Nyalakan Lagi Gresik Kota Bandar: Dr Sambari Halim Terima Penghargaan Bapak Pembangunan dan Pelopor Hilirasasi Industri

oleh -4836 Dilihat
SAMBARI1
Ketua PWI Jatim Lutfil Hakim menyerahkan penghargaan kepada Dr Ir H Sambari Halim Radianto ST MSI didampingi istri Hj Maria Ulfa di Acara Puncak Peringatan HPN 2025 dan HUT ke-79 PWI di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin (28/4) malam.

KabarBaik.co- Puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2025 dan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Tingkat Jawa Timur di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin (28/4) malam berlangsung semarak. Di antara rangkaian acaranya adalah anugerah karya jurnalistik terbaik ’’Prapanca’’. Selain itu, pemberian award kepada sejumlah tokoh yang memiliki kontribusi besar sesuai profesi dan bidang masing-masing.

Salah satu di antara tokoh penerima penghargaan tersebut adalah Dr Ir H Sambari Halim Radianto ST MSi. Ia menerima penghargaan sebagai tokoh pembangunan dan pelopor hilirisasi industri saat menjadi Bupati Gresik dua periode, mulai tahun 2010 hingga 2021 itu. Penghargaan itu langsung diberikan Ketua PWI Jatim Lutfil Hakim.

Turut hadir dalam acara tersebut Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Pangdam V/Brawijaya Mayjen Rudy Saladin, Kapolda Jatim Irjen Pol Nanang Avianto, para pimpinan OPD Pemprov Jatim, pimpinan lembaga, para tokoh pers, pengurus PWI kabupaten/kota se-Jatim, dan undangan lainnya.

‘’Terima kasih banyak atas apresiasi dengan penghargaan ini. Semoga dapat memberikan manfaat untuk semua,’’ ujar Sambari yang dulu dikenal juga sebagai “bapak pembangunan” Gresik kepada wartawan seusai menerima penghargaan dengan mata berkaca-kaca.

Bukan tanpa alasan kuat doktor alumnus Unair tersebut berhak mendapatkan penghargaan tersebut. Selain banyak meninggalkan jejak pembangunan, ia juga salah satu tokoh yang menyalakan api kembali Gresik sebagai Kota Bandar, yang kini menjadi satu gerbang baru Nusantara bidang hilirasasi industri. Berikut narasi jejaknya:

Di ufuk utara Pulau Jawa, tempat di mana laut mencium daratan dengan keheningan penuh makna, berdirilah sebuah kota tua yang menyimpan hikayat panjang pelayaran dan pertukaran budaya: Gresik. Kota ini dahulu bukan sekadar pelabuhan, melainkan gerbang Nusantara. Tempat layar-layar asing dikembangkan, tempat cengkih, lada, dan harapan dibongkar, dan tempat gagasan dari tiga benua bertukar melalui rempah dan kepercayaan.

Pada abad-abad silam, Gresik menjadi titik temu. Pedagang Gujarat, Tiongkok, Persia, hingga Eropa menambatkan kapal mereka di dermaga kota ini. Bukan hanya untuk berniaga, tetapi untuk bersua dengan sebuah peradaban. Di sinilah agama Islam kali pertama bertumbuh subur di Nusantara. Utamanya di Pulau Jawa.  Dibawa para saudagar yang tak hanya menjual barang niaga, melainkan juga hikmah dan jalan hidup.

Namun, seperti halnya riak air di pelabuhan yang perlahan tenang kala angin berhenti berhembus, Gresik pun perlahan redup dari peta pelabuhan dunia. Kilau kejayaan maritimnya tergeser. Ia bukan dilupakan karena tak berarti, tapi karena zaman memilih arah lain.

‘’Dapatkah Gresik kembali menjadi kota syahbandar, pelabuhan internasional seperti dahulu?’’ kata Sambari Halim Radianto, dalam sebuah diskusi dengan wartawan tidak lama setelah mendapat amanat sebagai Wakil Bupati (Wabup) Gresik mendampingi Bupati KH Robbach Ma’shum pada tahun 2000 silam.

Mengembalikan Gresik sebagai kota bandar menyiratkan sebuah filosofi keterbukaan dan tanggung jawab terhadap peradaban. Penjaga lalu lintas dunia, pengawas pertukaran barang, dan pelindung harmoni antarkultur. Mengembalikan fungsinya sebagai tempat pertemuan. Bukan hanya antara kapal dan dermaga, tetapi antara manusia dan harapan. Menjadikan sebuah kota pelabuhan yang tidak hanya mendatangkan barang, tetapi juga nilai. Bukan hanya ekonomi, tetapi juga budaya.

