Angling Dharma Pemkab Bojonegoro, Sabtu (29/11).
Sholahuddin mengungkapkan bahwa banyak pemerintah desa hingga kini belum menjalankan mandat UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Salah satunya adalah kewajiban membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Desa serta menyediakan kanal layanan informasi yang mudah diakses masyarakat.
“Desa adalah badan publik dan wajib memberi informasi yang akurat, cepat, dan benar. Itu mandat undang-undang, bukan pilihan,” tegas Sholahuddin.
Menurutnya, rendahnya kepatuhan desa terlihat dari tidak adanya SOP layanan informasi, tidak tersedianya daftar informasi publik, hingga minimnya dokumentasi yang seharusnya dikelola sesuai standar KIP. Ia juga menyoroti kecenderungan desa menolak permintaan informasi tanpa dasar hukum yang jelas.
“Informasi tidak boleh ditutup tanpa melalui uji konsekuensi. Penolakan informasi tanpa dasar yang sah dapat berujung sanksi pidana,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa objek sengketa informasi di desa selama ini paling banyak berkaitan dengan anggaran.
Sebelumnya, Ketua Bidang Advokasi, Sosialisasi, dan Edukasi KI Jatim sekaligus PIC Monev KIP 2024–2025, Yunus Mansur Yasin, memaparkan bahwa tingkat kepatuhan badan publik di Jawa Timur masih rendah. Pada Monitoring dan Evaluasi (Monev) KIP 2025, hanya 33 persen badan publik meraih predikat informatif.
“Desa dan instansi vertikal menjadi penyumbang gap kepatuhan terbesar karena banyak yang tidak mengembalikan Self Assessment Questionnaire (SAQ),” kata Yunus.
Dari sisi pemerintah provinsi, Ketua Tim Layanan Informasi dan Pengaduan Masyarakat Provinsi Jatim, Ayu Saulina Ernalita, menyebut banyak sengketa informasi sebenarnya dapat dihindari apabila PPID memahami klasifikasi informasi publik. Menurutnya, sejumlah informasi yang disengketakan justru termasuk kategori terbuka.
Untuk memperbaiki kondisi tersebut, Pemprov Jatim dan KI Jatim berkomitmen memperkuat peran PPID, memperbarui daftar informasi publik, serta meningkatkan kapasitas pengelola layanan informasi. Ayu menambahkan bahwa indeks KIP Pemprov Jatim pada tahun 2025 berada di peringkat kedua nasional.
Sementara itu, Direktur Informasi Publik pada Kemkomdigi, Nursodik Gunarjo, menegaskan kembali bahwa seluruh badan publik wajib menjalankan keterbukaan informasi sebagaimana diatur dalam undang-undang. “Amanat undang-undangnya jelas, semua informasi publik itu terbuka kecuali yang dikecualikan. Para pimpinan PPID harus menyadari hal itu,” ujarnya. (*)






