Ricuh Eksekusi Lahan PT KAI di Stasiun Sidoarjo, Warga Menolak Pembongkaran Bangunan

oleh -836 Dilihat
IMG 20250212 WA0021
Pemilik bangunan bersitegang dengan petugas yang hendak menertibkan bangunan. (Yudha)

KabarBaik.co – Proses eksekusi lahan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) di halaman pintu masuk Stasiun Sidoarjo (SDA) pada Rabu (12/2) diwarnai kericuhan.

Eksekusi tersebut melibatkan dua bangunan rumah dinas dan lahan yang terletak di atas aset PT KAI. Kericuhan terjadi ketika sejumlah warga yang sudah puluhan tahun menempati lahan tersebut menolak eksekusi dan berusaha menghalangi petugas yang datang untuk membongkar bangunan.

Pantauan Kabarbaik.co di lokasi, proses eksekusi sempat memanas dengan aksi saling dorong antara petugas dan warga yang menolak pembongkaran. Aksi tersebut terjadi sebelum proses pengosongan dan pembongkaran bangunan yang dimulai.

kabarbaik lebaran

Sebagai langkah untuk meredakan ketegangan, petugas kepolisian mengamankan salah satu orang yang dianggap melakukan provokasi yang menyebabkan kericuhan.

Meskipun terjadi penolakan yang cukup kuat, akhirnya bangunan tersebut berhasil dikosongkan dan bangunan yang berdiri di atas aset PT KAI itu dirobohkan dengan menggunakan alat berat. Proses eksekusi ini merupakan tindak lanjut dari sengketa lahan yang telah mendapatkan putusan hukum tetap dari pengadilan.

Manager Humas PT KAI Daop 8 Surabaya, Luqman Arif mengungkapkan bahwa eksekusi tersebut dilakukan berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Nomor 242/Pdt.G/PN.Sda jo No.216/PDT/2024/PT. Sby. Putusan ini telah berkekuatan hukum tetap, yang menegaskan bahwa lahan tersebut adalah milik PT KAI (Persero).

Luqman juga menjelaskan bahwa eksekusi tersebut mencakup dua bangunan rumah dinas dan satu tanah dengan SHGB bernomor 1549 dan 1551 yang terletak di Kelurahan Lemahputro, Sidoarjo. Proses eksekusi ini tidak hanya berdasarkan putusan pengadilan, tetapi juga dilakukan setelah PT KAI melakukan upaya persuasif terhadap 14 termohon eksekusi.

“Sebanyak 8 termohon eksekusi telah bersedia mengosongkan bangunan secara sukarela pada Senin (10/2),” kata Luqman.

Meski demikian, 6 termohon lainnya yang menolak mediasi dan eksekusi tetap dilakukan oleh Pengadilan Negeri Sidoarjo untuk mengembalikan aset tersebut kepada PT KAI.

Salah satu objek yang dieksekusi diketahui telah dimanfaatkan untuk usaha parkir liar yang tidak memiliki izin resmi dari Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Luqman Arif menekankan bahwa penyelamatan aset negara, termasuk lahan, merupakan hal yang terus dilakukan oleh BUMN tersebut untuk menjaga agar aset negara dapat dimanfaatkan dengan benar dan bermanfaat bagi kepentingan masyarakat.

“Proses penyelamatan aset negara ini sudah melalui jalan panjang, termasuk mediasi antara kedua pihak yang bersengketa. Gugatan ini bermula dari rencana penyelamatan aset tersebut oleh PT KAI,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa PT KAI sudah berupaya melakukan penyelesaian melalui jalur mediasi dengan penghuni yang menempati lahan tersebut.
Namun, meski telah ada upaya mediasi, 14 warga yang menempati lahan tersebut kemudian melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Sidoarjo dengan nomor perkara 242/Pdt.G/2023/PN Sda. Setelah persidangan, majelis hakim memutuskan bahwa pemilik sah dari lahan tersebut adalah PT KAI (Persero).

Bahkan, meskipun pihak penggugat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur, keputusan pengadilan tetap menyatakan bahwa lahan tersebut milik PT KAI.

“Kami menghormati proses hukum yang berlaku dan berkomitmen untuk menjaga dan mengamankan aset negara yang dikelola oleh PT KAI (Persero) agar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pelayanan masyarakat,” pungkasnya.

Sementara itu, salah satu penghuni yang menolak eksekusi, Hermin, mengungkapkan kekecewaannya terhadap proses eksekusi. Hermin mengatakan bahwa dirinya dan penghuni lainnya sudah menempati lahan milik PT KAI selama puluhan tahun dan menggunakan lahan tersebut untuk berjualan makanan di pintu masuk Stasiun Sidoarjo.

“Saya sudah tahu bakal dilakukan eksekusi, tapi saya bersama yang lain mengajukan gugatan ke MA. Tapi malah tidak dihargai,” kata Hermin dengan nada kecewa.

Setelah bangunan yang biasa digunakan untuk berjualan telah rata dengan tanah, Hermin mengaku pasrah dan hanya bisa membawa pulang barang-barangnya. “Dan saya tidak dapat (kompensasi) apa-apa,” pungkasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Penulis: Yudha
Editor: Gagah Saputra


No More Posts Available.

No more pages to load.