Berdasarkan buku Grisse Tempo Dulu karya Dukut Imam Widodo, Pelabuhan Gresik ditemukan pedagang Cina sekitar abad ke-14. Pada kurun waktu itu, seorang mubalig Islam bernama Maulana Malik Ibrahim mendarat di Gresik. Lalu, penguasa Majapahit masa itu mengangkatnya sebagai syahbandar pertama di Pelabuhan Gresik. Pengangkatan Malik Ibrahim sebagai syahbandar itu dipengaruhi oleh para pedagang yang mayoritas beragama Islam. Mereka hanya mau dipimpin tokoh Muslim. Karena itu, meski Kerajaan Hindu, Majapahit memilih Malik Ibrahim sebagai syahbandar. Selain itu, pengangkatan juga kemungkinan dilatarbelakangi integritas.

Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia terbitan Balai Pustaka juga menyebut, denyut aktivitas perdagangan antarbangsa dan negara di Pelabuhan Gresik itu sebagai salah satu penopang utama perekonomian Majapahit. Sejak saat itulah, pembentukan syahbandar berawal. Beberapa nama syahbandar era itu memainkan peran begitu sentral Pelabuhan Gresik sebagai penopang ekonomi Nusantara. Selain Malik Ibrahim, sejumlah tokoh yang menjadi syahbandar adalah Raden Santri (saudara Sunan Ampel), Nyai Ageng Pinatih (ibu asuh Sunan Giri), dan dalam periodesasi kepemimpinan Sunan Giri beserta keturunannya.

Pelabuhan Gresik menjadi salah satu pelabuhan terbesar. Bahkan terbaik di Jawa hingga abad ke-16. Menurut catatan Tome Pires, peneliti asal Portugis, mulai abad itu juga telah ada kontak antara kapal-kapal dari Gresik dengan Gujarat, Calicut, Bangelan, Siam, Cina, Liu-Kiu, Maluku, serta Banda.

Namun, dalam perkembangannya, era keemasan Gresik sebagai kota bandar itu terus meredup. Melihat nilai historis itu, dalam beberapa periodesasi kepemimpinan Pemkab Gresik, asa untuk membangkitkan Gresik sebagai kota bandar terbesar kembali mengemuka.

Di masa kepemimpinan pasangan Bupati KH Robbach Ma’shum-Wabup Sambari Halim Radianto (2000-2005), kali pertama muncul gagasan pembangunan Pelabuhan Kalimireng. Nama sebuah muara di wilayah Kecamatan Manyar. Selain dinilai strategis, lokasi itu juga tidak lepas dari sejarah penyebaran Islam tertua di Nusantara. Yakni, di kawasan Leran. Bukti itu juga ditemukan di makam Siti Fatimah binti Maimun, yang berangka tahun 1082 Masehi.

SAMBARI2 scaled

Simpul Strategis Nusantara

Nah, di era kepemimpinan Bupati Sambari Halim Radianto (2010-2021) ikhtiar itu terus berlanjut. Bahkan, terasa makin tancap gas. Pada 2011, melalui Perda Nomor 8 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), Gresik dibagi dalam empat wilayah pembangunan. Dan, berangkat dari peradaban kejayaan tempo dulu itulah, wilayah Kecamatan Manyar dan sekitarnya, dijadikan sebagai episentrum kebangkitan ekonomi melalui hilirisasi dan industrialisasi.

Kini, mimpi itu terwujud. Terbangunlah Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE). Ia merupakan kawasan industri terintegrasi yang terletak di Manyar. Proyek strategis nasional. Kawasan ini menggabungkan kawasan industri, pelabuhan laut dalam (deep sea port), dan kawasan perumahan/komersial dalam satu lokasi terpadu. Pada 9 Maret 2018, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meresmikannya.

Dan, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2021, JIIPE pun telah bertransformasi menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik. Jokowi pun kembali datang untuk melakukan groundbreaking pembangunan smelter PT Freeport Indonesia dengan investasi mencapai Rp 46 triliun. Smelter yang mampu mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Kapasitas single line terbesar di dunia.

Di kawasan itu pula, PT Freeport Indonesia juga telah membangun fasilitas pemurnian logam mulia (Precious Metal Refinery). Pada 17 Maret 2025, smelter ini diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto. Industri itu akan menghasilkan sekitar 50-60 ton emas dan 220 ton perak per tahun.

KEK Gresik terus bertumbuh. Satu per satu industri berdatangan. Termasuk PT Aneka Tambang Tbk (Antam) yang sedang mempersiapkan pembangunan pabrik pencetakan emas. Pabrik ini direncanakan mulai konstruksi pada kuartal IV tahun ini. Kapasitas produksinya sekitar 5 juta keping logam mulia batangan, koin, serta emas industri per tahun.

