Muktamar Luar Biasa Amanat dari Konstitusi NU

oleh -434 Dilihat
GUS TAJ BANGKALAN

OLEH:  KH MOCH.  SHOFWAN TAJ*)

POLEMIK tak berkesudahan dan kontroversi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meresahkan warga Nahdliyyin. Dalam sejarah NU, kondisi demikian ini praktis tidak pernah terjadi. Konflik yang cukup berkepanjangan. Semua berakar pasca Muktamar ke-34 NU di Lampung, Desember 2021.

Sebenarnya, apa yang sedang terjadi perlu didedah dengan gamblang. Semula tidak ada yang menyangka Muktamar sebagai kegiatan rutin dan forum tertinggi di NU, terasa berubah politis. Joko Widodo (Jokowi) selaku Presiden RI dalam sambutan pembukaan Muktamar itu menyelipkan janji manis. Yakni, memberikan izin usaha tambang kepada NU. Mungkin tak seorang pun menduga ada aroma ’’kampanye’’ di balik janji tersebut. Belakangan, beberapa pihak menyadari kemudian hari.

Ibarat pepatah, ada udang di balik batu. Nah, publik mengetahui udang di balik batu itu menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Seperti pepatah lama There ain’t no such thing as a free lunch atau tidak ada makan siang gratis, PBNU jangan pernah berpikir mendapatkan makan siang gratis, tanpa perlu berkeringat,

Saifullah Yusuf (Gus Ipul) selaku Sekretaris Jenderal PBNU, yang juga tersorot media tampak paling antusias ’’berkampanye’’. Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) maupun Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar seolah tidak berkutik dengan strategi ’’langkah kuda’’ Gus Ipul. Seperti pepatah, siapa yang menanam maka dia yang memanen. Nah, kini Gus Ipul pun telah memanen buah kerja kerasnya. Melepas jabatan sebagai Wali Kota Pasuruan, ketiban durian dengan dilantik Presiden Jokowi menjadi Menteri Sosial (Mensos) RI pada Rabu (11/9) lalu.

Kesimpulan-kesimpulan itu baru benderang di mata publik belakangan. Media massa pun telah menyajikan satu persatu data untuk membuktikannya. Namun, sebelumnya, yang penting dan  menarik dicermati adalah keputusan KH Abdus Salam Shohib (Gus Salam) dan KH Abdurrohman Al-Kautsar (Gus Kautsar) dari kepengurusan PBNU. Keduanya memilih mengundurkan diri sejak awal kepengurusan PBNU periode 2021-2026.

Saat itu, banyak kalangan kaget dengan keputusan mundur Gus Salam dan Gus Kautsar. Keduanya pun tidak memberikan penjelasan terang di balik keputusan tersebut. Yang mengemuka seperti disampaikan ke media massa adalah keduanya masih ingin fokus ikut mengurus NU di Jatim. Belakangan, banyak orang memahami keputusan ’’mufaraqa’’ itu harus diambil karena melihat komposisi kepengurusan PBNU hasil Muktamar Lampung.

Orang Jawa menyebut boleh jadi keduanya “Weruh sakdurunge winarah” atau tahu sebelum sesuatu terjadi. Mereka yang mengetahui sebelum suatu perkara terjadi, sudah pasti kekurangan basis epistemologis untuk menyampaikannya kepada khalayak. Maklum, biasanya manusia modern lebih mengandalkan data, fakta, dan peristiwa empiris, dari pada pengetahuan abstrak.

Rentetan peristiwa demi peristiwa di PBNU yang sebelumnya belum pernah terjadi akhirnya terjadi. Mulai dari Bendahara Umum PBNU yang terjerat kasus korupsi tambang, pemberhentian ketua PWNU Jatim, dan seterusnya. Belakangan, barulah kita menjadi paham mengapa PBNU sampai terjerembab dalam kubangan politik elektoral Pilpres 2024, yang terasa berkorelasi linier dan memiliki relevansi dengan pemberian izin usaha tambang sesuai janji Jokowi di Muktamar Lampung.

