Polemik Pengeras Suara Masjid Kembali Mencuat di Bulan Ramadan, Ini Perdebatannya

Editor: Gagah Saputra
oleh -200 Dilihat
Ilustrasi pengeras suara masjid.(doc)

KabarBaik.co – Kementerian Agama (Kemenag) kembali mengeluarkan imbauan terkait penggunaan pengeras suara di masjid selama bulan Ramadan. Imbauan ini menuai beragam tanggapan dari berbagai pihak.

Kemenag mengimbau agar masjid menggunakan pengeras suara dalam untuk salat tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarus Al-Qur’an. Hal ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menag Nomor 1 Tahun 2024 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi.

Imbauan ini merujuk pada SE Menag Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Tujuannya untuk menjaga toleransi dan kerukunan antarumat beragama di lingkungan yang majemuk.

Tanggapan Ormas Islam

Baca juga:  Rahmat dalam Perbedaan Awal Puasa, Muhammadiyah 11 Maret, NU-Pemerintah 12 Maret

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai penggunaan pengeras suara bisa disesuaikan dengan kondisi di sekitar masjid. Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) mengatakan, toleransi dan kerukunan harus dijaga di lingkungan yang majemuk.

“Penggunaan pengeras suara bisa menyesuaikan dengan kondisi dan kearifan lokal. Di lingkungan majemuk, perlu menjaga toleransi dan kerukunan,” kata Gus Fahrur.

Sementara itu, PP Muhammadiyah mengapresiasi imbauan Menag. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, syiar Ramadan tidak bisa diukur dari suara yang keras, tetapi dari kekhususan ibadah yang ikhlas.

“Pernyataan Menteri Agama tentang pengeras suara tadarus dan tarawih sangat bisa dipahami dan diapresiasi. Syiar Ramadan tidak bisa diukur dari sound yang keras, tapi dari kekhususan ibadah yang ikhlas,” kata Mu’ti.

Baca juga:  Berikut Tahapan Pelantikan Prabowo-Gibran sebagai Presiden-Wapres Baru

Mu’ti menambahkan, penerapan edaran ini perlu mempertimbangkan situasi di suatu tempat dan menerapkan batasan waktu. Dia juga berharap edaran ini dikomunikasikan dengan ormas Islam.

“Meskipun demikian, tetap perlu mempertimbangkan kearifan lokal dan toleransi dalam batas waktu tertentu. Akan lebih bagus, jika imbauan menteri agama itu dikomunikasikan dengan ormas Islam sehingga berjalan lebih efektif,” katanya.

Dewan Masjid Indonesia (DMI) meminta agar imbauan Menag tidak disalahpahami. Sekjen DMI Imam Addaruqutni mengatakan, imbauan itu bukan untuk membatasi syiar Ramadan.

“Saya kira yang dimaksud lebih sebagai untuk mempertahankan kesyahduan dalam terutama kehidupan perkotaan yang sangat heterogen dalam perspektif keyakinan keagamaan dan juga karena pola kehidupan sosial ekonomi yang teknokratis dengan periode jam kerja dan kualitas waktu istirahat,” kata Imam.

Baca juga:  Sikapi Jemaah Aolia Soal Penentuan Lebaran, PBNU Ajak Komunikasi Mbah Benu

Imam berharap masyarakat tidak salah paham dengan imbauan ini. Menurutnya, imbauan itu tidak termasuk untuk masjid di perkampungan.

“Jadi ini mungkin tidak harus disalahpahami sebagai pembatasan-pembatasan dalam arti negatif oleh karena syiar dakwah dan syiar Ramadan sendiri sudah sangat dirasakan sejak masuknya Ramadan. Imbauan ini saya kira tidak/belum termasuk masjid-masjid di pelosok-pelosok kampung negeri ini,” tutur dia.(*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News


No More Posts Available.

No more pages to load.