Petani Sawi Wonoayu Sidoarjo Kesulitan Dapatkan Pupuk Subsidi

oleh -298 Dilihat
IMG 20240905 WA0015
Salah satu petani sawi, Kadri saat sedang memanen hasil tanamannya. (Yudha)

KabarBaik.co – Para petani sayuran di Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo, kembali mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk subsidi. Salah satu petani sawi, Jasri, 54 tahun, warga Dusun Ketintang, Desa Jimbaran Wetan, mengaku sudah lebih dari 24 tahun menghadapi masalah tersebut. Menurutnya, pupuk subsidi sangat dibutuhkan untuk menekan biaya produksi pertanian yang kian membengkak.

“Dulu zaman Pak Harto, pupuk subsidi sangat mudah didapat. Sekarang, meski sudah beberapa kali ganti presiden, kondisi masih sama. Petani tetap kesulitan,” keluh Jasri saat ditemui di ladangnya, Kamis (4/9).

Dia menjelaskan bahwa ketersediaan pupuk subsidi terbatas, dan pembagian jatahnya sering kali tidak mencukupi kebutuhan petani di desanya.

kabarbaik lebaran

Jasri juga menyebut bahwa aturan yang melarang petani mencari pupuk di luar wilayah desa membuat masalah semakin sulit. Setiap desa sudah memiliki kuota tersendiri, dan petani tidak diperbolehkan membeli pupuk subsidi dari desa lain.

“Kalau mau beli di desa lain, tidak bisa. Akhirnya kami terpaksa membeli pupuk non-subsidi yang harganya jauh lebih mahal,” ujarnya.

Harga pupuk non-subsidi saat ini mencapai Rp 330 ribu per sak dengan berat 50 kg. Sementara pupuk subsidi hanya dijual seharga Rp 140 ribu per sak. Selisih harga yang signifikan ini sangat memberatkan petani.

“Bayangkan saja, pupuk non-subsidi harganya tiga kali lipat. Tapi, mau bagaimana lagi, kami tetap beli karena memang dibutuhkan,” jelasnya.

Tidak hanya soal harga yang tinggi, Jasri juga mengeluhkan keterlambatan distribusi pupuk non-subsidi. Sering kali pupuk datang terlambat, padahal tanaman sawi membutuhkan nutrisi tepat waktu untuk tumbuh optimal.

“Kalau pupuk terlambat, ya tanaman jadi tidak bisa tumbuh maksimal,” imbuhnya.

Akibat keterlambatan pupuk, hasil panen Jasri menurun drastis. Dari lahan seluas 80 x 15 meter, biasanya ia bisa memanen hingga 6.000 ikat sawi. Namun, belakangan hasil panen turun hingga 50 persen.

“Sekarang paling banyak hanya dapat 3.000 ikat. Jauh dari biasanya,” keluhnya.

Penurunan hasil panen diperparah dengan merosotnya harga jual sawi di pasaran. Jika sebelumnya satu ikat sawi bisa dijual Rp 15 ribu, kini harganya anjlok menjadi Rp 7 ribu.

“Bulan Agustus kemarin, harga malah turun jadi Rp 4 ribu per ikat. Meski bulan ini sedikit naik, tetap saja tipis untungnya,” ungkapnya.

Jasri berharap pemerintah lebih memperhatikan nasib petani dengan memperbaiki distribusi pupuk subsidi. Biaya operasional petani saat ini sangat tinggi, mulai dari pupuk cair NPK, pestisida, hingga upah tenaga panen.

“Kalau begini terus, petani bisa rugi besar. Kadang-kadang hasil panen tidak cukup untuk menutup biaya produksi, apalagi kalau harus berhutang,” tutupnya.

Para petani di Wonoayu berharap ada solusi cepat dari pemerintah agar mereka bisa terus bertani tanpa harus dibebani masalah pupuk yang berkepanjangan. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Penulis: Yudha
Editor: Gagah Saputra


No More Posts Available.

No more pages to load.