KabarBaik.co- Dalam beberapa pekan terakhir, bencana hidrometeorologi kembali terjadi di Indonesia. Di wilayah Demak-Kudus, Jawa Tengah, beberapa hari terakhir ini terjadi banjir sangat besar. Beberapa sungai meluap. Puluhan ribu warga terpaksa tinggal di posko pengungsian di bulan Ramadan.
Kondisi di Demak belum juga normal, Jumat (22/3), terjadi gempa bumi dengan magnitudo 6,5 di wilayah perairan Tuban, Jawa Timur. Dilaporkan cukup banyak rumah warga terdampak. Baik ambruk maupun dinding retak. Termasuk bangunan fasilitas umum. Terutama di dua kecamatan wilayah Pulau Bawean, Gresik. Yakni, Kecamatan Tambak dan Sangkapura.
KH Bahauddin Nursalim atau akrab dikenal sebagai Gus Baha dalam sebuah pengajiannya pernah membahas masalah gempa bumi atau bencana alam lainnya. Pengajian itu seperti diunggah dalam akun YouTube Ngaji Kyai, yang diunggah setahun lalu.
Cerita Detik-Detik Gempa Dahsyat di Bawean, Histeris Bersahutan dengan Suara Azan
Menurut Gus Baha, bencana alam tidak melulu berkaitan dengan azab. Terdapat pola-pola tertentu saat Alquran membicarakan azab yang menunjukkan kekuasaan Allah SWT kepada manusia.
Saat berbicara mengenai azab, Allah Ta’ala biasanya menggunakan dua cara. Pertama, Allah berkuasa menurunkan azab bisa dengan cara apa saja, baik bencana alam ataupun bukan. Allah bisa mendatangkan azab dari atas seperti meteor jatuh. Tentu Allah mampu. Atau dari bawah, misalnya ditelan bumi dan lain sebagainya.
’’Atau, dan ini yang sering terjadi, Allah menjadikan kalian manusia saling tidak cocok. Kemudian saling membunuh,” kata Gus Baha. Hal itu menunjukkan bahwa Allah menurunkan azab bisa dengan cara apa saja. Tidak harus berupa bencana alam.
Kedua, Allah mengingatkan tentang potensi dan fakta. Gus Baha menyatakan bahwa azab itu potensi. Nah, potensi bisa terjadi kapan saja, atau bisa juga tidak terjadi. Ada juga yang diceritakan Allah sebagai fakta, ini yang disebut rahmat. Rahmat itu pasti akan selalu terjadi dan terus terjadi.
Ini Doa dan Anjuran Islam ketika Terjadi Gempa Bumi
Allah menegaskan diri-Nya memberikan rahmat seluruh makhluk. Dengan begitu, suatu kejadian seperti bencana alam, belum tentu azab. Tidak boleh pula menuduh penduduk terkena bencana sebagai pelaku dosa dan pelaku maksiat. Bisa jadi azab diturunkan untuk meringankan hisab di hari kiamat kelak.
’’Jadi, kalau Allah menceritakan azab, itu hanya potensi. Bisa diazab, bisa juga tidak. Allah menggunakan redaksi ’’Aku mampu memberi azab’’,” ungkap Gus Baha.
Firman Allah dalam Alquran ketika menggunakan istilah ’’Aku mampu’’ tidak harus terjadi. Tetapi, berpotensi terjadi. Karena itu, ketika berbicara azab, cukup berbicara potensinya saja. Misal, keingkaran manusia dapat berpotensi mendatangkan azab Allah. Tidak perlu menilai bahwa suatu kejadian itu merupakan azab Allah kepada orang yang ingkar.
Soal apakah itu azab atau bukan, hanya Allah yang Maha Mengetahui. “Tentu kita ngomong potensinya saja. Kamu nggak usah sok suci dengan kata bima kafartum (karena keingkaran, Red). Itu urusannya Tuhan,” terang Gus Baha.
Gus Baha menegaskan, bisa jadi musibah yang menimpa seorang mukmin bernilai kafarat (penghapusan dosa). “Allah mampu mengazab siapa saja. Kita tidak berhak menilai azab itu karena dosanya orang itu, karena itu urusan Allah,” tegasnya beberapa kali. (*)