Sidang Perdana Pembunuhan Brigadir Nurhadi Digelar 27 Oktober, Publik Menanti Motif di Balik Kasus Sadis Ini

oleh -312 Dilihat
IMG 20250626 WA0028 e1760008643726
Kompol I Made Yogi Purusa Utama (IMY) yang ditetapkan sebagai salah seorang tersangka. kematian Brigadir Nurhadi.

KabarBaik.co- Publik segera mengetahui tabir gelap di balik tewasnya Brigadir Muhammad Nurhadi, anggota Propam Polda Nusa Tenggara Barat (NTB). Korban ditemukan meninggal mengenaskan di sebuah vila mewah di Gili Trawangan. Sidang perdana perkara pembunuhan yang menyeret dua perwira polisi sebagai terdakwa itu akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Senin, 27 Oktober 2025.

Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan itu menghadirkan dua terdakwa, Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda I Gde Aris Chandra Widianto (Ipda Haris). Kedua perwira tersebut diduga kuat terlibat dalam kematian brutal sesama polisi yang juga bawahannya sendiri itu: Brigadir Nurhadi.

“Majelis hakimnya sudah ditetapkan, sama untuk kedua perkara,” ujar Juru Bicara PN Mataram Lalu Moh. Sandi Iramaya kepada wartawan, Jumat (17/10). Sandi juga akan memimpin jalannya sidang bersama dua hakim anggota, Dian Wicayanti dan Ida Ayu Masyuni.

Berkas kedua terdakwa teregistrasi secara terpisah. Berkas Kompol Yogi dengan nomor 666/Pid.B/2025/PN Mtr, sementara Ipda Haris dengan nomor 665/Pid.B/2025/PN Mtr. Keduanya kini ditahan di Rutan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) NTB di Kota Mataram.

Kasus yang mengguncang institusi kepolisian itu bermula saat Brigadir Nurhadi ditemukan tewas di kolam renang (jacuzi) sebuah vila di Gili Trawangan pada 16 April 2025. Hasil pemeriksaan forensik menunjukkan adanya lebih dari 20 luka kekerasan di tubuh korban, termasuk patah tulang leher dan pangkal lidah.

Anggota Kompolnas Supardi Hamid menyebut Nurhadi tewas akibat penganiayaan berat oleh rekannya sendiri, bukan tenggelam. “Sebab kematian adalah patah tulang leher akibat dipiting dengan teknik bela diri. Setelah itu korban dimasukkan ke kolam untuk memastikan tak bernapas lagi,” ungkapnya kepada awak media.

Ahli forensik Universitas Mataram Arfi Syamsun membenarkan bahwa kekerasan di leher terjadi saat korban masih hidup. “Faktanya ada resapan darah di area fraktur. Posisi di air hanya mempercepat kematian,” katanya dilansir Antara.

Kini, dengan sidang perdana yang segera digelar tersebut, publik menaruh harapan besar agar majelis hakim dapat mengungkap apa sebenarnya motif di balik pembunuhan sadis yang dilakukan antaranggota polisi ini. Sebuah misteri yang selama enam bulan terakhir terus menjadi tanda tanya besar di kalangan masyarakat. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Supardi


No More Posts Available.

No more pages to load.