KabarBaik.co – Puluhan nelayan di RT 1, RW 5 Dusun Selogiri, Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi menolak pembangunan tambak di wilayah setempat.
Pembangunan tambak yang berlokasi di pinggir jalan nasional Banyuwangi – Situbondo ini disebut belum jelas izinnya dan dikhawatirkan akan merusak ekosistem laut yang berdampak pada perekonomian masyarakat.
Sebab selain sebagai nelayan pancing masyarakat setempat juga menggantungkan perekonomian lewat budidaya terumbu karang di pesisir yang tak jauh dari lokasi tambak.
Ketua RW 5, Admawiyanto mengatakan pembangunan tambak tersebut tanpa melalui musyawarah dengan masyarakat maupun perangkat desa. Artinya itu menyalahi prinsip perizinan pemanfaatan tata ruang. Padahal masyarakat sangat terdampak dengan adanya pembangunan tambak tersebut.
Area tambak yang berhimpitan langsung dengan pesisir Selat Bali ini juga terdata sebagai Lahan Sawah Dilindungi (LSD). Area itu juga sejak lama juga menjadi jalan terdekat bagi nelayan untuk melaut. Namun kini jalan itu sudah tidak ada dan ditutup tembok beton.
“Awalnya sawah tiba-tiba ditembok dan dibuat petak-petak kolam. Masyarakat sempat meminta penjelasan dan mediasi namun tidak pernah ditemui. Surat yang kami ajukan juga tidak pernah direspon,” kata Admawiyanto.
Masyarakat pun akhirnya geram. Puluhan masyarakat yang tergabung dalam Himpunan Nelayan bersama sejumlah tokoh masyarakat akhirnya melakukan musyawarah dan menyatakan sikap menolak proyek tambak tersebut.
Dengan alasan, bahwa kegiatan pembangunan tambak yang dilakukan oleh tidak didahului dengan komunikasi yang baik dengan perangkat desa, organisasi yang berada di lingkungan desa dan warga Desa Ketapang secara menyeluruh. Masyarakat menduga proyek ini ilegal karena tak mengantongi izin.
Karena diawali dengan tata cara yang buruk, masyarakat meyakini bila tetap beroperasi pengelolaan tambak ini bakal dijalankan sekonyong-konyong. Masyarakat khawatir pembuangan limbah tambak akan langsung dibuang ke laut dan berdampak pada kerusakan ekosistem laut.
“Sehingga kami khawatir kami para nelayan yang dirugikan. Karena di sini khususnya di RT 1, hampir sebagian besar masyarakat bergantung pada hasil laut. Dengan ini kami juga meminta agar proyek ini dihentikan,” terangnya.
Sementara itu, Ketua RT 1 Sahroni menjelaskan bahwa di lingkungannya total ada 70 an kepala keluarga. Hampir 75 persen masyarakat berprofesi sebagai nelayan. Baik itu nelayan pancing maupun budidaya terumbu karang.
“Rata-rata warga disini dari laut itu sebulan 1 juta sampai paling banyak 3 juta penghasilannya, kalau rusak ekosistemnya ya ndak tahu lagi wes,” bebernya.(*)






