KabarBaik.co- Sri Mulyani Indrawati (SMI) akhirnya benar-benar mundur. Dari jabatannya sebagai Menteri Keuangan (Menkeu). Selanjutnya, perempuan kelahiran Bandar Lampung itu menduduki jabatan baru. Yakni, Managing Director Bank Dunia, yang membawahi Amerika Latin dan Karibia, Asia-Pasifik, serta Afrika Utara.
Namun, peristiwa SMI mundur dari Menkeu itu bukan sekarang. Kejadiannya pada tanggal 5 Mei 2010 silam. Tanggal itu pasti masih dikenang. Paling tidak para pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Keputusan mundur SMI tidak lain terkait dengan skandal Bank Century. Nama SMI ikut terseret-seret.
Ketika itu, kegaduhan SMI itu dinilai sejumlah pihak sebagai ujung bola salju dari hubungan DPR dengan Presiden. Sebetulnya, sejak sidang paripurna DPR menyatakan SMI sebagai salah satu pejabat yang harus bertanggungjawab dalam kasus Bank Century, hampir seluruh fraksi DPR mendesak Presiden melepas SMI. Namun, Presiden tidak langsung merespons. Akibatnya, sempat berdampak pada disharmoni parpol koalisi pemerintah.
Beberapa pihak juga menyebut, suara agar SMI mundur ketika itu makin nyaring lantaran SMI ’’berseteru’’ dengan ketua umum Partai Golkar, yang waktu itu dijabat Aburizal Bakrie terkait kasus pajak Grup Bakrie. Disharmoni hubungan pemerintah dan DPR makin panas saat Fraksi PDIP dan Hanura memboikot kehadiran SMI dalam rapat paripurna pengesahan APBN Perubagan tahun 2010.
Terlepas persoalan politik, ketika SMI mundur, saham-saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), pada 5 Mei 2010 sesi pagi, harganya sudah melemah. Sesi sore semakin tertekan setelah ada laporan bahwa SMI benar-benar mundur dari jabatannya sebagai Menkeu.
Melemahnya sebagian besar saham di BEI membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup jatuh 112,776 poin atau 3,81 persen ke posisi 2.946,239. Sementara itu, indeks kelompok 45 saham unggulan, juga terkoreksi 23,920 poin atau 4,18 persen ke posisi 548,295. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pun melemah.
Sejumlah analisis menyebut, meski SMI terseret dalam pusaran kasus Bank Century, para pelaku usaha masih menilai ia memiliki nilai positif. Masih menjadi sosok yang tepat untuk tetap menduduki kursi Menkeu. Ketika itu, SMI dianggap memiliki berbagai prestasi. Terutama upayanya bersama jajaran pemerintahan dalam menyelamatkan ekonomi Indonesia dari krisis global 2008-2009. Hasilnya, ekonomi Indonesia tetap tumbuh di saat negara-negara besar mengalami perlambatan.
Sebenarnya, dunia usaha kala itu juga mengakui bahwa tidak semua kebijakan yang dibuat SMI mendukung industri dalam negeri. Kendati demikian, mereka tampaknya masih sangat menghargai segala upaya yang telah dilakukan SMI. Pelaku usaha memang butuh kepercayaan. Namun, keputusan mundur sudah diambil. Pada 20 Mei 2010, akhirnya Presiden Agus Martowardojo, yang ketika itu menjadi Direktur Utama Bank Mandiri, sebagai pengganti SMI. Presiden juga mengangkat Dirjen Anggaran Anny Ratnawati menjadi wakil Menkeu.
Enam tahun kemudian, atau mulai 27 Juli 2016, SMI kembali dipanggil untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk kembali menjabat Menkeu. Kemudian berlanjut hingga periode kedua Jokowi 2019-2024. Dan, ternyata kembali dipercaya sebagai Menkeu oleh Presiden Prabowo Subianto. Bersama Menteri lain, SMI dilantik pada 20 Oktober 2024 lalu.
Kini, kabar SMI mundur mengemuka kembali. Ini setelah sejumlah indikator ekonomi disebut-sebut sedang tidak baik-baik saja. APBN 2025 pada Januari-Februari sudah defisit lebih dari Rp 31 triliun. Utang negara semakin membengkak yang kini sudah mencapai Rp 8.909 triliun. Kurs rupiah terhadap mata uang dolar AS tidak juga menguat. Dan beberapa indikator lain seperti penurunan daya beli masyarakat, Danantara, BUMN, dan beberapa persoalan ekonomi lain.
Awalnya, SMI tidak mau menanggapi kabar mundur tersebut. Namun, Selasa (18/3), di tengah IHSG yang anjlok, SMI akhirnya buka suara. ‘’Saya tegaskan, saya ada di sini, berdiri, dan tidak mundur. Saya mengelola APBN, dan bersama-sama tim Kementerian Keuangan terus menjaga keuangan negara. Kami ada di sini, kami bertanggung jawab. Kami terus menjaga keuangan negara sebagai instrumen sungguh luar biasa penting bagi pencapaian-pencapaian tujuah pembangunan yang sudah disampaikan oleh Presiden Prabowo dan juga dalam menjaga kepercayaan masyarakat,’’ ujarnya.
Kendati demikian, tidak mudah memprediksi ekonomi dan politik di hari-hari mendatang. (*)