KabarBaik.co – Kebijakan pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Dirjen dan Korlantas Polri tentang pengaturan lalu lintas angkutan Lebaran 2025/1446 H menuai kritik keras dari kalangan pengusaha. Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah pembatasan operasional angkutan barang selama 16 hari, dari 24 Maret hingga 8 April 2025. Kebijakan ini dinilai akan menimbulkan kerugian besar bagi sektor ekonomi.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, bersama lima ketua asosiasi kepelabuhanan, yakni Ketua Organda Tanjung Perak Kody Lamahayu, Ketua INSA Surabaya Stenven Lasawengan, Ketua GINSI Jawa Timur Bambang Sukadi, Ketua GPEI Jawa Timur Isdarmawan Asrikan, dan Ketua ALFI Jawa Timur Sebastian Wibisono, menyampaikan penolakan mereka dalam pertemuan di Graha Kadin Jatim, Surabaya, Kamis (13/3)
Adik Dwi Putranto menilai, pembatasan operasional selama 16 hari terlalu berlebihan dan terkesan tanpa kajian mendalam. “Kebijakan ini sangat bertentangan dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% yang telah dicanangkan. Dengan kondisi infrastruktur yang jauh lebih baik, seperti jalur tol Jakarta-Banyuwangi dan Jalur Lintas Selatan, seharusnya tidak ada alasan untuk meliburkan angkutan barang selama itu,” tegasnya.
Adik juga mengkritik pola pengambilan keputusan pemerintah yang tidak melibatkan pengusaha. “Harus ada peta jalan yang jelas karena ini menyangkut ekspor-impor. Jangan sampai keputusan seperti ini justru mengganggu roda perekonomian,” tambahnya.
Ketua Organda Tanjung Perak, Kody Lamahayu, menekankan bahwa kebijakan ini akan menghantam sektor logistik. “Dengan 8.000 truk di Tanjung Perak yang masing-masing menyumbang Rp1 juta per hari, kerugian kami dalam 16 hari mencapai Rp128 miliar. Sopir dan buruh kami yang belum sejahtera akan semakin menderita,” ujarnya.
Ia menegaskan, jika pemerintah tidak merevisi kebijakan ini, pengusaha truk kemungkinan besar tidak akan mematuhi aturan tersebut. “Libur cukup dari H-3 hingga H+1. Kalau tetap dipaksakan, kami akan tetap beroperasi,” ancam Kody.
Ketua GPEI Jatim, Isdarmawan Asrikan, menyoroti dampak besar pada sektor ekspor. “Ekspor Jatim mencapai rata-rata US$ 24 miliar per tahun, atau US$ 2 miliar per bulan. Dengan libur dua minggu, nilai kargo yang tidak terangkut bisa mencapai US$ 1 miliar. Ini akan mengganggu cash flow industri,” ungkapnya.
Sebastian Wibisono dari ALFI Jatim menambahkan, “Dengan 190.000 TEUs per bulan, jika 16 hari tidak ada pergerakan, akan terjadi stagnasi besar di pelabuhan. Biaya seperti demurrage dan storage tetap berjalan, yang membuat kerugian semakin membengkak.”
Ketua INSA Surabaya, Stenven Lasawengan, menegaskan pentingnya kebijakan berbasis kondisi daerah. “Jawa Timur punya catatan lalu lintas yang relatif aman tanpa kemacetan parah. Melarang operasional kapal dan truk selama 16 hari hanya akan meningkatkan biaya operasional kami, termasuk charter kapal dan bahan bakar,” paparnya.
Wakil Ketua GINSI Jatim, Medy Prakoso, mendukung langkah ini untuk menghindari stagnasi barang di pelabuhan. “Ekspor dan impor adalah urat nadi perekonomian. Jangan sampai kebijakan ini mengganggu ketersediaan bahan baku untuk pabrik-pabrik di Jawa Timur,” pungkasnya.
Para pengusaha berharap pemerintah dapat segera meninjau ulang SKB ini dan memberikan solusi yang lebih rasional tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi.(*)