Menanti Hilirisasi PT Freeport Indonesia Bukan Sekadar Omon-Omon

oleh -1597 Dilihat
IMG 6245
Joko Widodo saat meresmikan Smelter PTFI di Gresik pada 23 September 2024. (Foto: Ist)

KabarBaik.co- Izin ekspor konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia (PTFI) sudah berakhir per 31 Desember 2024. Apakah PTFI bakal kembali menikmati relaksasi atau pelonggaran izin ekspor konsentrat tembaga itu? Sejauh ini, belum ada keterangan resmi dari pemerintah. Diperpanjang lagi untuk kesekian kali atau disudahi.

Sejatinya, PTFI hanya diizinkan mengekspor konsentrat tembaga itu hingga 31 Mei 2024. Namun, pembangunan pabrik smelter PTFI yang dibangun di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE Manyar, Kabupaten Gresik, saat itu masih belum selesai.

Akhirnya, pemerintah kembali memperpanjang izin ekspor konsentrat itu hingga 31 Desember 2024. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 6 Tahun 2024.

Kebijakan relaksasi ekspor konsentrat tembaga tersebut menjadi kontroversi. Sebab, berdasarkan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), pelarangan ekspor mineral mentah harus sudah mulai diberlakukan pada 10 Juni 2023.

Terlebih, payung hukum untuk relaksasi ekspor konsentrat tembaga dengan menggunakan Peraturan Menteri (Permen) seharusnya tidak dapat membatalkan pelarangan ekspor mineral mentah yang telah diamanatkan UU Minerba.

Di beberapa media, sejumlah pengamat menyebut bahwa kebijakan relaksasi ekspor konsentrat tembaga itu akan menjadi kebijakan diskriminatif terhadap mineral mentah lainnya seperti bijih nikel, yang telah diwajibkan untuk dilakukan peningkatan nilai tambah terlebih dahulu (hilirisasi) di dalam negeri sebelum diekspor. Jika pengusaha mineral mentah lainnya menuntut hal yang sama dan disetujui, maka akan sangat kontradiktif dengan upaya hilirisasi mineral yang tengah berjalan dan kerap didengung-dengungkan Presiden.

Kebijakan relaksasi ekspor konsentrat tembaga itu, juga dinilai sebagai preseden yang buruk dan indikasi inkonsistensi peraturan. Hal itu dapat menimbulkan ketidakpastian bagi investor atau bisa mengganggu iklim investasi. Selain itu, relaksasi ekspor itu juga dinilai memberikan dampak pada pasokan bahan baku ke depannya.

Langkah pemerintah memberikan relaksasi ekspor konsentrat tembaga tentu kontradiktif dengan upaya mendorong hilirisasi mineral untuk meningkatkan nilai tambah. Keuntungan dari kebijakan relaksasi ekspor hanya bersifat jangka pendek, sedangkan peningkatan nilai tambah mineral mentah dengan hilirisasi di dalam negeri sebelum diekspor akan memberi manfaat besar dalam jangka panjang.

Sebelumnya, PT Freeport Indonesia mengajukan permohonan tambahan kuota dan perpanjangan ekspor konsentrat tembaga pada 2025 mendatang. Perusahaan itu telah mengantongi izin ekspor konsentrat tembaga sebesar 840 ribu Wet Metric Ton (WMT) hingga akhir 2024.

Presiden Direktur PTFI Tony Wenas mengungkapkan alasan di balik pengajuan kuota ekspor tersebut. Dia menjelaskan, pengajuan perpanjangan waktu dan tambahan kuota ekspor ini karena terjadinya insiden kebakaran yang menimpa fasilitas pemurnian dan pemrosesan (smelter) tembaga terbarunya di KEK JIIPE, Gresik, Jatim, pada 14 Oktober 2024 lalu.

Imbasnya, operasional smelter secara penuh diperkirakan adarikan mundur ke pertengahan 2025, dari semula ditargetkan beroperasi penuh pada akhir tahun 2024. ’’Kalau yang tahun 2025-nya, ya karena kita kan smelternya terjadi kecelakaan kebakaran, sehingga memang harus berhenti dulu dan kita harus perbaiki dulu itu,” jelasnya di acara Indonesia Mining Summit 2024, Jakarta, Kamis (5/12/2024), dikutip sejumlah media.

Dia mengatakan, pihaknya meminta pemerintah untuk memberikan tambahan masa ekspor konsentrat tembaga setidaknya hingga smelter tembaga milik PTFI sudah bisa beroperasi secara penuh. “Sehingga memang diperlukan fleksibilitas untuk bisa ekspor (konsentrat tembaga) di tahun 2025 sampai dengan smelter itu beroperasi kembali,” katanya.

Nah, apakah Pemerintah kembali mengeluarkan perpanjangan izin ekspor konsentrat itu kepada PTFI? Melunak lagi? Padahal, bukankah Pemerintah menyebut telah memiiliki saham mayoritas di PTFI sebesar 51 persen dan ke depan bisa mencapai 61 persen?

Atau berani tegas menolak perpanjangan tersebut seperti pernah disampaikan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia? Apakah hilirisasi sebatas omon-omon? Kita tunggu dalam beberapa hari ke depan. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini



No More Posts Available.

No more pages to load.