KabarBaik.co- Drama politik bakal calon berstatus tersangka kembali terulang di Pilkada serentak 2024. Kali ini, menimpa Karna Suswandi (KS), bakal calon bupati Situbondo, Jatim. Berpasangan dengan Nyai Khoirani sebagai bakal calon Wabup, KS yang petahana itu sudah mendaftar ke KPU Situbondo pada Selasa (27/8) lalu.
Di Pilkada Situbondo 2024, pasangan KS-Nyai Khoirani diusung Gerindra, Demokrat, PKS, PAN, dan Gelora. Bakal calon pasangan pesaingnya adalah Yusuf Rio Wahyu Proyogo-Ulfiyah yang diusung oleh PKB, PPP, Golkar, PDIP, Nasdem, Hanura, dan PSI.
Nah, pada 6 Agustus 2024, KPK melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah/janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya terkait pengelolaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) serta pengadaan barang dan jasa di Pemkab Situbondo 2021-2024.
Selain KS, KPK juga menetapkan seorang tersangka lain. Yakni, EP, kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemkab Situbondo. Namun, sejauh ini lembaga antirasuah itu belum menjelaskan detil perkara bersangkutan.
Sebelumnya, kasus calon kepala daerah yang menyandang status tersangka, juga sudah pernah terjadi di sejumlah daerah. Pada Pilkada serentak 2018, misalnya. Ketika itu, yang menjadi tersangka KPK adalah Syahri Mulyo (SM), calon bupati Tulungagung, Jawa Timur.
SM menjadi tersangka setelah sebelumnya lolos dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK terkait kasus gratifikasi proyek infrastruktur pada 6 Juni 2018. Namun, berselang beberapa hari kemudian, SM menyerahkan diri ke KPK pada 9 Juni 2018, sekitar pukul 21.30 WIB. Dia kemudian menjalani penahanan.
Di Pilkada Tulungagung 2018 tersebut, SM yang merupakan petahana berpasangan dengan Maryoto Birowo sebagai calon Wabup. Keduanya diusung oleh PDIP dan Nasdem. Syahri Mulyo-Maryoto Bhirowo berhadapan dengan pasangan calon Margiono-Eko Prisdianto yang diusung Demokrat, Golkar, dan beberapa parpol lainnya.
Kendati telah berstatus tersangka dan ditahan, KPU tidak lantas membatalkan SM sebagai calon di Pilkada Tulungagung itu. Alasannya, perkara bersangkutan belum memiliki kuatan hukum tetap (incraht). Karena itu, tahapan terus berjalan.
Hari H pemungutan suara Pilkada dilaksanakan pada 27 Juni 2018. Ternyata, pasangan SM-Maryoto Birowo menang atas pasangan Margiono-Eko Prisdianto. KPU Tulungagung menetapkan SM- Maryoto Birowo meraup 365.201 suara (59,96 persen), jauh mengungguli kompetitornya Margiono-Eko Prisdianto yang meraih 237.775 suara (40,04 persen).
Pasangan Margiono-Eko Prisdianto sempat mengajukan gugatan sengketa Pilkada itu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, hakim konstitusi tidak mengabulkan gugatan tersebut. KPU kemudian menetapkan pasangan SM-Maryoto Birowo sebagai pasangan bupati-Wabup Tulungagung terpilih periode 2018-2023.
Kendati SM berada dalam tahanan, pasangan bupati-Wabup itu tetap dilantik. Berawal dari surat resmi dari Gubernur Jatim kepada KPK erkait proses perizinan pinjam tahanan atas nama Syahri Mulyo, pelantikan akhirnya dilaksanakan. Dengan mempertimbangkan faktor efisiensi, efektifitas, serta faktor keamanan, pelantikan SM sebagai bupati Tulungagung dilakukan di Jakarta, merujuk tempat penahanannya di Polres Jakarta Timur.
Pelantikan dilakukan berdasar Pasal 164 Ayat (6) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Selain itu, pelantikan itu juga mengacu Pasal 45 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 1999 huruf e yang menyatakan tahanan dapat dikeluarkan sementara dari rutan/cabang rutan atau lapas/cabang lapas untuk keperluan hal-hal luar biasa atas izin dari pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis.
Dalam perkembangannya, setelah dilantik sebagai bupati, SM kemudian dinonaktifkan. Lalu, gubernur dan Kemendagri menetapkan Maryoto Birowo yang semula menjadi Wabup, sebagai pelaksana tugas (plt) bupati. Berselang beberapa tahun kemudian, Maryoto ditetapkan sebagai bupati definitif.
Kini, Maryoto Birowo kembali running sebagai calon bupati Tulungagung di Pilkada 2024. Dia berpasangan dengan Didik Girnoto Yekti sebagai calon Wabup. Keduanya diberangkatkan PDIP, Nasdem, Hanura, dan PAN.
Ada tiga pesaingnya. Yakni, bakal pasangan calon Gatut Sunu Wibowo-Ahmad Baharudin (Gerindra, Golkar, PKS, Partai Ummat, PKN, Perindo), Santoso-Samsul Umam (Demokrat, PPP, Buruh, PBB), dan Budi Setijahadi-Susilowati (PKB). Di Jatim, Tulungagung dan Kota Pasuruan, paling banyak calonnya dibandingkan kabupaten/kota lain. Empat pasangan.
Sementara itu, dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya memvonis SM dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 700 juta. Pada persidangan itu, hakim juga memvonis Sutrisno, kepala Dinas PUPR Tulungagung saat itu, dengan hukuman 10 tahun dan denda Rp 600 juta. Sedangkan Agung Prayitno, pihak swasta, divonis 5 tahun dengan denda Rp 350 juta.
Ketiganya dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Pada putusannya, SM juga dihilangkan hak pilihnya selama 5 tahun, dan dimulai setelah vonis diberlakukan. Ketiganya juga diberikan hukuman tambahan denda berupa uang, apabila tidak bisa mengembalikan, akan dilakukan penyitaan harta benda.
Atas putuaan itu, SM tidak mengajukan banding. Pada persidangan, terungkap SM telah beberapa kali menerima suap dari seorang kontraktor. Total uang suap mencapai Rp 2,5 miliar. Tujuannya memberikan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Dinas PUPR Pemkab Tulungagung.
Pemberian suap itu diberikan Susilo melalui Agung Prayitno dalam beberapa tahap. Pertama sebesar Rp 1 miliar, kedua Rp 500 juta, dan pemberian ketiga sebesar Rp 1 miliar. Namun, saat pemberian ketiga, KPK lebih dahulu melakukan OTT terhadap Agung Prayitno dan Susilo, sebelum menyerahkan uang itu ke Syahri Mulyo.
Dari data yang dihimpun KabarBaik.co, drama politik calon di pilkada menjadi tersangka juga pernah terjadi di Kota Malang. Saat itu, Mochammad Anton, calon Wali Kota Malang dalam Pilkada 2018, dijadikan tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi pembahasan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD) Pemkot Malang pada 2015 lalu. Tapi, jika di Tulungagung calon menang, di Kota Malang calon yang menjadi tersangka itu kalah.
Lantas, bagaimana ujung dari drama politik untuk Pilkada di Situbondo? Kita tunggu saja perkembangannya. (*)