Teror Kepala Babi ke Redaksi Tempo, Ini Cerita Kengerian dan Pengalaman Putri Gus Dur

oleh -1956 Dilihat
ANITA WAHID
Anita Wahid

KabarBaik.co- Teror ke kantor redaksi Tempo berupa kiriman kepala babi dan bangkai tikus dengan kepala terpenggal, menuai atensi luas. Termasuk dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Jenderal bintang empat ini telah meminta agar Bareskrim mengusut kasus tersebut.

Belakangan, Anita Wahid, putri Presiden RI keempat KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga angkat suara. Selama ini, putri ketiga mantan ketua umum PBNU itu relatif jarang tampil ke publik. Namun, kini Anita ikut bersuara keras menyikapi teror tersebut.

Adik Yenny Wahid itu lahir di Jombang, 29 November 1977. Ia juga seorang penggerak GusDurian, wadah gerakan nonpolitik praktis yang melanjutkan keteladanan Gus Dur. Dia menyelesaikan studi Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia. Lalu, Master of Arts dalam Development Management, Ruhr-Universitaet-Bochum, Jerman.

Pernyataan Anita melalui video berdurasi sekitar 3 menit telah diunggah di akun Instagram (IG) miliknya, kemarin (23/3). Unggahan itu mendapat like ribuan orang. Pernyataan Anita itu juga diteruskan oleh jaringan GusDurian melalu akun X (Twitter), yang juga di-like dan di-repost banyak orang.

‘’Oke, kita semua udah pada tahu apa yang terjadi sama Tempo, mereka dikirimi kepala babi,’’ ujar Anita memulai pernyataannya.

Anita kemudian bercerita dalam satu periode hidupnya ketika masih SMP. Kejadian itu terjadi zaman Orde Baru. Waktu itu, belum ada handphone. Masih telepon rumah. Nah, di dalam periode itu yang rentangnya terjadi beberapa bulan, hampir setiap sore Anita mengaku menerima telepon masuk ke rumahnya.

‘’Biasanya gue yang angkat karena gue yang ada di rumah. Kadang-kadang adik gue Inayah yang waktu itu bahkan masih SD. Kadang-kadang dia juga yang angkat, tapi paling sering gue,’’ ungkapnya.

Setiap kali dingangkat telepon, lanjut Anita, maka ada suara dari seberang telepon. Suara itu dari seoran laki-laki, biasanya menggelegar, nadanya marah, mengintimidasi, dan membentak. Terus, si penelepon misterius itu akan berkata. ‘’Hei bilang sama bapak kamu suruh dia berhenti bicara. Kalau enggak, kamu akan saya kirimin kado yang bagus banget dan gede isinya kepala bapak kamu. Abis itu dia tutup telepon,’’ ujarnya.

Besoknya, kurang lebih jam yang sama, ada telepon lagi. Kurang lebih nadanya sama. Intimidasi dan terornya kurang lebih sama. Dan itu terjadi beberapa bulan dan hampir setiap hari terjadi. ’’Nah, kalau kita sekarang balik sama apa yang dialami oleh Tempo. Tentu yang gue alami dengan yang dialami Tempo ada perbedaannya,’’ lanjut Anita.

Kalau teror yang menimpa keluarganya hanya sekadar audio. Ia tidak mengetahui, tidak melihat langsung.  Sementara yang dialami Tempo, bentuknya jelas ada. Kepala babi dan itu sangat visual. Ada di depan mata, termasuk darah-darahnya dan segala macam. Namun demikian, ada kesamaan antara teror yang dialami keluarganya dulu dengan di Tempo. Salah satu di antaranya penerima pesannya.

‘’Kalau di kasus gue penerima pesannya gue atau sebenarnya keluarga intinya Gus Dur. Bukan gue, gue hanya kebetulan yang angkat telepon. Sementara kalau di Tempo, yang menarik, yang menerima pesan itu adalah Mbak Cica (wartawan Tempo, Red),’’ paparnya.

Dari semua orang yang ada di timnya Tempo atau kalau diperkecil timnya ‘’Bocor Alus’’, misalnya. Kenapa Mbak Cica yang menerima itu? Kenapa dua-duanya menargetkan perempuan dan bahkan di dalam kasusnya keluarga Gus Dur adalah anak-anaknya yang masih di bawah umur. ‘’Ini menarik banget buat kita pikirin kenapa, alasannya apa di balik itu,’’ tanya Anita.

Tapi, walaupun ada perbedaan, menurut Anita, sebenarnya pesannya sama. Yakni, berhenti bicara, berhenti mengkritik. ‘’Karena kalau nggak, akan ada konsekuensi besar yang akan kamu tanggung. Dan konsekuensi besarnya itu tidak menutup kemungkinan bentuknya adalah nyawamu gitu ya. Itu yang sebenarnya gue terima gitu pesan itu,’’ katanya.

‘’Tapi, tentu saja kalau kita dipaksa dan diteror untuk berhenti bicara, biasanya malah kita kan nggak akan berhenti bicara. Paling enggak itu yang diajarkan Gus Dur kepada kami begitu, kepada anak-anaknya,’’ lanjut Anita.

Anita menyatakan, zaman Orde Baru, teror-teror adalah sangat nyata. Dia jelas menerima atau mengalami langsung. Demikian juga anggota keluarga ainnya juga menerima dengan bentuk yang berbeda-beda. Zaman sekarang, teror-teror seperti itu juga ada. Bentuknya juga macam-macam. ’’Dari jurnalis yang rumahnya dibakar, yang menggunakan Undang-undang ITE untuk dibikin diem, cyber attacks, dikerahkan influencer, bot dan troll, segala macam,’’ paparnya.

Karena itu, Anita pun bitu alik mempertanyakan kepada mereka atau pihak-pihak yang menyebut bahwa fenomena teror-teror seperti tidak seperti masa Orde Baru. ‘’Kita nggak akan balik lagi ke Orde Baru? Kita nggak akan mengarah ke sana? Really, really? please deh!’’ pungkasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Hardy


No More Posts Available.

No more pages to load.