Dengan megaroyek ini, JIIPE Gresik diharapkan menjadi pusat hilirisasi logam mulia di Indonesia, memperkuat posisi negara dalam industri pertambangan dan pemurnian emas di tingkat global.

Mimpi besar seperti ini tak akan mungkin hidup lagi tanpa keberanian untuk memulainya. Di sinilah peran penting Bupati Sambari Halim Radianto muncul dalam lintasan sejarah kontemporer Gresik. Dalam masa kepemimpinannya, ia tidak hanya mengurus administrasi dan infrastruktur darat, tetapi juga membangkitkan kesadaran akan jati diri maritim Gresik.

Sambari memulai proses panjang. Meletakkan fondasi gagasan untuk mengembalikan Gresik sebagai kota pelabuhan internasional. Ia melihat lebih dari sekadar pelabuhan barang dan industri. Ia melihat sejarah. Membaca ingatan. Membayangkan kembali Gresik sebagai simpul perdagangan dunia, sebagaimana dahulu kala.

Selama masa kepemimpinannya, Sambari juga terus membenahi simpul-simpul infrastruktur fisik penting dan strategis lainnya. Ada Bendung Gerak Sembayat (BGS), Bandara Bawean, dan infrastruktur layanan pendidikan dan kesehatan. Namun, ia juga sadar bahwa pembangunan bukan hanya infrastruktur fisik, tapi juga narasi kebudayaan. Karena itu, ia juga peduli terhadap pelestarian nilai, budaya, dan sejarah Gresik. Makam para wali seperti Maulana Malik Ibrahim, Sunan Giri, dan lainnya sebagai titik-titik simpulnya. Ia meyakini di situlah Gresik bisa berbeda dan bersinar.

‘’Hidup ini perjuangan. Perjuangan butuh keberanian dan pengorbanan. Kalau tidak berani berkorban, hentikan perjuangan. Kalau perjuangan berhenti, hidup juga berhenti,’’ kata Sambari.

Visi tersebut memerlukan keberlanjutan. Harus diteruskan pemimpin-pemimpin setelahnya, diperkuat oleh masyarakatnya, dan dikawal oleh para akademisi dan tokoh masyarakat. Karena mengembalikan Gresik kejayaan sebagai kota bandar, menjadi gerbang Nusantara baru, bukan proyek lima tahun. Namun, cita-cita lintas generasi.

Pembangunan fisik mudah dihitung dalam anggaran dan tahun. Tapi pembangunan narasi, membangun cara pandang masyarakat terhadap kotanya sendiri adalah tugas yang jauh lebih pelik. Sambari telah memulainya. Membangkitkan kembali kesadaran Gresik akan sejarahnya. Kini, tugas kita adalah melanjutkan dan merawat mimpi itu. Membangun narasi Gresik baru berarti menuliskan ulang babak baru sejarah dengan fondasi masa lalu yang kuat. Pelabuhan bukan sekadar tempat bongkar muat, tetapi tempat singgahnya gagasan, ekspresi budaya, dan kolaborasi global.

Setiap kapal, sejauh apapun berlayar, akan mencari pelabuhan untuk kembali. Demikian pula kota. Gresik sedang mencari arah pulangnya. Bukan untuk menjadi masa lalu, tetapi untuk menyentuh kembali jati diri yang lama tertinggal. Dan arah itu telah ditunjukkan oleh seorang pemimpin yang mengerti bahwa kota tak bisa hidup hanya dari beton dan baja, tetapi dari ingatan dan visi.

Sambari telah ikut menyalakan api kecil di pelabuhan ingatan tersebut. Tugas selanjutnya adalah menjaga apinya tetap menyala, hingga Gresik benar-benar kembali menjadi kota bandar. Bukan hanya secara logistik, melainkan juga secara jiwa. Tempat kapal-kapal dunia datang tak hanya membawa barang, tapi juga mengangkut mimpi-mimpi yang akan kembali berlayar.

Karena pelabuhan sejati bukan hanya tempat kapal bersandar, tapi tempat dunia saling memahami. ‘’Terima untuk bapak-bapak bupati sebelumnya. Terima kasih juga kepada Bupati Gus Yani dan Wakil Bupati Dokter Alif, yang terus meningkatkan pembangunan dari baik menjadi tambah baik dan semakin baik lagi. Kita kawal dan jaga dengan kebersamaan, kerja keras, kejujuran, keikhlasan menuju Gresik baik, tambah baik dan semakin tambah baik,’’ pungkasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News



No More Posts Available.

No more pages to load.