Mufakat Jahat di Pusaran Pertamina: Kerugian Hampir Rp 194 Triliun, Andai Dibagi ke Warga Se-Jatim Dapat Segini

oleh -547 Dilihat
1000721988

KabarBaik– Skandal besar! Dugaan megakorupsi di Tanah Air kembali terungkap. Di pusaran Pertamina. Jumlah kerugian negara sungguh membuat geleng-geleng kepala sambil hanya bisa mengelus dada. Betapa tidak, dari hitungan yang disampaikan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, jumlah kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun. Angka ini mencatatkan rekor paling fantastis dalam skandal kejahatan kerah putih alias korupsi.

Jika uang hampir Rp 194 triliun itu dibagi merata untuk semua warga Kota Surabaya, maka setiap warga dapat Rp 67 jutaan. Dengan asumsi jumlah penduduk Kota Surabaya 2,81 juta. Andaikan dibagi untuk warga se-Jawa Timur, per orang kebagian sekitar Rp 5 jutaan. Hitungan ini hanya sebatas penggambaran betapa besarnya jumlah kerugian dalam megaskandal ini.

Nah, salah seorang di antara tersangkanya adalah M. Kerry Andrianto Riza, anak bos minyak M. Riza Chalid. Dugaan megakorupsi ini terjadi di tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Tahun 2018-2023.B

erdasarkan hasil penyelidikan Kejagung, Kerry adalah Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, dan menjadi broker pemenang tender pengadaan impor minyak mentah. Bersama dua tersangka lain dari pihak swasta, Kerry diduga sudah kongkalikong dengan menyepakati harga tinggi sebelum tender dilaksanakan. Kerry udah dijebloskan ke sel tahanan oleh tim penyidik Jampidsus Kejagung di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba.

“Berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup, Tim Penyidik menetapkan tujuh orang tersangka,” ujar Direktur Penyidikan Kejagung RI Abdul Qohar dalam keterangan pers di Kantornya, Jakarta, Selasa (25/2).

Enam tersangka lainnya adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, Direktur Optimalisasi dan Produk Pertamina Kilang Internasional Sani Dinar Saifuddin. Lalu, Vice President Feedstock Manajemen pada PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono; Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan, dan Dimas Werhaspati, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara.

Penyidik menemukan para tersangka telah melakukan permufakatan jahat dalam kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga. Pemufakatan tersebut diwujudkan dengan tindakan (actus reus) pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan DMUT (Broker) yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi yang tidak memenuhi persyaratan. Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva Siahaan melakukan pembelian atau pembayaran untuk Ron 92. Padahal, sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah. Kemudian, oleh komplotan dilakukan blending di Storage atau Depo untuk menjadi Ron 92. Praktik itu tidak diperbolehkan.

Qohar juga menyebut, saat dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang itu juga ada mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13  sampai dengan 15 persen secara melawan hukum. Tersangka Kerry mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.

Penyidikan kasus ini sudah dimulai sejak tahun lalu. Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pertama dikeluarkan pada 24 Oktober 2024. Qohar menyatakan, tim penyidik telah memeriksa sebanyak 96 orang saksi serta melakukan penyitaan terhadap 969 dokumen dan 45 barang bukti elektronik (BBE). “Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rpv193,7 triliun,” ungksekita

Rincian kerugian itu meliputi kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp 2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp 9 triliun, kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp 126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp 21 triliun.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (*)

 

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News



No More Posts Available.

No more pages to load.