Tidak salah kalau kemudian sebagian kalangan menilai bahwa PBNU sudah bermetamorfosa dari Jamiyah Diniyyah Ijtimaiyah (organisasi sosial keagamaan) menjadi semipartai politik. Nah, sangat mungkin plan metamorfosa ini sudah dipahami secara objektif oleh orang-orang seperti Gus Salam dan Gus Kautsar. Hanya saja, peristiwa-peristiwanya belum terjadi, sehingga tidak ada satu pun diksi yang tepat untuk dikatakan. Namun, ketika semua fakta dan peristiwa terjadi, banyak kiai dan tokoh NU mendapatkan satu diksi yang pas untuk meluruskan PBNU: Muktamar Luar Biasa (MLB).

Tiga Landasan Payung Hukum

NU sebagai organisasi memiliki tiga payung hukum yang melandasi. Yakni,  Qanun Asasi, Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (ART), dan Naskah Khitthah. Qanun Asasi berisi tentang pentingnya persatuan secara umum dan persatuan secara khusus dalam Jamiyah. AD/ART mengatur bagaimana Jamiyah atau organisasi ini dijalankan secara teknis. Sedangkan naskah Khitthah berisi tentang mana jalan dan arah yang harus ditempuh.

Tiga konstitusi NU tersebut dianggap telah dilanggar secara masif dan struktural oleh PBNU produk Muktamar Lampung. Persatuan telah dirobek sejak PBNU dengan kasatmata memberikan dukungan penuh kepada pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024. Tentu, warga Nahdliyyin menjadi gelisah melihat elite PBNU memobilisasi organisasi secara struktural untuk memenangkan calon presiden.

Pelanggaran terhadap Qanun Asasi yang mengajarkan persatuan berkaitan erat dengan pelanggaran terhadap Khitthah 1926. Sejak Muktamar Situbondo 1984 telah disepakati bahwa NU bukan organisasi politis dan menarik diri dari politik praktis. Jika pun warga NU mau berpolitik praktis, harus atas nama pribadi, yang memang hak-haknya telah dijamin UUD 1945, dalam hal ini hak untuk berserikat.

Pelanggaran-pelanggaran terhadap Qanun Asasi dan Naskah Khitthah adalah pelanggaran yang sama terhadap AD/ART. Hal itu diatur secara khusus dalam Anggaran Dasar (AD) Bab XIV Penutup Pasal 33, yang menyebutkan Naskah Khitthah NU merupakan bagian tak terpisahkan dari Anggaran Dasar ini. Dengan berpolitik praktis dan mengamini politik transaksional melalui pemenangan capres, PBNU telah melanggar Pasal 33 Anggaran Dasar organisasi NU.

Pelanggaran terhadap AD Bab XIV Penutup Pasal 33 tentang Naskah Khitthah merupakan suatu tindakan yang memiliki konsekuensi hukum. Hukuman bagi pelanggaran terhadap AD diatur dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) Pasal 74 Ayat (1), yang menyebutkan bahwa MLB dapat diselenggarakan apabila Rais Am dan/atau Ketua Umum PBNU melakukan pelanggaran berat terhadap ketentuan AD/ART.

Hemat penulis, PBNU produk Muktamar Lampung tidak saja telah melanggar Naskah Khittah dan Anggaran Dasar Pasal 33. Namun, PBNU produk Muktamar Lampung juga melanggar Qanun Asasi. Karena itu, MLB harus diwujudkan. Bukan hanya untuk mengawal Khitthah dan Qanun Asasi, melainkan juga untuk menegakkkan Pasal 33 AD dan Pasal 74 ART. Sebab, MLB adalah amanah konstitusi itu sendiri. (*)

—-

*) KH MOCH.  SHOFWAN TAJ, Pengasuh Pesantren Sembilangan Bangkalan Jawa Timur

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini



No More Posts Available.

No more pages to load.