KabarBaik.co – Kerancuan data manifes menjadi salah satu persoalan dalam peristiwa tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya. Kekacauan itu membuat banyak keluarga para korban kebingungan.
Di antaranya korban meninggal dunia, keluarga Fitri April L dan anaknya, Adnan Aqiel yang tidak terdata di daftar manifes karena menumpang kapal tersebut dengan menaiki kendaraan travel.
Hal yang sama juga terjadi pada Fauzi Bin Awam, warga negara Malaysia yang juga jadi korban tragedi KMP Tunu Pratama Jaya. Namanya juga tidak terdata di manifes karena alasan yang sama.
Selain itu, ada pula keluarga Hawaludin yang masih terkatung-katung hingga kini menanyakan nasib orang yang mereka sayangi, yang saat kejadian membawa dua keponakannya untuk bertemu ayah mereka dalam rangka libur sekolah.
Kendati tidak terdata dimanifest, Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono meminta Jasa Raharja mengcover seluruh korban.
Ia menilai bahwa seluruh korban, baik yang tercatat maupun tidak, tetap memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dan kompensasi.
Bambang menyampaikan dasar hukum yang mengatur hal tersebut, yakni Keputusan Menteri Perhubungan (KM) No. 58 Tahun 2003.
Dalam aturan itu, terdapat kesepakatan antara Gapasdap, ASDP, pemerintah, dan Jasa Raharja mengenai pemberian santunan bagi penumpang kendaraan, meskipun tidak tercatat dalam manifest.
“Yang tidak terdata pun wajib diberi santunan. Itu komitmen bersama saat KM 58 diterbitkan,” tegas Bambang, saat berkunjung di Pelabuhan Ketapang, Minggu (6/7) kemarin.
Bambang juga menyoroti kelemahan sistem pencatatan penumpang. Dalam KM 58/2003, penumpang kendaraan baik bus maupun mobil pribadi tidak diwajibkan memiliki tiket individual. Akibatnya, banyak penumpang yang tidak masuk dalam manifest.
“Inilah yang membuat sistem manifest menjadi rancu. Karena tidak semua penumpang teridentifikasi jelas,” ujar Politisi Partai Gerindra ini.
Ia juga menyinggung Peraturan Menteri Perhubungan (PM) No. 66 Tahun 2019, yang menurutnya hanya memperbarui formula tarif tanpa memperbaiki sistem pencatatan penumpang.
Bambang menilai, sudah saatnya kedua regulasi tersebut direvisi menyeluruh. Ia mendorong agar ke depan, semua penumpang wajib memiliki tiket sebagai bukti identitas dan perlindungan keselamatan.
“Semua penumpang harus dikenai tiket, termasuk yang berada dalam kendaraan. Itu penting demi akurasi data dan keselamatan mereka,” katanya.
Tak hanya soal asuransi, Bambang juga menaruh perhatian pada aspek teknis pencarian korban. Saat menyapa keluarga korban yang masih setia menunggu di posko terpadu, ia menerima banyak aspirasi dari mereka.
Beberapa di antaranya meminta pencarian diperluas ke wilayah hutan dan pulau-pulau kecil di pinggiran Banyuwangi dan Bali.
“Mereka percaya ada kemungkinan korban selamat dan terdampar disitu,” ujar Bambang.
Di sisi lain, Bambang menyampaikan apresiasi atas kerja keras seluruh tim SAR gabungan, termasuk para nelayan yang secara sukarela ikut membantu pencarian. Ia menyarankan agar keterlibatan nelayan diakui secara resmi sebagai bagian dari tim penyelamatan di laut.
“Nelayan bekerja 24 jam, mereka tahu medan. Harusnya dijadikan bagian dari sistem resmi penyelamatan SAR ini,” katanya.