KabarBaik.co – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti masih besarnya dana yang mengendap di kas daerah sejumlah pemerintah kabupaten dan kota di Indonesia. Salah satu daerah yang menjadi sorotan utama adalah Bojonegoro, yang disebut masih menyimpan sisa anggaran hingga mencapai Rp 3 triliun pada akhir tahun.
Purbaya menegaskan pemerintah daerah semestinya tidak menimbun anggaran, melainkan memanfaatkannya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Bojonegoro kan di sana ada ExxonMobil, ya makmurkanlah penduduk di situ. Kalau Pemda tujuannya bukan untuk nabung, tapi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” ujar Purbaya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (20/10).
Purbaya juga menyoroti praktik sejumlah daerah yang memilih mempertahankan saldo besar di kas daerah ketimbang mengoptimalkan belanja publik. Dalam kesempatan tersebut, ia sempat mempertanyakan kepada Mendagri Tito Karnavian mengenai prinsip pengelolaan keuangan daerah, apakah boleh defisit, surplus, atau harus seimbang setiap tahun.
Menjawab hal itu, Mendagri Tito Karnavian menjelaskan bahwa secara umum, Kemendagri menargetkan pemerintah daerah memiliki surplus anggaran guna menjaga cadangan fiskal yang memadai.
“Umumnya kita targetkan mereka harus surplus supaya ada cadangan. Tapi kalau defisit, biasanya diambil dari Silpa atau melalui kebijakan utang,” jelas Tito.
Menanggapi pernyataan Menkeu Purbaya, Suyoto, mantan Bupati Bojonegoro dua periode (2008–2018), turut memberikan pandangannya terkait fenomena Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) yang terus berulang di Bojonegoro.
Menurut Suyoto, tantangan utama pengelolaan anggaran di daerah penghasil migas seperti Bojonegoro adalah fluktuasi Dana Bagi Hasil (DBH) serta keterlambatan transfer dana dari pemerintah pusat.
“Pengelolaan anggaran di Bojonegoro itu memang penuh seni. Fokus eksekusi harus ditentukan sejak awal, sementara hal-hal yang dinamis perlu fleksibilitas dalam penyesuaian,” ujar Suyoto, Selasa (21/10).
Meski begitu, Suyoto mengapresiasi langkah Pemkab Bojonegoro yang menginisiasi pembentukan Dana Abadi Migas. Menurutnya, kebijakan tersebut menjadi solusi konkret untuk menjaga keberlanjutan fiskal dan membantu daerah tetap dapat berbelanja di akhir tahun ketika transfer DBH sering terlambat.
“Bojonegoro perlu menyusun jadwal eksekusi sebelum tahun anggaran dimulai, lengkap dengan berbagai skenario kemungkinan,” tambahnya.
Sementara itu, Bupati Bojonegoro Setyo Wahono hingga berita ini diterbitkan belum memberikan keterangan resmi terkait pernyataan yang dilontarkan oleh Menkeu Purbaya. (*)